Love In Winter (Yizhan)

243 16 0
                                    

Dua minggu lewat sejak pertama kali turun salju musim ini. Sangat jarang orang-orang yang keluar rumah apalagi sudah hampir tengah malam seperti sekarang. Jalanan di pusat Kota Beijing sudah mulai sepi. Namun, Xiao Zhan terpaksa harus pulang larut karena ada operasi dadakan.
 
Setelah mengenakan mantelnya, Zhan bergegas ke tempat parkir. Lalu mobilnya melaju pelan.
 
Di tengah perjalanan, dokter muda berusia 30 tahun itu teringat jika dirinya belum makan apa pun sejak siang. Begitu melewati sebuah mini market 24 jam, Zhan memutuskan untuk turun sebentar. Dirinya bermaksud membeli beberapa makanan instan untuk mengganjal perut.
 
Xiao Zhan memasuki toko lalu mengambil beberapa barang. Tetapi sebelum kakinya melangkah menuju kasir, Xiao Zhan memutuskan membeli beberapa bahan makanan juga untuk esok pagi. Kebetulan besok dirinya tak memiliki jadwal masuk.
 
Saat Xiao Zhan keluar dari toko, mata indah yang mengenakan kaca mata itu menyipit ke arah jalanan di samping toko. Benar saja, seseorang berjalan terseok-seok. Belum sempat Zhan memasuki mobil, Dokter muda itu kaget saat laki-laki yang dilihatnya jatuh tersungkur.
 
Xiao Zhan melihat sekeliling yang sangat sepi. Tak ada orang lain di sana. Sebagai seorang dokter, Zhan tak bisa abai begitu saja. Dia pun menjatuhkan kantung belanjaannya dan bergegas membalik tubuh laki-laki yang terbaring lemah. Hampir sekujur tubuh yang terlihat terdapat memar. Sepertinya karena perkelahian juga terlalu lama dalam kondisi kedinginan membuat pria itu jatuh pingsan. Zhan bergegas memapah laki-laki asing itu ke dalam mobil. Kemudian dirinya kembali untuk mengambil belanjaan.
 
Begitu menyalakan mobil, Zhan sempat kebingungan ke mana dirinya harus pergi. Namun, Zhan memutuskan untuk membawa laki-laki itu pulang saja.
 
Xiao Zhan berkendara dengan kecepatan penuh. Dirinya berusaha fokus ke depan walau batinnya ingin sekali melihat keadaan laki-laki yang ditolongnya.
 
Sepertinya malam ini aku memang tak bisa istirahat dengan tenang, batin Zhan.
 
Zhan sampai di rumahnya 10 menit kemudian. Tak peduli hal lainnya, dirinya segera memapah sosok lelaki itu ke dalam rumah. Rupanya laki-laki itu memiliki daya tahan tubuh yang cukup bagus. Entah itu berkelahi atau tidak, jika berada di luar dengan kondisi tubuh tanpa mantel tebal juga syal yang melindungi tubuh, Zhan sendiri tak akan bisa bertahan.
Xiao Zhan membawa laki-laki itu ke kamarnya. Segera membuka baju pemuda itu.
Dengan telaten, Zhan membersihkan tubuh telanjang itu lalu mengobati seluruh memar itu. Setelah itu Zhan memakaikan piyama miliknya.
“Ah! Aku sangat lelah~”
Merasa sangat tak enak, Zhan pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Tak lagi memiliki mood untuk makan, Zhan ikut berbaring di sebelah pemuda asing itu.
Di sana, dua sosok pemuda tampan terbaring dalam buaian mimpi. Yang satu seorang dokter yang terlampau baik hati sehingga tak pandang bulu untuk menolong orang, satu lagi ialah pemuda malang yang kebetulan bertemu sosok baik hati seperti Zhan.
 
***
 
Wang Yibo membuka matanya. Begitu melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing, Yibo hendak bangkit, namun rasa sakit di sekujur tubuh membuatnya hanya diam terbaring. Mata lelaki tampan itu menoleh dan sedikit menyipit begitu melihat sosok lain yang tertidur di sampingnya.
 
Sepertinya dia yang menolongku, pikir Yibo begitu mengingat jika semalam tak sanggup lagi berjalan.
 
Dengan sekuat tenaga, Yibo berhasil duduk.
Ingin sekali Wang Yibo segera pergi dari sana. Namun, entah apa yang dipikirkannya kali ini sehingga seorang seperti dirinya malah menatap sang penolong yang masih terlelap.
 
Wang Yibo kemudian bangkit saat dirasa mulutnya sangat kering.
“Ugh!”
Xiao Zhan terbangun begitu mendengar suara berisik. Matanya seketika terbuka lebar begitu mengingat seseorang yang ditolongnya semalam sudah tak ada di sampingnya
 
Zhan segera berlari keluar kamar dan mendapati lelaki yang ditolongnya berdiri di pintu dapur dengan segelas air putih di tangannya.
“Maaf, aku—”
 
“Ah! Tak apa,” sela Zhan lalu segera memapah Yibo yang sebenarnya terlihat biasa saja dengan lukanya.
 
“Seharusnya kau membangunkanku. Aish, seharusnya aku membawamu ke rumah sakit supaya ada yang melayanimu.” Zhan berceloteh panjang lebar. Sementara Yibo terpaku begitu melihat bibir merah di depannya bergerak-gerak menggodanya.
 
Plak!
 
Wang Yibo yang kaget akan pikirannya sendiri refleks menggeplak kepalanya. Zhan yang melihatnya pun kebingungan.
 
“Ada apa?”
 
Melihat lelaki yang dia tolong mengabaikannya, Zhan kesal. Sebagai seorang dokter memang Zhan dituntut untuk selalu bersikap lembut dan tenang. Namun, jika dihadapkan hal seperti Yibo, Zhan mana tahan. Dirinya kesal karena Yibo tak sedikit pun bicara sejak tadi. Bahkan tak ada ungkapan terima kasih yang terdengar.
 
Tak peduli dengan Yibo, Zhan segera berlalu dari sana. Kemudian pergi ke kamar mandi. Mandi di musim dingin memang sangat enggan dilakukan. Namun, Zhan memilih mandi air hangat pagi ini.
 
Wang Yibo hampir keluar dari rumah Zhan begitu pintu kamar terbuka. Zhan berjalan-jalan dengan selembar handuk di pinggulnya.
 
Wang Yibo menelan ludah. Sungguh, dirinya bahkan tak pernah tergoda oleh hal-hal seperti ini. Tetapi kali ini, ah, Yibo merasa tak aman jika dirinya berlama-lama di tempat ini. Karena itulah, dengan langkah mantap, Yibo kembali bergerak membuka pintu keluar.
 
“Terima kasih telah menolongku,” ucapnya datar. Zhan melongo begitu pintu tertutup.
 
Hanya itu? “Ish, apa, sih, yang kupikirkan. Seharusnya aku bersyukur laki-laki itu dalam keadaan baik dan segera pergi,” gerutu Zhan.
 
Dengan masih bertelanjang dada, Zhan pergi ke dapur untuk memasak sarapan. Namun, begitu sadar jika barang belanjaannya masih di dalam mobil, Zhan memutuskan berpakaian dulu.
 
Pagi ini, Zhan mengenakan celana pendek dengan kaus oblong berwarna hitam. Di hari liburnya ini, Zhan yang sudah segar setelah mandi ingin menghabiskan waktu untuk membaca ditemani camilan. Tetapi tentu saja banyak yang harus dilakukan sebelum itu.
 
“Aish! Benar kata Mama. Seharusnya aku harus cari pekerja paruh waktu untuk membersihkan rumah,” Zhan menggerutu melihat ruang tengahnya tampak seperti kapal pecah. Namun, dirinya sangat lapar jika harus beres-beres terlebih dahulu.
 
***
 
Selesai sarapan, Zhan merasakan tubuhnya kembali penuh energi. Dengan semangat yang membara, Zhan bersiap membereskan rumah. Namun, melihat seonggok pakaian di sudut ruangan, Zhan tersadar jika lelaki yang ditolongnya telah pergi membawa pakaian miliknya. Zhan mengambil baju juga celana kotor itu lalu sesuatu terjatuh di kakinya.
 
Dompet? Ah! Dasar lelaki aneh. Sebentar lagi pasti akan kembali ke sini,” gumam Zhan sambil membuka-buka dompet di tangannya. Tak banyak uang di sana. Namun, Zhan melihat berbagai macam kartu di dalamnya.
 
“Wang Yibo.” Zhan membaca kartu identitas si pemilik dompet. Mengedikkan bahu tak peduli, Zhan melanjutkan acara beres-beres setelah menyimpan dompet itu di dalam laci.
 
Seperti dugaan Zhan, tiga jam kemudian bel rumahnya berbunyi.
 
Begitu Zhan membuka pintu, di sana lelaki yang semalam ditolongnya berdiri menatapnya. Tak ada lagi pakaian Zhan yang melekat di tubuh. Penampilannya sudah berganti dengan kaus juga jaket denim berwarna navy.
 
“Kau datang lagi?” tanya Zhan meremehkan. Sifat julidnya keluar begitu saja. Entah apa yang dilakukan Wang Yibo sampai membuat Zhan mengeluarkan sifat aslinya yang seperti ini. Bukan sifat Dokter Xiao yang dihormati.
 
“Boleh aku masuk?” tanya Yibo pelan. Walau wajahnya terlihat datar, akan tetapi Yibo juga berusaha bersikap biasa sejak tadi. Penolongnya tampak menawan dengan pakaian sederhananya.
 
Tapi dia lebih indah tanpa pakaian, batin Yibo mesum.
 
Wang Yibo hampir kembali memukul kepalanya jika Xiao Zhan tidak menyuruhnya masuk.
 
“Kau sudah pulang, ya? Di mana bajuku?” tanya Zhan basa-basi. Entah mengapa, Zhan sedikit antusias sejak menunggu pemuda yang belum diajaknya kenalan itu.
 
Mungkin mendapat teman baru di akhir pekan juga sedikit lebih baik, pikir Zhan penuh semangat.
 
“Hmm, aku akan mencucinya dulu. Nanti aku antar ke sini kalo sudah bersih. Ah, apa kau menemukan dompetku semalam? Mungkin jatuh di sekitar saat kau menolongku?"
 
“Ada. Tapi aku akan menyitanya sampai kau menjelaskan apa yang terjadi semalam mmm ... Tuan Yibo.”
 
Mata Yibo melebar mendengar ucapan penolongnya. Ternyata memang dompetnya ada pada lelaki itu. Kalau tidak bagaimana bisa namanya diketahui sedangkan mereka belum kenalan.
 
“Ternyata kau orang yang seperti itu. Menolongku untuk meminta imbalan, huh?” Yibo mencibir.
 
“Yak!” Zhan tak terima dikatai seperti itu. Kan, dirinya cuma ingin tahu. Bukan benar-benar minta imbalan. Apa salahnya ingin mengetahui apa yang terjadi dengan orang yang ditolongnya?
 
“Kau tak akan suka dengan yang kau dengar. Lagi pula aku tak akan mempertaruhkan hidupku hanya demi dompet itu.” Yibo berjalan ke arah pintu keluar.
 
Zhan yang melihat itu segera berlari membuka laci. Lalu menyusul Yibo keluar. Tak elok juga menahan barang milik orang lain. Zhan bukan orang seperti itu.
 
“Ini. Ambilah! Jangan lupa bajuku!”
 
Wang Yibo terpaku begitu dompetnya telah kembali. Namun, bukannya segera pergi, Yibo malah masuk kembali ke dalam rumah yang belum dikunci. Dirinya merasa tak enak pada orang yang telah menolongnya. Mungkin dengan mentraktir makan bisa sedikit membuat Yibo merasa lega karena tak memiliki hutang budi lagi.
 
“Mmm ... aku minta maaf,” ujar Yibo mengejutkan Zhan yang masih berjalan membelakanginya.
 
“Ya. Kenapa kembali? Ada yang tertinggal?” Zhan kembali berdiri menghampiri Yibo.
 
“Itu, aku minta maaf sudah bersikap tak sopan. Seharusnya aku berterima kasih. Aku ingin mentraktirmu makan. Kalo mau.”
 
Wang Yibo berusaha berkata sopan. Lidahnya sedikit kaku karena memang jarang bicara sepanjang itu. Dia sudah lupa kapan terakhir bersikap cerewet—mungkin sejak keluarganya meninggal tiga tahun yang lalu.
 
“Baiklah seseorang yang asing ingin mentraktirku makan. Kapan?” Zhan bertanya sembari menyindir jika mereka bahkan belum saling berkenalan.
 
“Eh?” Tanpa sadar Yibo tersenyum tipis. Dirinya tak menyangka hatinya masih bisa menghangat hanya dengan bicara ringan dengan orang asing. Orang asing yang telah menyelamatkan hidupnya.
 
Bukan pertama kali Yibo terluka ketika sedang bekerja. Diburu senjata juga tembakan bukan hal asing. Namun biasanya tak sampai membuatnya pingsan di tengah jalan.
 
Rasa sakit sudah menjadi bagian dari hidup Yibo yang kelam.
 
Sebagai pembunuh bayaran, Yibo dituntut tak lagi menggunakan hatinya. Di usianya yang ke-25 tahun, Yibo telah hidup dengan pengalaman tak terkira di dunia bawah. Kini, secara tiba-tiba seseorang berhasil mengetuk pintu hatinya walau sedikit. Yibo bisa menarik sudut bibirnya untuk tersenyum tulus.
 
“Boleh kutau namamu? Kau kuliah di mana?” tanya Yibo sudah mulai rileks. Sikapnya tak lagi datar juga tak sewaspada tadi.
 
“Hahaha! Kau pikir berapa usiaku? Namaku Xiao Zhan. Aku sudah bekerja di Beijing Hospital. Usiaku 30 kalau kau ingin tahu,” bisik Zhan di bagian akhir.
 
“?”
 
Wang Yibo menatap Zhan lekat. Tak tampak di wajah itu jika Zhan bahkan lebih tua darinya. Wang Yibo mengira Zhan masih berusia 20 tahun.
 
Melihat tatapan Yibo yang seperti itu, Zhan hanya tertawa. Entah mengapa, Zhan merasa cukup nyaman berbincang bersama Yibo meski tadi sempat kesal karena sikap datarnya. Kini, setelah melihat Yibo menunjukkan sisi lembutnya, Zhan ingin mencubit pipi Wang Yibo yang terlihat begitu imut. Namun, ditahannya keinginan konyol tersebut.
 
“Baiklah, kalo begitu Zhan Ge, nanti malam aku ke sini. Aku yang menentukan tempat. Aku pamit, ya.” Wang Yibo tidak tahan lagi. Tidak ingin terbuai dalam perasaan baru di hatinya, dirinya memutuskan segera pergi. Berharap malam segera tiba supaya bisa lekas menyelesaikan janji lalu mereka tak ‘kan bertemu lagi.
Zhan Ge? Imut sekali panggilannya. Zhan suka dengan panggilan baru itu.
Walau keberatan Yibo pergi,  Xiao Zhan 0hanya menghela napas berat. Biasanya juga sendirian di akhir pekan. Namun, setelah kehadiran Yibo di rumahnya walau beberapa jam, membuat Zhan kini merasa rumahnya sangat sepi. Zhan merasa kesepian.
 
Tak lagi memiliki mood untuk bersih-bersih apa lagi membaca, Zhan memutuskan pergi ke kamar lalu tertidur setelah menyalakan alarm. Zhan tidak ingin tidur sampai malam sehingga membuatnya batal makan malam bersama orang lain.
 
Tanpa disadari, hati Zhan yang sudah lama membeku pun tampaknya mulai mencair sedikit demi sedikit. Karena dirinya mulai mengharapkan bisa bertemu dengan seseorang. Sesuatu yang tak pernah terjadi sebelum ini selama 30 tahun kehidupannya.
 
***
 
Malam yang ditunggu telah tiba. Zhan telah bersiap jika sewaktu-waktu Yibo datang menjemputnya. Pemuda itu tak mengatakan akan datang jam berapa. Namun, untuk makan malam, sekarang masih terlalu dini.
 
Tak lama kemudian bel berbunyi. Zhan bergegas membuka pintu. Dilihatnya Wang Yibo dengan mantel tebal juga syal berwarna hitam yang melilit leher. Di tangannya terdapat dua kantong plastik cukup besar.
 
“Yibo? Kau bawa apa?” tanya Zhan penasaran dengan semua isi kantong itu.
 
“Bisakah aku masuk dulu?” tanya Yibo sambil menggigil. Dari mulutnya keluar udara.
 
“Astaga! Maafkan aku. Ayo masuk, sini kubantu,” ucap Zhan sambil mengambil salah satu kantong di tangan Yibo.
 
Begitu masuk, Yibo meletakkan bawaannya di atas meja. Seperti di rumahnya sendiri, Yibo langsung duduk meski pemilik rumah masih berdiri mematung menatapnya.
 
“Aku berpikir keluar rumah di cuaca seperti ini tak baik. Lebih baik kita makan malam di sini. Aku yang masak. Boleh, ‘kan?” Yibo menatap Zhan lekat.
 
Yang ditatap tentu saja hanya bisa gelagapan sambil mengangguk cepat.
 
Setelah mendengar persetujuan pemilik rumah, Yibo yang sudah tahu di mana letak dapur segera berlalu sambil membawa barang-barangnya termasuk kantong yang masih di tangan Zhan. Zhan bagai anak bebek hanya mengikuti. Otak di kepala masih mencerna dengan baik segalanya.
 
“Mm ... Yibo, kau akan memasak? Biar aku saja. Sini!”
 
“Aku yang berjanji untuk mentraktir. Zhan Ge duduk saja. Jangan khawatir, aku bisa masak.” Yibo mencoba bersikap tenang. Hatinya sedikit berdebar saat ini. Akan ada orang lain yang mencicipi masakannya.
 
Zhan yang disuruh duduk enggan melakukannya. Dirinya terus mengikuti setiap langkah Yibo. Meskipun sedikit risi karena terus diamati, Yibo tetap melakukan tugas. Sesekali matanya akan melirik Zhan yang fokus memperhatikannya.
 
***
 
Satu jam kemudian, akhirnya Yibo selesai memasak. Melihat Zhan yang terlihat antusias menatap hasil masakannya, Yibo cukup puas.
 
“Makanlah, ini sebagai tanda terima kasih karena telah menolongku. Maaf tak jadi mengajakmu keluar,” ujar Yibo sambil terus menatap Zhan.
 
“Tak apa. Ini juga makan malam, kau yang belanja kau yang memasak. Sama-sama mentraktir. Tapi, aku juga tak berharap apa pun saat menolongmu. Nanti setelah makan biar kulihat kembali lukamu. Nah, selamat makan!” Zhan berseru sambil mengambil sumpit. Begitu memasukkan makanan ke mulutnya, matanya berbinar cerah. Tak mampu berkata-kata karena terlalu sibuk mengunyah, Zhan memberikan jempolnya pada Wang Yibo.
 
Yibo tersenyum tipis. Tak sia-sia dirinya lebih memilih memasak jika Zhan begitu menyukainya. Andai tadi mereka memilih makan di luar, mungkin mereka hanya akan makan lalu berpisah di sana. Yibo tak yakin Zhan akan bersikap seperti sekarang begitu pun dirinya yang mungkin hanya akan menunaikan rasa ingin balas budinya saja.
 
Makan malam telah usai. Yibo memaksa untuk mencuci semua piring walau Zhan melarang. Tanpa sadar, mata Zhan terus terpaku pada dada Yibo yang terbungkus kemeja hitam.
 
“Zhan Ge! Zhan Ge!”
 
Zhan tersentak begitu merasakan tepukan di bahunya. Ternyata Yibo telah menyelesaikan pekerjaannya. Zhan bergegas mengambil kotak p3k lalu menyuruh Yibo membuka bajunya.
 
“Sini, duduklah. Biar aku periksa dulu.” Zhan menepuk sofa di sampingnya.
 
“Kau bekerja di rumah sakit sebagai apa? Apa hari ini libur?” tanya Yibo yang kini telah telanjang dada.
 
“Kau mau tahu? Besok datanglah ke rumah sakit. Kau harus diobati dengan benar.”
 
“Nah, selesai.” Zhan menatap puas salep yang telah dioles ke seluruh luka memar. Tanpa sadar tangannya mengusap dada Yibo yang tak terkena luka. Sentuhan itu cukup mengejutkan mereka.
 
Yibo merasa sekujur tubuhnya merinding. Sementara Zhan merutuki tangannya yang lancang.
 
“Eh! Ma-maaf, aku—”
 
“Mm, terima kasih.” Wang Yibo bangkit sambil mengenakan bajunya. Matanya tampak bergerak-gerak—gugup—tak mampu menatap Zhan.
 
“Y-ya. Kamu akan pulang sekarang?” Zhan kembali merutuki mulutnya. Dengan cemas Zhan menatap Yibo takut pemuda itu merasa Zhan tengah mengusirnya.
 
“Ya, mungkin aku harus pulang,” ujar Yibo.
 
“Baiklah. Jangan lupa besok datang ke rumah sakit. Aku akan menunggumu di sana. Katakanlah kau sudah ada janji denganku.” Zhan menuntut jawaban dari Yibo. Setelah Yibo mengangguk, Zhan cukup puas laku menepuk puncak kepala Yibo lembut.
 
Yibo berbalik meski enggan. Dirinya tak punya alasan untuk berlama-lama di sana. Lagi pula, masih ada satu pekerjaan yang belum selesai. Larut malam nanti, Yibo harus kembali membunuh supaya bayarannya cepat tuntas.
 
***
 
Sejak makan malam yang terakhir, keesokan harinya Wang Yibo datang ke rumah sakit tempat Zhan kerja. Biasanya dirinya tak pernah datang ke tempat seperti itu meski terluka.
 
Namun, Wang Yibo yang telah mengetahui pekerjaan Zhan, malah rutin hampir setiap hari datang hingga sekarang sampai tak terasa satu bulan telah berlalu. Luka Yibo juga sudah sembuh. Namun, kebiasaannya mengunjungi Zhan tak berhenti. Bahkan, Zhan juga mungkin akan merasa ada yang hilang jika Yibo tak datang barang sehari.
 
“Dokter Xiao, lihat! Kekasihmu datang lagi,” ujar Doktor Liu menggoda Zhan. Zhan hanya meninju bahu sang teman lalu berlalu menghampiri Yibo.
 
“Zhan Ge~ lihatlah! Tanganku tertusuk. Aku hanya ingin kau yang mengobatiku.”
 
Zhan menggeleng pelan. Untunglah dirinya tak ada jadwal operasi kali ini sehingga bisa sedikit memanjakan Yibo yang kini bersikap sangat jauh dari pertama mereka bertemu. Yibo tak segan merengek padanya jika tak dituruti keinginannya.
 
Entah bagaimana bermula. Namun, di antara mereka seolah telah terjadi kesepakatan. Mereka akan saling membutuhkan dan merindukan jika tak bertemu walau sehari.
 
Zhan terkadang penasaran dari mana luka-luka yang didapat Yibo. Namun, dirinya tak ingin bertanya jika Yibo sendiri belum ingin bercerita. Zhan tak ingin Yibo menjauh hanya karena rasa penasarannya tak bisa ditahan.
 
Sementara Yibo sendiri sebenarnya sangat ingin menjelaskan segalanya pada Zhan. Namun, setiap memikirkan Zhan akan menjauhinya, Yibo selalu merasa ketakutan. Yibo telah menemukan kenyamanan bersama Zhan.
 
Entah hubungan seperti apa di antara mereka. Tetapi jika Zhan digoda seperti tadi oleh rekannya, Zhan hanya suka tersenyum tanpa berkata apa pun.
 
“Ayo, ke ruanganku,” kata Zhan sembari menarik tangan Yibo yang tak terluka.
 
Begitu sampai, Yibo menatap Zhan lekat. “Zhan Ge, tak bisa libur di hari natal?”
 
“Kenapa?” tanya Zhan yang masih fokus membersihkan luka Yibo.
 
“Tidak apa. Aku hanya penasaran jika libur kau akan merayakan natal bersama siapa?” tanya Yibo yang sedikit murung memikirkan Zhan akan bersama orang yang dicintainya. Akan tetapi, sejauh ini Yibo tak pernah melihat kekasih Zhan.
 
“Natal kali ini aku tak pulang ke rumah Ibu. Mungkin sendirian di rumah sambil menatap pemanas ruangan terdengar cukup menyenangkan. Kau sendiri?”
 
“Aku ingin malam natal nanti menginap di rumahmu, Zhan Ge,” lirih Yibo yang membuat Zhan terpaku. Gerakan tangannya terhenti begitu saja. Matanya menatap Yibo yang juga tengah menatapnya.
 
Tak ada suara yang terdengar selain napas masing-masing yang beradu. Wang Yibo menyadari dirinya telah jatuh sangat dalam. Menatap Zhan seperti ini membuatnya ingin merengkuh Zhan lalu menciumnya lembut. Berpikir dirinya masih mengkhayal, nyatanya kepala Yibo telah bergerak sendiri ke arah Zhan, dan bibir mereka telah menyatu lembut. Seolah bibir mereka ditakdirkan untuk saling melengkapi.
 
Mata Zhan yang tadi melebar karena terkejut kini telah terpejam erat. Bibirnya merespons ciuman lembut Yibo dengan baik. Kini, bukan hanya suara napas yang terdengar, suara decap bibir telah menjadikan suasana di ruangan dokter yang dihormati itu berubah menjadi panas.
 
“Ngh~” Zhan meremas rambut Yibo. Sensasi baru itu telah menjalar memenuhi otaknya. Lenguh nikmat tak lagi dapat dibendung kala ciuman Yibo telah berubah menjadi semakin panas. Wang Yibo merasa sangat candu dengan apa yang berada di mulutnya. Bibir Zhan Ge-nya sangat manis. Dirinya tak bisa berhenti jika saja Zhan tak menepuk dadanya dengan keras. Zhan hampir kehabisan napas.
 
“Zhan Ge~ hh, aku- aku minta maaf telah lancang.” Yibo menunduk takut. Namun, bukan kemarahan yang didapatkan, Zhan hanya meneruskan pekerjaannya yang tertunda sembari terus menunduk. Zhan tengah malu. Namun, tak ada sedikit pun penyesalan baginya.
 
“Nah, selesai. Aku akan cepat pulang jika tak ada operasi dadakan. Kau bisa menungguku di rumah.” Zhan keluar ruangan setelah memberikan kunci rumahnya pada Yibo. Dirinya tak sanggup berlama-lama di sana. Atau pipinya akan matang sempurna.
 
Yibo yang mendapat hal tak terduga, menatap kunci itu penuh kebahagiaan. Dengan keyakinan penuh, dirinya bertekad untuk memberi tahu Zhan Ge-nya semua nanti malam. Dirinya tak ingin menyembunyikan apa pun lagi. Yibo percaya jika Zhan Ge tak mungkin menjauhinya. Zhan Ge sangat baik padanya selama ini.
 
***
 
Wang Yibo menatap jam dengan cemas. Dirinya kini tengah duduk di ruang tamu rumah Zhan. Waktu menunjukkan pukul 10 malam, tetapi Zhan belum kembali.
 
Tak lama kemudian Yibo melihat pintu terbuka, lalu Zhan muncul di sana. Terlihat Zhan sangat lelah lalu mendudukkan dirinya di sofa. Yibo kemudian pergi ke dapur dan menuangkan air.
 
“Ini, Zhan Ge minum dulu,” ujar Yibo lembut. Melihat Xiao Zhan kelelahan, Yibo mengurungkan pembicaraan pentingnya.
 
Mungkin besok saja aku bilang, batin Yibo sambil duduk di samping Zhan. Yibo berinisiatif untuk mengambil bahu Zhan dan memijitnya lembut.
 
“Apa ada operasi dadakan lagi?” tanya Yibo lembut.
 
Zhan mengangguk tanpa sadar bersandar pada Yibo. Dia cukup lelah malam ini. Rencana untuk pulang sore gagal saat tiba-tiba datang pasien yang membutuhkan bantuannya. Sambil tetap memejamkan mata, Zhan menyamankan duduknya dalam dekapan Yibo.
 
Yibo sendiri hanya membiarkannya. Dengan tangan kanan tetap memijit Zhan lembut, tangan kirinya telah beralih merengkuh pinggang Zhan dengan nyaman. Tak lama dirinya mendengar dengkuran halus, Zhan tertidur.
 
Wang Yibo tersenyum lembut menatap sosok dalam rengkuhannya. Terlalu cepat menyimpulkan mereka telah saling jatuh cinta. Namun, sebenarnya apa yang mereka rasakan jika bukan cinta? Bagi Yibo, jika kamu masih memiliki alasan untuk mencintai seseorang, bahkan itu bukanlah cinta. Yibo tak perlu alasan apa pun untuk merasakan perasaan barunya untuk Zhan. Dengan hati-hati, Yibo mencoba bangkit dan mengangkat tubuh Zhan yang tak kecil.
 
Wang Yibo berjalan ke kamar Zhan hati-hati. Tak ingin membuat pria itu terbangun. Begitu selesai meletakkan Zhan di kasur, dirinya mencuri sebuah kecupan di dahi lelaki itu lalu mencoba membuka mantel Zhan dan kaus kakinya. Setelah itu Yibo ikut merebahkan diri di samping Zhan.
 
Xiao Zhan tanpa sadar bergerak mencari tubuh Yibo. Begitu ditemukan, pelukannya mengerat membuat Yibo semakin menarik senyumnya. Meski di luar cuaca sangat dingin, mereka tak merasakannya. Kehangatan menjalari tubuh mereka bahkan sampai ke dasar hati yang paling dalam.
 
***
 
Cahaya mentari telah bersinar terang di luar sana. Mereka malu-malu menyelusup ke celah-celah gorden tempat dua anak adam terlelap. Begitu sinar mentari sedikit mengganggu karena silaunya, Yibo membuka matanya. Tak lama, Zhan juga terbangun dan langsung menatap wajah tampan Yibo.
 
Begitu Zhan akan bangkit karena terkejut, dirinya tak bisa melepaskan diri. Tangan Yibo melingkar erat di tubuhnya.
 
“Aku ketiduran, lagi?” tanya Zhan sambil menghela napas.
 
“Seharusnya kau mengambil cuti, Zhan Ge. Kau terlihat sangat lelah.” Yibo menjelaskan kecemasannya.
 
Sebenarnya sebagai dokter, lelah sudah biasa. Namun, karena hanya Zhan yang terlalu baik, jadi akhir-akhir ini sering kali dirinya mendapat panggilan untuk melakukan operasi dadakan meski itu bukan tugasnya.
 
“Sepertinya kau benar. Aku terlalu lelah. Ah~ kenapa tubuhmu sangat nyaman dipeluk?” Zhan mengeratkan pelukannya. Tak lagi peduli apa yang dipikirkannya saat terbangun tadi.
 
“Benarkah?”
 
“Hmm. Kau hangat, Yibo.” Zhan kembali memejamkan matanya.
 
“Zhan Ge ... bagaimana jika aku tak sebaik yang kau tau? Bagaimana jika aku seorang penjahat? Apa kau masih akan membiarkanku berada di sekitarmu? Memelukmu seperti ini?” tanya Yibo lirih. Matanya terpejam memikirkan berbagai kemungkinan.
 
Dahi Zhan mengerut bingung. Lalu matanya terbuka. Dilihatnya Yibo yang terpejam.
 
“Kenapa tiba-tiba bertanya? Kau sudah ingin memberitahuku tentang semua lukamu?” Zhan mengusap pipi Yibo. “Siapa pun dirimu, aku berterima kasih telah hadir di sisiku. Apa kau berpikir aku mencintaimu? Jangan tanya itu, karena aku juga tak tau. Aku hanya merasa ingin selalu bersamamu, Yibo.”
 
“Aku bekerja sebagai pembunuh bayaran. Telah banyak orang yang mati di tanganku. Sedangkan dirimu telah menyelamatkan banyak orang dengan tangan sucimu. Bagaimana aku bermimpi untuk selalu bersamamu? Bukankah aku sangat lancang?” Yibo menatap Zhan serius. Ekspresi Zhan yang terkejut tertangkap matanya. Namun, setelahnya Zhan tersenyum lembut ke arahnya.
 
“Kau tau, Yibo? Terkadang ... aku juga ingin membunuh seseorang. Namun, sebagai dokter aku tak mampu. Hatiku tak seputih itu hingga tak mampu membenci orang lain. Aku tak sebaik itu,” Zhan berucap sambil tersenyum. “Jika kau membunuh karena disuruh, tapi hatiku selalu ingin membunuh karena itu memang keinginanku. Bukankah kau yang paling suci di sini?”
 
“Siapa gerangan orang yang sangat kau benci itu, Zhan Ge? Biarkan aku melenyapkannya untukmu. Tanganmu akan tetap bersih, hm? Sepertinya aku juga harus sedikit istirahat. Aku tak akan menerima job sampai Januari nanti. Akhir-akhir ini aku sering terluka, itu tak keren.” Yibo sedikit cemberut mengingat sudah tiga kali dalam sebulan dirinya terluka, meski yang terakhir tak separah saat pertama ditemukan Zhan.
 
“Kau akan membantuku?” tanya Zhan antusias. Matanya berkilat. Tatapan itu tak pernah dilihat Yibo sebelumnya. Ternyata dia mencintai seseorang yang lebih kejam dari dirinya. Namun, sisi lain Zhan sepertinya selalu berhasil menekan keinginan kuatnya itu selama ini.
 
“Hmm. Aku akan melakukan apa pun untukmu. Tapi sekarang, lebih baik kita bangun dan makan. Aku kelaparan dari kemarin.”
 
“Ah! Kau menungguku di sini sejak sore? Astaga, maafkan aku yang malah tidur semalam.” Zhan hendak bangkit namun Yibo menariknya kembali hingga Zhan terjatuh menimpanya.
 
Yibo membalikkan tubuh dan menatap Zhan lembut. Tak menunggu persetujuan Zhan, Yibo mengecup bibir Zhan pelan. Lalu mengecup dan terus mengecup hingga Zhan memejamkan kedua matanya.
 
Kecupan demi kecupan telah berganti menjadi lumatan. Yibo merasa sangat candu akan Zhan. Dirinya tak mampu berhenti namun harus berhenti. Maka, begitu mendengar Zhan mendesah dalam bibirnya, Yibo menarik diri setelah memberi kecupan terakhir.
 
“Maaf, itu tadi—”
 
Cup!
 
Walau sedikit malu, Zhan memotong ucapan maaf Yibo dengan kecupan. Lalu segera bangkit dan berlalu ke kamar mandi. Yibo sendiri cukup terkejut lalu bibirnya melengkung indah. Senyumnya tak pernah selebar ini sebelumnya. Ah, Yibo sangat ingin menyusul Zhan. Namun, jika itu dilakukan mereka tak akan makan pagi ini.
 
Yibo memutuskan ke dapur dan mencuci muka di wastafel. Lalu mulai mencari bahan-bahan makanan.
 
Tengah fokus memotong sayur, Zhan menghampirinya. Mengambil alih pisau di tangan Yibo. “Pergilah ke kamar mandi. Kau belum menyikat gigi.”
 
Wang Yibo menurut.
 
Tak lama, Yibo kembali ke dapur dan melihat Zhan hampir menyelesaikan pekerjaannya. Wang Yibo menata piring di meja makan lalu menuang dua gelas susu.
 
Pagi menjelang natal yang sangat indah. Walau mereka makan dalam diam, namun senyum yang hadir di wajah mereka melukiskan betapa mereka sangat bahagia bersama, melakukan hal-hal sederhana seperti itu. Ke depannya, Zhan mau pun Yibo hanya bisa berharap jika mereka akan selalu bersama. Terlepas dari apa dan siapa mereka dalam identitasnya. Mereka tak butuh persamaan dalam hubungan, justru dengan saling melengkapi dan saling mengerti, kenyamanan akan selalu bersama mereka.
 
Apa pun itu yang disebut cinta, bagi mereka ... cukup dengan selalu bersama, maka itu disebut cinta. Jika salah satu dari mereka menjauh maka mungkin akan sama-sama sekarat dalam rasa sakit.
 
End
 
Halo, Kak Alan. Pibesdey buat Kakak yang ultah. Moga kesehatan selalu menyertaimu. Tak banyak kata yang mampu kutuliskan di sini. Tapi, aku berharap semua kebaikan akan selalu Kakak dapatkan. Terakhir ... Selamat Natal juga tahun baru! Tengkyu telah membuat event ini, Kak. Membiarkanku melatih sedikit demi sedikit kemampuanku.

 Byee!

Karya : Sulungsulung
 
 
 
 
 
 

Kumpulan Cerita Lomba Yizhan/ZhanyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang