Setelah nyaris seminggu tinggal di rumah orang tua Adel, kini waktunya Gaven dan Adel berpindah ke rumah orang tua Gaven. Itu adalah kesepakatan yang telah mereka berdua sepakati, untuk memberikan waktu yang adil sebelum mereka berdua pindah ke rumah yang katanya sudah Gaven beli dengan jerih payahnya sendiri.
Dipikir-pikir sih, kayaknya tidak mungkin lelaki itu bisa menabung dan membeli rumah. Adel juga sempat bertanya pada Gaven apakah rumah itu masih dalam cicilan, atau sudah lunas. Dan dengan sombongnya, lelaki yang kini menjadi suaminya itu bilang kalau Gaven membeli rumah itu secara tunai.
"Bun, katanya Gaven beli rumah sendiri, ya? Kok Adel nggak percaya ya? Wong gajinya aja nggak beda jauh sama Adel kok." Adel berbisik pada Bunda yang sedang berkutat dengan bunga.
"Iya, Bunda juga bingung, soalnya Gaven nggak pernah minta tambahan untuk beli sesuatu gitu." Bunda membalasnya dengan rasa penasaran yang sama. Hal itu pun membuat Adel kecewa dan menyerah untuk bertanya perihal itu. Gampanglah nanti ia bisa bertanya langsung saja.
"Bun, nanti kalau Gaven jadi kurus setelah tinggal sama Adel, Bunda jangan marahin Adel ya, Bun."
"Emangnya kenapa, kok bisa kurus?"
"Soalnya mau Adel kasih makan nasi sama telur goreng doang, Bun."
"Lah, kenapa begitu?"
"Soalnya Adel cuma bisa masak itu," jawab Adel sambil nyengir. Merasa bersalah karena Bunda adalah perempuan yang sangat lihai memasak. Gizi Gaven pasti terjamin ketika di rumah Bunda dan rumah Mama. Namun, nanti ketika mereka hanya berdua, siapa yang akan memasak, coba? Mana Adel dan Gaven juga sudah sepakat kalau mereka tidak akan pakai jasa asisten rumah tangga, pula.
Jadi untuk jaga-jaga, lebih baik Adel bilang terlebih dahulu pada Bunda supaya tidak kaget, kalau-kalau anaknya jadi kurusan.
Bunda tertawa. Ia meletakkan gunting dan bunga yang sedang ia pegang untuk menepuk pelan pundak Adel. "Nanti juga naluri istrinya muncul sendiri, Del. Kalau sudah punya naluri itu, kamu pasti tiba-tiba jadi pengin memberikan yang terbaik untuk suami kamu."
"Kok bisa gitu ya, Bun? Nanti kalau Adel lama banget dapet naluri itu, gimana?"
"Ya nggak papa. Kalau kamu khawatir Gaven kurusan setelah tinggal sama kamu, kalian bisa ke rumah Bunda atau Mama sesuka kamu. Pokoknya nggak usah sungkan."
"Ya udah kalau gitu, deh, Bun. Jangan kaget ya nanti Adel sama Gaven bakalan sering minta makan ke sini."
"Halah, kayak nggak biasanya begitu."
Adel dan Bunda tertawa. Apalagi keyataan bahwa sejak sebelum menikah pun, Adel sudah sering sekali menumpang makan di rumah Bunda. Ia bahkan sering kali meminta masakan tertentu, karena Bunda benar-benar lihai memasak.
Tidak lama kemudian, Gaven datang dengan membawa sebuah koper berukuran besar. Bisa Adel tebak, semua itu adalah baju-baju Gaven yang ingin dibawa ke rumah baru. Sebenarnya pindahnya bukan hari ini, tetapi Gaven bilang jika ia ingin mulai memindahkan beberapa barang dan baju. Awalnya Adel tidak setuju, lagian ngapain bawa-bawa banyak barang kalau nanti Adel dan Gaven juga akan sering datang ke sini.
"Pokoknya barang lo lebih banyak ketimbang gue ya, Gav," sindir Gaven dengan ekspresi cemberutnya.
"Ini belum semua, Del. Gue nggak bawa banyak-banyak, karena pasti lo bakalan ngomel." Gaven membalas dengan santai, lalu mengambil duduk di samping istrinya. "Nggak usah bawel, sekarang let's go, kita nyari furniture buat rumah baru."
"Lah, ternyata belum diisi rumahnya?"
"Ya belum, lah. Mana ada waktu, sementara gue sibuk kerja?"
"Oke, deh. Tapi janji ya, nanti di sana jangan kebanyakan debat! Kalau iya, gue tinggal balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Let's Do It
RomanceBersahabat dan masih sama-sama sendiri hingga usia nyaris menyentuh kepala tiga, membuat orang tua Gaven dan Adel gemas sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menjodohkan keduanya. Dikira akan saling menolak, keduanya justru melakukan tindakan yang...