3. Ini tentang Yin

21 6 1
                                    

Tahta tertinggi dalam kehidupan yang ada disini adalah Malaikat. Lalu, akan ada Tuhan yang mengatur semuanya. Tahta tertinggi dalam kehidupan manusia adalah dia yang berani melawan rasa takut dirinya sendiri.

Yin memandang beberapa teman-temannya yang masih asik dengan game lotre itu. Padahal Yin sudah menduga jika dirinya akan kalah dalam sekali main. Dia sudah terbiasa bermain hal bodoh semacam itu, tak hanya sekali namun bisa mencapai ratusan kali dalam setahun. Namun, Yin selalu kalah dalam sekali main.

"Ah, bodoh! Kau harusnya menebak yang itu! "

"Tidak! Nomor yang ini adalah pemenangnya! " seru dari beberapa rekan Yin yang tengah berebut. Yin tidak sanggup mendengar celoteh teman-temannya itu, tapi dia hanya akan berdiam diri disini.

Selang beberapa saat, setelah teman-teman Yin juga kalah dalam bermain lotre, mereka meninggalkan tempat itu dengan gusar. Wajahnya terlihat seperti sedang kecopetan, entah berapa ratus lembar uang yang digunakan untuk bermain lotre hari ini.

"Kau ini, harusnya tadi kau memilih angka 4. Kenapa kau malah memilih angka 133!" Seru Thon dengan mata tajam mematikan. Yin menggeleng pasrah, takkan berhenti membahas lotre jika mereka kalah.

"Karena aku tahu, jika aku memilih angka 4 maka itu hanya berartikan aku bunuh diri! Apa kau mau teman setampan ini harus mati karena bunuh diri?! " Jeff membusungkan dadanya dengan percaya diri, Thon hanya membalasnya dengan tawa hambar. Yin berdecak sebelum meninggalkan perjalanan mereka dengan jalan yang berbeda.

Suara samar dan bisikan harum dari bunga liar dan daun-daun yang gugur tiap harinya, menjadi salah satu tempat terbaik untuk Yin jika ia tengah kesal. Bagaimana pun disini sangat menenangkan, bahkan bisa membuat Yin tertidur pulas. Sebuah batang pohon besar dengan berbagai macam kehidupan didalamnya.

Yin mengetuk sisi batang pohon itu dengan laras. Lalu sebuah pintu masuk terbuka. Yin tersenyum simpul sebelum memasuki penginapan itu.

"Ah, kau baru datang?" suara keras dan begitu menggema ditelinga Yin. Sangat mengganggu bagi Yin saat makhluk itu datang, salah satu iblis yang berhasil mengendalikan manusia. Yin pernah sempat untuk berguru dengannya, namun naas saja dia tak lulus karena sikap cuek yang Yin miliki.

Greorgo dengan wajah mengerikan, bahkan bau yang amat sangat menyengat. Yin menatap wajah itu seakan penuh kebencian, bagaimanapun Yin tak ingin berurusan dengan makhluk nakal seperti Greorgo itu. Bahkan mungkin dia menyesal pernah ikut berguru dengannya. Sudah tak yakin lagi jika makhluk itu akan berlaku baik padanya.

"Aku tidak ada urusan, aku akan pergi. " dengan segera Yin menembus kulit pohon itu tanpa perintah. Greorgo dengan kesusahan mencari jalan keluar dari pohon itu. Tak berselang lama, Greorgo dapat dengan mudah menemukan Yin yang sudah berlari sangat jauh. Bahkan menusia biasa pun tak larat untuk menandingi kecepatan lari itu.

"Kau tak bisa mengindar, kau harus menjadi budakku! " seru makhluk itu dengan begitu nyaring. Bahkan pohon-pohon dapat bergetar saat mendengar suara itu. Yin terdiam tak bergeming, wajah cueknya masih senantiasa ada disana.

"Tidak aku ak-

bug!

"Ah, maaf anak muda! " seru seorang pria dengan jaket putih panjang dan topi yang menutupi rambutnya. Yin tersentak lalu tersenyum dengan mengangguk pelan.

"Kau tidak apa-apa? " tanya pria itu yang tak lain adalah War. Dengan berpenampilan seperti itu, War telah yakin tidak akan ada yang mengenali dirinya. Yin kembali tersenyum, entah mengapa senyum itu begitu manis dimata War.

"Aku tidak apa-apa. " balas Yin singkat sebelum ia berdiri dan menatap War yang berada dihadapannya. Tatapan mata itu berpisah sesaat setelah Greorgo mengaumkan suara yang sangat keras.

"KAU AKAN BERHUTANG DENGANKU! " setelahnya Greorgo menghilang dalam satu kedipan, Yin bernafas lega setelah melihat makhluk itu menghilang. Jujur saja dia masih takut untuk menghadapinya sendiri. Setelah Clay jatuh dan mati saat menghadapu makhluk seperti Greorgo itu.

Jadi dengan jelas, jika Yin tak akan pernah mau berhubungan dengan makhluk nakal seperti Greorgo. Karena dia tak ingin mati sia-sia seperti kakaknya itu. Saat melihat Yin yang terdiam cukup lama. War memegang bahu Yin dengan kuat, tentu setelahnya Yin tersadar.

"Apa kau berurusan dengan makhluk itu? " tanya War dengan sedikit intimidasi disana. Yin terhenyak, sebelum menggeleng dan menjawab, "Tidak. "

"Apa kau tau siapa yang berbicara denganmu ini? " tanya War lagi untuk memastikan identitasnya. Yin menghela nafas dan mengangguk kuat. War kini yang terdiam, namun dengan segala cara dia akan kembali menjaga raut wajahnya.

"Salah satu komplotan dari para iblis. Ah, tidak. Serigala. " dan War menatap Yin lekat-lekat. Dia bisa langsung diketahui oleh orang seperti Yin itu.

"Dan kau sendiri? Apa kau mengenalku? " Yin menyibak dengan pertanyaan bergilir untuk War. Dengan sadar War menggeleng, lalu mengangguk ragu. Itu hal yang sangat ketara dimata Yin.

"Tak masalah, aku tak akan keberatan untuk memperkenalkan diri-

"Tidak, tidak perlu repot-repot. Aku akan pergi, sampai jumpa. " lalu, War pergi begitu saja. Yin memasang wajah muram setelah ditinggal oleh War.

Yin akan mengira jika penginapan ini takkan bertahan lama lagi. Para arwah akan segera terganggu dengan kedatangan para serigala itu. Padahal Yin sudah mengatur strategi agar para arwah tak ketakutan saat bertemu atau bahkan berhadapan dengan serigala.

Namun, pertahanan ini hanya berlaku untuk satu hari. Setelah itu para arwah akan kehilangan ingatan yang baru saja mereka pelajari. Sejujurnya Yin tahu mengapa itu terjadi, sebab iblis yang menghuni kawasan ini ingin menghancurkan penginapan itu setelah sekian lama, semakin banyak arwah gentayangan yang menghuninya.

"Kau disini? Kenapa tidak masuk saja? " Daniel, satu-satunya teman Yin yang berdedikasi sama seperti Yin. Manusia yang menjaga penginapan arwah, bahkan tak hanya arwah. jasad-jasad berserakan pun mereka yang selalu membersihkan, agar arwah dapat kembali dengan tenang.

"Aku sedang ingin berjalan-jalan saja. " sorot mata Yin meninggalkan bekas pasif disana. Daniel dengan segera menyeret Yin untuk masuk ke penginapannya. Sebuah bongkahan batu raksasa disana dengan aroma yang manis untuk hidung manusia.

"Jadi, apa masalahnya?" tanya Daniel seketika. Yin sedikit melayangkan pemikirannya hingga tak tetap untuk menjawab. Daniel tahu jika Yin sedang memikirkan sesuatu yang serius. Jelas dari sorot mata, bahkan bola mata yang tampak ragu untuk terlihat.

Jika berhadapan dengan Daniel yang selalu paham dengan keadaan Yin. Dirinya selalu tak sempat untuk menghindar, bahkan sampai dalam waktu sedetik ia melihat. Daniel akan mengetahuinya.

"Aku tengah berpikir untuk meninggalkan penginapan ini. " ujar Yin dengan laras ragu.  Daniel mengerutkan keningnya,  mulutnya bertanya tanpa sopan.

"Untuk apa? Apa kau akan mati? " dengan begitu, Daniel dapat melihat perubahan serius wajah Yin.

"Tidak. Ini tentang para arwah. "

"Mengapa? -

"Mereka akan hancur sebentar lagi. " dan Yin menatap wajah Daniel begitu lekat, seakan tak mau terlepas.

TBC

*Jangan lupa votenya manteman

Different Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang