06. Dinding

297 25 0
                                    

Sikap dinginmu selalu membuatku sulit melangkah maju masuk ke dalam kehidupanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sikap dinginmu selalu membuatku sulit melangkah maju masuk ke dalam kehidupanmu.











Apakah aku memang tak pantas?

~~~

"Pelan-pelan, Mas."

Mas Adam sangat kesusahan saat menaiki tangga teras rumah kami. Dibantu tongkat dan diriku yang memapahnya, mas Adam masih meringis sesekali.

"Alhamdulillah," katanya saat kami berhasil sampai di sofa. Mas Adam menyentuh kakinya yang masih dibalut gips. Dokter mengatakan kakinya masih belum membaik.

"Mas mau minum? Atau mau hal lain?"

Mas Adam menggeleng. "Aku lagi nggak mau apa-apa, Rin."

"Ya udah, Mas, aku pamit ya mau keluar sebentar."

Aku meraih tangan suamiku dan menciumnya. "Pamit, ya, Mas, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku akan pergi ke toko. Sejak mas Adam mengalami kecelakaan 3 hari lalu aku belum pergi ke sana sama sekali.

Tin tin

Sebuah motor berhenti tepat di depanku. Orang itu membuka helmnya. Abi, laki-laki itu tersenyum lalu turun dan menghampiriku.

"Mau ke mana?"

"Mau ke toko, Bi. Kamu kok bisa ada di sini?"

Dia mengalihkan pandangannya dari rumahku. "Iya ke rumah saudara. Mau aku anterin, nggak?"

Langsung aku menggeleng, mana mungkin kami pergi bersama. Naik motor pula. "Nggak usah, aku naik taksi aja."

"Kamu kenapa, sih, nolak aku mulu? Padahal aku cuma mau niat baik sama kamu."

"Bi, kamu tau, kan, statusku sekarang, mana mungkin aku boncengan sama kamu, sementara ada suamiku di rumah."

Terlihat Abi menggelengkan kepalanya. Seulas senyum terbit di wajahnya. Laki-laki itu berjalan menjauh dariku dan mendekati jalan raya. Tangannya melambai saat sebuah taksi datang mendekat.

"Seenggaknya aku bantu kamu berentiin taksi."

"Rin, kamu nggak ada niatan buat nolak lagi, kan?"

Aku tertawa mendengar penuturan Abi barusan. Berjalan mendekatinya dan masuk ke dalam taksi yang sudah ia bukakan pintunya. Saat kuliah waktu itu juga Abi sangat baik, dia teman yang pengertian.

"Makasih, Bi."

Abi tersenyum lalu dia menutup pintu taksi. Dari kaca jendela aku melihat Abi memakai helmnya dengan tergesa-gesa dan menjalankan motornya mengikuti taksi yang aku naiki. Aku yakin pasti dia akan datang ke tokoku, seperti biasanya.

"Wah, Mbak Rini. Akhirnya datang, selamat datang, Mbak Rini."

Tika menyambutku dengan ramah, seperti biasa gadis periang itu akan bercerita banyak tentang toko selama aku tidak ada.

Bidadari Surgaku (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang