3. Inti

1.1K 10 0
                                    

Kini aku sudah sekitar sebulan sejak pertama kali aku ngegym. Aku dan Marnu selalu ngegym bersama. Aku pun makin mengenal beberapa orang di gym itu dan mengenali beberapa member gym juga, walau aku masih sedikit sulit berkenalan dengan orang baru. Sampai sekarang aku lebih dekat dengan Marnu dan Sakti saja sejauh ini, terkadang kami selalu ngobrol dulu sejenak di meja resepsionis sebelum pulang, sampai-sampai resepsionis satunya, Erlangga, jadi kesulitan saat kerja. Dia sampai ikut nimbrung untuk mengeluh. Kami seringnya hanya mengasihaninya dan membuatnya nyaman. Akhirnya kami pun jadi akrab. Pengalamanku sejauh ini ngegym lumayan bagus, tapi...

Dia masih saja menggodaku! Entah kenapa ia terus saja melakukan sesuatu yang membuatku tidak nyaman terus. Awalnya, ia menggangguku saat di ruang bilas, tapi kini aku diganggu saat di sauna, di loker, dan bahkan saat latihan! Ia lakukan saat sepi lagi, jadi sulit menemukan orang lain yang bisa jadi saksi mata. Ada rasa takut juga tak nyaman di dalam diriku, tapi di saat bersamaan, aku tidak bisa terlepas darinya. Apa yang sudah dia lakukan padaku?! Argh!! Pusing aku!

Oke lanjut dari situ, Kini, di tempat kerjaku, aku tentunya seperti biasa sedang mengerjakan bagianku untuk proyek yang sedang berjalan di perusahaan. Aku seperti biasa sedang membaca dan mengolah dokumen serta data yang terkait di komputer kantor. Dari yang aku pahami sih, proyek kali ini merupakan kolaborasi antara perusahaanku dan perusahaan.... eh tunggu.... INI KAN?!

"Oy, kenapa sih lo? Pagi-pagi dah keliatan sewot"

Ugh... sebenarnya aku malas meladeni orang ini di saat seperti ini. Yap, ia Leri, sahabatku yang entah kenapa agak mengesalkan saat jam kerja. Seperti biasa, kini ia mengistirahatkan dagunya di pembatas "ruang kerja" ku, ditambah dengan wajahnya yang terlihat polos tak berdosa yang entah kenapa begitu mengesalkan jika di waktu yang tidak tepat. Karena moodku lagi tidak mendukung, aku berusaha menjawab seperlunya saja.

"Kaget aja kok, Ler. Gak ada apa-apa"

"Ohh... gitu..."

Mendengar jawabanku itu, Leri bukannya move on, mungkin lanjut mengerjakan hal lain, ia malah masuk ke bilik kerjaku dan kini ia berada di belakangku sambil memegang bahuku dengan cukup keras. Ish... bikin kesal aja. Aku berusaha menepis, tapi genggamannya lebih kuat dari yang kukira, jadi aku biarkan saja dan berusaha agar tetap fokus.

"yah... projek sekarang besar sih. Dari yang gua denger sih bakal kolaborasi kan? Sama perusahaan sebelah?" Leri bilang.

Yaampun nih anak emang telinganya tajam banget. Sangat tepat sekali tebakannya. Aku tak menyangkal dan mengonfirmasikan jawabannya itu.

"Iya nih. Sumpah gak nyangka" Ku tambah. Entah mengapa tiba-tiba cengkramannya mengeras. Ingin aku berbalik, tapi saat itu juga, wajahnya sudah dekat di sebelah wajahku.

"Kok gak nyangka? Emang ada kenalan disana? Bukannya bagus jadinya ada relasi antara perusahaan kita dengan yang sebelah?" ia terheran.

Mendengar pernyataannya itu, membuatku agak panik. Aku tentunya tidak ingin memberitahu dia kalau aku berteman dengan CEO perusahaan itu. Sejujurnya walau sudah sebulan dengannya, aku masih tidak percaya kalau Marnu adalah seorang CEO, ditambah lagi perusahaan sebelah... satu kota, satu daerah, rival perusahaan sejak beberapa tahun ke belakang.

Sebut saja perusahaan ku namanya Surya Co. dan perusahaan Marnu namanya Rembulan Corp. Di kota ini, dua perusahaan ini sudah begitu terkenal di kalangan investor dan dunia perusahaan ibukota.

Memang dari banyak bisnis di kota ini, dua perusahaan ini adalah dua superpower. Walaupun begitu dua perusahaan ini masih bersaing dengan sehat, namun sengit. Tak jarang perusahaan kami ini saling merebut headline majalah dan koran lokal di masanya.

Akan tetapi, walau masih ada udara persaingan antara kedua perusahaan, tapi sudah kian mereda sepertinya, walau aku tidak tahu menahu cara berpikir para CEO ini. Tetapi yang aku yakini, mungkin kedua perusahaan ini akhirnya memilih untuk menjalin hubungan sehat antara keduanya. Project kolaborasi ini lah salah satu buktinya.

"Ya elah apaan sih? Bukan apa-apa sebenarnya, cuman perasaan aja. Tumben aja gitu lho" Jawabku seperlunya. Jujur itu memang apa yang ada dipikiranku. Selebihnya Leri hanya melihatku dan entah kenapa, kini tangannya yang bermula dari pundakku kini turun ke lengan atasku. Ia remas dan raba. Rasanya begitu aneh posisi yang tak nyaman ditambah dengan aksinya itu... tapi ia pun menambah dengan pertanyaan.

"Gimana nih ngegym? Asik kah? Keliatannya rajin banget, sampai kerasa nih ototnya agak mengeras" Komen Leri. Aku cukup terkesiap mendengar pertanyaannya itu, seolah kini ia menyirat rasa peduli. Tumben sekali...

"Asik kok! Gua pun jadi banyak teman dan kenalan disana. Makanya jadi rajin" ku jawab. Hanya oh saja yang keluar dari mulutnya, membalas responku. Ia lalu lanjut meraba tubuhku. Anehnya, kini tangannya mulai disisipkan ke dadaku.

"Eh-!" aku tentunya kaget dan menepis tangannya itu, namun terlihat kalau Leri tak bergeming dan sedikit memaksakan tangannya menyentuh dadaku yang tentunya masih dibalutkan dua lapis baju, baju kemeja dan singlet tipis.

Aku sudah cukup memberontak, namun tidak sampai membuat gaduh ruangan agar tidak ada yang berpikir yang tidak-tidak dengan aktivitas kami ini. Akan tetapi, ia masih saja memaksa. Dengusannya begitu terdengar di telingaku. Aku tidak tahu maksud Leri ini apa, tapi jujur aku jadi sedikit ngeri.

"Apa sih, Ler! Udah ah!" aku minta padanya, masih memberontak

"Udah sih, Wan. Gak bakal gua apa-apain juga. Mau cek aja gua pertumbuhan lho gimana. Mumpung gua juga pernah ngegym disana" Ia bilang sambil masih memaksakan diri.

Aku jadi mereda sedikit dan tentu saja, tangannya kini sudah tepat berada di tangannya dengan posisinya masih berada di belakang ku. Setelah tangannya sukses meraih dadaku, ia sedikit meraba juga meremas. Remasannya cukup kuat sampai rasanya agak sakit.

"Argh... ssssttt...." suara yang aku keluarkan. Mengeluarkan suara tadi betul-betul langkah yang salah, tapi jujur reaksi tadi itu begitu spontan. Tak terasa kin ia sudah meremas dadaku. Aku entah kenapa malah menyender di kursi ku itu, tenagaku rasanya sudah dikuras semuanya dan hanya bisa merasakan aksinya yang seharusnya sangat tidak senonoh ini. Aku hanya bisa mengerang pelan karena aku takut suaraku akan mengundang pasangan mata orang lain.

Anehnya selama itu juga, Leri tidak berbicara sedikitpun. Aku bisa mendengar napasnya yang memburu di telingaku. Ugh... begitu tidak nyaman. Aku harap semua ini bisa berhenti.

Tiba-tiba saja, ia langsung melepaskan tangannya dan memberi komennya.

"Yep, dada lo jadi makin montok, Wan! Hahahhaa! Si endut makin berbentuk nih!" komennya dengan nada bercanda disusul dengan tamparan keras pada punggungku. Mau aku membalasnya, tapi ia langsung kabur ke bilik kerjanya lagi sambil bilang,

"Semangat ngegymnya, Wan!" sebelum langkah kakinya perlahan mulai memudar, meninggalkan ruangan. Aku hanya bisa mengerang kesakitan pada tamparannya itu. Sakit... perih sekali. Namun yang paling aneh adalah sensasi itu....

***

***

***
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kelanjutan ceritanya dapat dicek di laman karyakarsa saya,

karyakarsa.com/Elysionaire

Budak Korporat: Gym BuddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang