Bab 5 Obat dari Segala Masalah

1.4K 16 1
                                    

Sepanjang hari Juan tidak berhenti tersenyum di dalam ruangan kerja mengingat perlakuan manis yang telah Aira lakukan kepadanya.

"Dia, manis sekali," tutur Juan sembari memandangi layar laptop yang memperlihatkan rekaman kamera di apartemennya.

Tok tok tok

Juan buru-buru menutup sedikit laptopnya agar apa yang ia lihat tidak di lihat orang lain. Ia kembali memasang wajah datarnya sebelum bertemu dengan siapa yang saat ini mengetuk pintunya.

"Masuk!" seru Juan menegakkan tubuhnya menatap lurus ke depan.

Sosok sekretaris Bass muncul dari balik pintu, tetapi ia tidak sendirian. Sekretaris Bass datang dengan seorang wanita paruh baya dengan gaya nyentrik nan glamour. Wanita itu adalah Lita, ibu Juan.

"Mama, kenapa kemari?" tanya Juan dengan nada suara yang acuh tak acuh.

Lita tersenyum manis kemudian duduk di kursi depan Juan. "Apa Mama tidak boleh datang mengunjungi putra Mama yang super sibuk ini?"

Juan tak bereaksi sama sekali, ia masih tetap fokus dengan layar komputernya. Bukan suatu hal yang mengagetkan bagi Lita diacuhkan oleh Juan. Ia memaklumi jika Juan bersikap sedingin ini kepadanya.

"Sebenarnya Mama ingin bicara apa? Katakan saja! Juan tidak memiliki banyak waktu untuk meladeni Mama."

Sikap cuek dan dingin Juan ini bukan tanpa alasan, sejak sang Mama memutuskan untuk menikah lagi membuat Juan marah dan tidak respect lagi kepada ibunya. Bukan ia tak ingin melihat sang ibu bahagia, tetapi cara yang ibunya lakukan itu membuat Juan marah. Ia mengetahui skandal perselingkuhan sang ibu dengan rekan bisnisnya dan lebih parahnya sang ibu berselingkuh tepat ketika sang ayah sakit serta membutuhkan perhatian darinya.

"Baiklah jika kamu sudah tidak sabar untuk mendengarnya," tutur Lita tersenyum jumawa.

"Bersiaplah untuk menikahlah dengan putri Tuan Mike, Sayang." Lita berucap dengan santai dan penuh percaya diri.

Juan menggeleng cepat. "Juan akan menikah dengan wanita yang Juan cintai kelak! Mama tidak bisa memilihnya untuk Juan."

"Juan, ini demi perusahaan milik Papamu, bukankah kamu tidak ingin perusahaan itu jatuh ketangan orang lain? Meski jatuhnya ke dalam dekapan Mama atau adikmu?" tutur Lita menatap lekat sang putra.

Juan beranjak dari tempat duduknya, ia mencondangkan tubuhnya ke depan dengan kedua tangan bertumpu pada meja kerjanya. Tatapannya tajam, menatap lurus bersirobok dengan tatapan sang ibu. "Juan akan mempertahankannya! Sipapun tidak akan bisa merebutnya dari tangan Juan. Dan satu lagi, jangan pernah menyebut anak haram itu di depan Juan! Juan sangat muak mendengarnya!"

Lita mengepalkan tangannya kuat, ia berusaha kuat menahan diri agar tidak sampai menampar putranya itu. "Juan! Jangan berbicara kurang ajar sama Mama!" seru Lita dengan nada satu oktaf lebih tinggi.

Juan tidak gentar, ia masih menatap tajam mata sang ibu. "Mama kira Juan tidak tahu tentang apa yang terjadi? Fakta jika hati Mama sangatlah kejam dan menjijikkan!" cibir Juan dengan kata yang amat menyakitan.

Tangan yang mengepal itu tak sanggup lagi bertahan, dengan reflek terbuka dan mengayun di udara. "Plak!"

Sebuah bunyi tamparan mengakhiri perjumpaannya dengan sang ibu hari ini. Juan tersenyum puas melihat kemarahan sang ibu. Ia mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Tatapannya kini beralih kepada Bass yang berdiri di sudut ruangan sembari menunduk.

"Kenapa kamu lancang sekali, Bass? Aku bahkan sudah melarang keras kamu membawa Mama kemari, mengapa kamu masih melakukannya?" cecar Juan dengan nada penuh emosi.

Sekretaris Bass hanya menunduk, ia enggan menjawab. Ia tak ingin memperkeruh suasana hati sang Bos. Ia hanya diam mendengarkan sang Bos melampiaskan amarahnya dan keluar ketika sang Bos memintanya.

***

Angela, seorang wanita berusia tidak jauh dari Juan datang ke kantor Juan sore ini. Ia adalah kekasih Juan selama empat tahun belakangan ini. Seorang model cantik yang tangah naik daun di dunia internasional.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Angela hati-hati.

Juan terlihat menggelengkan kepalanya, ia meminta Angela untuk turun dari pangkuannya. "Kepalaku sedang pusing! Tolong jangan ganggu aku, Angela!" seru Juan yang membuat Angela beringsut turun dari pangkuan Juan.

"Kamu kenapa? Kenapa begini?" tanya Angela dengan nada yang selembut mungkin.

"Tidak ada! Pergilah! Bukannya kamu sedang sibuk dan banyak pekerjaan akhir-akhir ini," tutur Juan dengan nada penuh sindiran.

"Maaf, Sayang. Aku tak bermaksud begitu. Aku benar-benar sibuk mempersiapkan gala show yang sangat penting dua minggu ini. Jadi aku menyerahkan ponselku kepada asistenku, maafkn aku," ujarnya memasang wajah memelas andalan untuk menggoyahkan hati Juan. Namun, kali ini Juan sama sekali tak bergeming.

"Sudahlah! Tinggalkan kantorku! Aku sedang tidak ingin berbicara denganmu, Angel!" bentak Juan dengan nada penuh emosi.

Angela bertanya-tanya dengan sikap dingin Juan kepadanya. Tak biasanya Juan seperti ini dengannya meski dirinya sedang marah atau banyak pikiran. "Baiklah aku pergi dulu, Sayang. Kabari aku jika kamu sudah merasa membaik," tutur Angela mengecup singkat pipi Juan dn berlalu pergi dari ruangan Juan.

***

Juan memutuskan untuk menyudhi pekerjaannya dan bergegas menuju apartemennya.

"Mas, kamu sudah datang rupanya. Ayo duduk, akan Aira buatkan secangkir teh untuk Mas," tutur Aira lembut ketika melihat sosok Juan masuk ke dalam apartemen.

Demi apapun masuk ke dalam apartemen dan bertemu dengan Aira membuat semua kesesakan serta amarah di dalam hati Juan mereda. Entah mengapa ia seperti mendapatkan obat penawar dari segala masalahnya. Bersama Aira hatinya merasa tenang.

Juan duduk di sofa ruang tengah, melempar jasnya ke sisi sofa dan mengendurkan dasinya yang terasa sesak sekali.

Aira tersenyum, ia meletakkan secangkir teh di depan Juan kemudian bergerak kearah belakang sofa yang saat ini diduduki oleh Juan. Tanpa aba-aba tangan mungil Aira terulur pada bahu Juan, ia memberikan pijatan lembut disana seperti yang sering dilakukan oleh mendiang ibu kepada ayahnya dulu. Hati Juan kian meleleh dibuatnya, Juan memejamkan mata merasakan nyaman yang diciptakan oleh pijatan Aira.

"Kamu belajar memijat dari mana?" tanya Juan sembari menyeruput teh hangat buatan Aira.

"Hanya melakukan kebiasaan yang sering Ibu saya lakukan saja," jawab Aira jujur.

Juan mengangguk-anggukkan kepalanya, ia meraih tangan Aira memberi isyarat kepada Aira untuk duduk di pangkuannya. Tentu saja Aira menurut, ia melangkahkan kaki mendekat dan duduk di pangkuan Juan dengan malu-malu. Juan mengulum senyum melihat wajah malu-malu Aira, ia menangkup pipi Aira kemudian menempelkan bibirnya pada bibir pink muda milik Aira.

Bibir mungil itu, entah mengapa sangat membuat Juan candu. Begitu lembut, mungil dan menggemaskan bagi Juan. Aroma cherry dari bibir Aira juga menguatkan alasan Juan untuk ingin terus mencecapnya.

"Engh!" satu lenguhan halus lolos begitu saja dari bibir Aira.

Juan dengan sigap menggendong tubuh mungil itu masuk ke dalam kamar mereka dan membaringkannya di atas peraduan dengan bibir yang masih saling berpagutan.

Gadis Penghangat RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang