Bab 8 Apa Kau Tak Merasakannya?

927 23 4
                                    

Lita menerobos masuk ke dalam apartemen Juan yang saat ini Aira tempati. Ia mengambil duduk di sofa ruang tamu tanpa mengucap permisi. Ia duduk layaknya bos disana. Menatap tajam ke arah Aira kemudian mengeluarkan beberapa lembar foto dan melemparnya ke arah Aira yang saat ini berdiri tepat di sampingnya.

"Kamu pikir kamu ini siapa, hah?" Lita berkata dengan ketus hingga membuat Aira terkejut.

"M-maksud Nyonya apa?" tanya Aira pura-pura tak mengerti. Meski sebenarnya ia tahu betul kemana arah tujuan pembicaraan seseorang yang di depannya itu.

Lita tersenyum miring, ia meraih salah satu foto yang jatuh di lantai lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Aira. Ia berdiri cukup dekat dengan Aira, menunjukkan foto yang ia bawa ke depan muka Aira.

"Saya tahu kamu adalah wanita jalang yang disewa oleh anak saya! Tidak perlu lagi kamu mengelaknya karena saya sudah tau semuanya!" Lita berkata dengan suara yang lantang dengan sorot mata yang tajam.

Lita berjalan mengitari Aira hingga beberapa kali putaran, kembali berhenti tepat di depan Aira, ia meraih dagu Aira sehingga tatapan mereka bertemu kemudian tersenyum miring.

"Tinggalkan anak saya! Saya akan memberikan sejumlah untuk mu. Anggap saja itu uang ganti rugi dari saya," tutur Lita, nada bicaranya penuh dengan tekanan dan mengandung ancaman.

Aira diam saja, ia masih menundukkan kepala. Ia tak ingin membalas ucapan Lita. Hingga Lita kembali berucap. "Kamu harus sadar diri strata kita berbeda. Tidak akan pernah pantas jika bersanding dengan putra saya yang sempurna tanpa cela, sedang kamu hanyalah wanita jalang."

"Jika kamu meninggalkan Juan, saya bisa membantu mencarikan tempat untuk kamu menjajakkan diri dan saya jamin tempat itu berkelas sehingga kamu bisa memperoleh mangsa yang tak jauh kaya dari Juan, bagaimana?"

Hati Aira sakit mendengar ucapan Lita, sekarang ia tak mau lagi mengalah atau pun terlihat lemah di depan Lita. Dia juga tak ingin wanita di depannya ini menginjak harga dirinya. Aira mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku kukunya memutih. Ia sudah kehilangan kesabaran, Aira yang semula hanya diam dan menunduk perlahan mengangkat kepalanya dengan tegak. Memandang lurus ke arah Lita, tatapannya tajam menghunus. Wajahnya yang polos kini berubah menjadi sadis.

"Jika itu yang Nyonya inginkan, silahkan mengatakan itu kepada Tuan Juan," tuturnya dengan senyuman sinis.

Lita meradang mendengar ucapan Aira, ia hampir saja melayangkan sebuah tamparan. Namun, tangan Aira cukup sigap meraihnya. Aira menatap Lita dengan tersenyum mengejek.

"Jangan pernah melakukan hal rendahan ini kepada saya, tangan Nyonya cukuplah berharga untuk menyentuh kulit wanita jalang seperti saya," ucap Aira penuh dengan ejekan.

Lita menarik tangannya, menatap Aira murka kemudian pergi meninggalkan apartemen itu dengan hati yang penuh amarah.

Di tempat lain, Juan merasa gelisah, perasaannya tidak enak. Ia pun mengecek CCTV apartemennya. Betapa terkejutnya Juan ketika melihat sosok sang ibu berada di apartemennya sedang menemui Aira.

"Pantas saja hatiku tak tenang, perasaanku tak enak," desisnya.

Juan bangkit dari tempat duduknya, mengabari sekretaris Bass jika dirinya harus segera pulang karena ibunya datang ke apartemen menemui Aira.

"Aira! Aira!" seru Juan ketika masuk ke dalam unit apartemennya. Kakinya melangkah cepat menuju kamar. Dilihatnya Aira sedang sibuk mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Jantung Juan terasa berhenti berdetak dibuatnya, Juan mempercepat langkahnya mendekati Aira lalu memeluk tubuh Aira dari belakang dengan erat hingga Aira tak bisa bergerak lagi.

"Apa yang kamu lakukan, Sayang? Tolong jangan seperti ini," tuturnya.

Aira tak menjawab, tangisnya pecah tak tertahan lagi. Juan langsung membalikkan tubuh Aira kemudian memeluknya erat. "Jangan pergi dariku, Aira. Ku mohon padamu jangan pergi," pintanya.

Aira masih diam, sama sekali tak merespon ucapan Juan. Ia terus menangis di pelukan Juan. Juan mengulurkan tangannya mengusap lembut punggung Aira hingga sang empunya merasa tenang.

"Apa kita sudah bisa berbicara dengan baik, Sayang?" tutur Juan lembut, ia menangkup kedua pipi Aira dan menyejajarkan wajahnya dengan wajah Aira.

Aira menganggukkan kepalanya, ia mulai menceritakan apa yang terjadi kepadanya hari ini. Ia juga mengatakan apa saja yang dikatakan oleh Lita kepadanya. Hal itu membuat Juan menggeram, hatinya terasa sakit mendengar betapa kejamnya ucapan Lita kepada Aira.

"Maafkan, aku," tutur Juan lembut. Ia memagut bibir Aira lembut kemudian menyatukan dahi mereka.

"Jangan menangis lagi, bagiku kau sangat lah berarti Aira. Jangan dengarkan apa kata ibuku."

Aira beringsut mundur secara perlahan, ia menegakkan tubuhnya, menatap Juan dengan mata berkaca-kaca. "Tapi, apa yang dikatakan ibumu itu benar, aku ini hanyalah wanita jalang yang rela menukar tubuhnya dengan uang."

Juan memejamkan matanya, ia sungguh tidak rela mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Aira. Ia langsung menyambar bibir Aira. Mencium bibir Aira dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, berharap sang empunya bisa merasakan apa yang ia rasakan saat ini.

"Apa kamu tidak merasakan apapun ketika aku mencium mu? Apa itu terlihat sebuah ciuman Tuan kepada jalang nya?" cecar Juan berusaha membuat Aira mengerti.

Melihat Aira yang hanya diam saja membuat Juan kehilangan kesabaran. Juan mengendurkan dasi yang menggantung ketat di leher. Memajukan wajahnya dan kembali mencium Aira dengan penuh kelembutan. Ia merebahkan tubuh Aira di atas ranjang dan mulai melancarkan aksinya.

"Emh," lenguh Aira tak kuasa menahan kenikmatan yang Juan berikan kepadanya.

Juan semakin menggebu. Hasrat lelakinya sudah terpancing sekarang. Ia baru saja merangkak naik ke tubuh Aira. Namun, kesadaran Aira mendadak kembali, ia menolak berhubungan dengan Juan, ia berkata kepada Juan jika dirinya sedang tidak enak badan. Hal itu membuat Juan cemas.

"Kamu kenapa? Ayo kita ke dokter?" ucap Juan, tetapi Aira berkata jika ia hanya butuh beristirahat saja untuk memulihkan keadaannya.

Juan menghembuskan nafas kasar, ia terpaksa pergi dari kamar Aira. Malam itu Juan tidak menginap di apartemen Aira melainkan pulang ke rumahnya dan kembali datang ketika pagi sebelum ia pergi ke kantor.

"Pagi, Sayang," sapa Juan yang berharap Aira sudah dalam kondisi tenang.

"Pagi, Mas," balasnya tersenyum tipis.

Aira memejamkan nata sejenak sebelum membuka mulutnya. Ia memberanikan diri mengutarakan keinginannya untuk pergi dari apartemen Juan. Ia juga mengembalikan semua yang Juan berikan kepadanya. Ia berkata kepada Juan jika ia sudah tidak bisa lagi meneruskan pekerjaannya ini.

"Aira! Apa yang kamu lakukan? Bukankah aku sudah bilang untuk tidak lagi membahas masalah ini? Apa kamu sungguh tak bisa merasakan apapun dari perbuatanku padamu?"

Juan bangkit dari tempat duduknya, ia marah. Dan pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gadis Penghangat RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang