Bab 3 Malam Panas denganmu

3.1K 27 1
                                    

Entah setan apa yang merasuki diri Aira malam ini, ia menganggukkan kepalanya dan membiarkan Juan menikmati tubuhnya dengan suka rela. Pun dengan Juan yang telah syarat akan gairah, ia memuaskan hasratnya dengan menikmati setiap inci tubuh perempuan yang saat ini berada di bawah kukungannya.

"Enghh," lenguh Aira begitu bibir Juan mulai menyusuri leher jenjangnya.

Mendengar suara lembut Aira membuat Juan semakin berkabut gairah, Juan mulai melancarkan permainannya, ia merambatkan bibirnya turun pada bahu dan berhenti pada dua gundukan berukuran sedang yang terlihat begitu menggoda. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menanggalkan pakaian yang Aira kenakan sementara sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk memijat lembut gundukan kenyal itu hingga sang empunya mengerang penuh kenikmatan.

"Um, T-tuan ...." Suara Aira yang bergetar membuat Juan menghentikan aksinya sejenak.Juan mendongak, menatap lembut manik mata Aira lalu mengecup singkat bibir Aira.

"Kenapa, Sayang?" tanya Juan dengan nada lembut nan penuh kasih sayang.

"A-aira, um ... malu," cicitnya sambil menggigit bibir bawahnya. Wajahnya memerah tertunduk malu dengan kedua tangan yang menutupi bagian depan tubuhnya yang terpampang indah.

Juan tertawa kecil kemudian mencium bibir Aira lagi dan perlahan menyingkirkan tangan Aira. "Jangan malu, Sayang. Kamu harus membiasakan diri dengan semua ini mulai sekarang," bisik Juan.

Aira tersenyum dan mengangguk kecil, urat malunya putus sudah, berganti dengan kabut gairah. Ia membiarkan Juan kembali menikmati tubuhnya. Tubuhnya yang semula menegang pun perlahan mulai rileks menikmati setiap sentuhan yang Juan berikan. Ia juga tak segan-segan mengerang, mengekspresikan kenikmatan yang ia rasa.

"Emh ...." Aira lagi-lagi melenguh penuh kenikmatan.

Hal itu membuat Juan semakin menggila dan tak tahan untuk segera menyatukan cinta mereka. Milik Juan yang sudah tegak berdiri dan berurat perlahan ia arahkan untuk memasuki lembah indah dan basah milik gadisnya. Aira meringis kala ia merasakan sesuatu menekan bagian bawahnya.

"Awh! Sssh!" keluh Aira menahan sakit kala benda itu berhasil melesak ke dalam dan menghancurkan dinding pertahanannya.

Juan yang sudah berpengalaman melakukannya dengan lembut membuat Aira nyaman. Aira bahkan segera melupakan rasa sakitnya begitu Juan mulai memompa tubuhnya. Keduanya sangat menikmati permainan tersebut hingga lelah menghampiri keduanya.

"Terima kasih, Sayang." Juan mendaratkan sebuah ciuman manis sebelum Aira menutup mata.

***

Sinar matahari yang menelusup masuk melewati celah-celah jendela membuat seorang gadis terusik, ia mengerjap-ngerjapkan mata lalu menilik ke arah jam.

"Hah! Sudah jam sepuluh?" serunya terkejut. Ia buru-buru menegakkan tubuhnya, dilihatnya ke arah samping sudah kosong tak bertuan.

"Kemana dia?" batin Aira. Mata Aira menelisik ke penjuru ruangan, tetapi ruangan tampak hening. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Juan disana.

"Apakah dia sudah pergi?" tanyanya dalam hati.Aira segera bangkit dari tempat tidurnya tetapi ia merasakan sedikit nyeri di sekujur tubuhnya. Tak hanya itu, bagian bawahnya pun terasa perih dan ngilu.

"Awh! Ssh!" Aira meringis menahan sakit kala hendak melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, ia melangkah dengan hati-hati dan memutuskan untuk segera mandi.

Usai mandi, ia merasakan tubuhnya lebih segar dari sebelumnya. Rasa ngilu di bagian bawahnya pun perlahan tidak lagi terasa. Aira membuka pintu kamarnya, ia hendak pergi ke dapur dan membuat makanan untuk mengisi perutnya yang sedari tadi sudah bernyanyi.

"Nyonya, sedang apa disini?" tanya seorang wanita paruh baya yang membuat Aira terlonjak kaget.

Aira membalikkan tubuhnya, kepalanya menoleh ke arah sumber suara dengan tatapan penuh tanya. "Nyonya?" Aira mengulang kata panggilan yang ditujukan oleh wanita paruh baya itu kepadanya.

Wanita paruh baya itu tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya. "Tuan, bilang Nyonya adalah majikan saya disini mulai sekarang.

"Aira mengerutkan dahinya, menatap wanita di depannya itu dengan tatapan kaget. "M-maksud Ibu apa? Saya masih tidak mengerti, Bu. S-saya ini bukan Nyonya disini jadi tolong jangan panggil Nyonya, ya? Panggil saja saya Aira, oke?"

"T-tapi, Nyonya ...."

Aira mengulurkan tangannya. "Saya Aira, Bu. panggil saja saya Aira ya? Nama Ibu siapa?"

Dengan ragu-ragu wanita itu menerima uluran tangan Aira lalu menjabatnya. "S-saya, em ... sa-ya ...."

"Ya?" desak Aira sembari menatap lekat lawan bicaranya yang tampak takut itu.

"Ibu takut sama saya? Bu, saya sungguh bukan Nyonya disini, saya hanya ...." Aira menjeda ucapannya sembari berpikir kata apa yang pantas untuk menggambarkan siapa dirinya sebenarnya.

"Um ... Sa-ya sama seperti Ibu, saya hanya karyawan Tuan Juan," imbuh Aira sembari tersenyum.

"T-tapi, Tuan bilang kalau anda majikan saya, Nyonya," tutur Tun dengan wajah bingungnya.

"Ah, Tuan Juan terlalu berlebihan, panggil saja saya Aira, Bu. Siapa nama Ibu?" Aira mengulang pertanyaan yang sama sembari mengulurkan tangannya.

Bu Tun menjabat tangan Aira dengan ragu-ragu, tetapi Aira segera meraihnya dan menautkan tangannya dengan tangan Bu Tun. "Saya Tun, Nyonya."

Aira menganggukkan kepalanya mengerti tampaknya Bu Tun sangat takut kepada Juan sehingga ia masih memanggilnya dengan panggilan nyonya.

"Oh ya, saya ingin memasak untuk makan siang, bisa tolong bantu saya menunjukkan bagaimana cara menyalakan kompornya?" Aira membuka topik obrolan dengan Bu Tun untuk mencairkan suasana.

Bu Tun dengan sigap membantu Aira, ia menjawab satu persatu pertanyaan Aira hingga Aira paham. "Kenapa Nyonya ingin masak sendiri? Padahal Tuan memiliki koki khusus di apartemen ini yang bisa Nyonya panggil kapan saja untuk melayani Nyonya."

Aira menggelengkan kepalanya. "Bu, itu adalah koki Tuan Juan. Saya harus tahu diri disini. Dan lagi pula apa salahnya. Toh saya suka memasak, Bu."

***

Juan melihat ke arah laptop pribadinya yang ia letakkan di samping komputer, ia memperhatikan gadisnya dari sana dari semenjak bangun hingga saat ini memasak di dapur, tak sedetikpun Juan melewatkannya.

"Aira, kamu memang beda dari wanita-wanita diluar sana," gumamnya sambil tersenyum tipis.

Juan menjadi tidak sabar ingin segera pulang dan menikmati makanan yang Aira siapkan. Dan tentunya tidak sabar untuk menuntaskan hasratnya.

"Bass, kemarilah," ucap Juan kepada Bass melalui sambungan telepon.

Dalam hitungan detik saja sekretaris Bass sudah berada di dalam ruangan Juan. Juan meminta Bass untuk melihat jadwalnya setelah makan siang, ia meminta waktu satu jam untuk pulang dan makan siang bersama dengan Aira. Tentu saja Bass mengiyakannya, hari ini memanglah tidak ada meeting dan pekerjaan lain yang terlalu penting. Begitu jam makan siang tiba, Juan segera bergegas menuju apartemennya dengan sangat antusias.

"Aku pergi sekarang, Bass!" seru Juan, tetapi dihentikan oleh Bass.

"Tunggu sebentar, Tuan." Bass menghadang jalan Juan.

"Apalagi, Bass?" tanya Juan frustasi.Bass sedikit menundukkan kepalanya, ia kemudian berkata dengan hati-hati jika kedua orang tua Juan mencarinya pagi tadi.

Gadis Penghangat RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang