Kringg!!!
Bel alarm berbunyi dengan sangat kencang. Mirae—cewek yang baru saja terbangun dari tidurnya—langsung meraih ponselnya sambil berdecak.
Matanya pun ia arahkan untuk melihat jam yang tertera di layar ponselnya. Sontak Mirae terkejut kala melihat jam ponselnya yang telah menampilkan pukul 06.30 disana.
"Ck, gue telat!" Pekiknya sambil berlari meraih handuknya dan berlalu ke kamar mandi.
Ini hari pertamanya ia jadi anak baru di jenjang SMA nya. Bagaimana bisa ia telat bangun? Akan ditaruh dimana wajahnya nanti?
"Mire! Lo gak mau berangkat sekolah?!" Teriak Rasyhi—abangnya Mirae—sambil menggedor-gedor pintu kamar adeknya.
Mirae yang tengah memoleskan wajahnya dengan bedak , langsung memasang wajah sinis sambil menggerutu.
"Sabar bang! Gue bentar lagi nih!"
"Gc lo! gue tunggu di mobil!" Putus Rayshi sebelum akhirnya berlalu dari depan kamar sang adik.
Mirae memutar bola matanya. Ia dengan segera menyelesaikan aksinya dan meraih tasnya lalu berlari keluar dari kamar.
"Umi, Mirae pamit ya mi!" Ucap Mirae sembari menyambar tangan uminya dan mencium punggung tangannya
"Iya, hati-hati dijalan ya nak" balas umi sambil mengusap pucuk kepala anaknya
Mirae mengangguk "Assalamu'alaikum umii" pamitnya sambil berlari keluar rumah
"Wa'alaikumussalam" balas umi dengan senyuman kecilnya yang terpampang kala melihat tingkah anaknya yang masih belum terlihat dewasa.
Tuk tuk
Mirae mengetuk kaca mobil Rayshi, Rayshi yang sedang bermain ponselnya pun langsung menoleh. "Masuk"
Mirae segera menaiki mobil setelah mendengar perintah sang Abang. Cewek itu segera mengenakan sealbetnya, sedangkan Rayshi fokus menyalakan mobilnya dengan pandangan lurus ke depan.
"Udah?"
"Dah, ayok jalan" ucap Mirae membuat Rayshi segera melajukan mobilnya keluar dari perkarangan rumahnya, menuju tempat sekolah sang adek yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.
—•—
Mirae sudah sampai di sekolahnya. Ia menatap pagar sekolah yang sudah tertutup sempurna, lalu beralih menatap ke arah arlojinya lalu mendengus.
"Pak, tolong bukain pintunya pak" ucap Mirae kepada satpam yang berjaga di luar gerbang itu.
Sang satpam menggeleng "neng udah telat, bel sudah berbunyi 2 menit yang lalu. Nengnya kenapa baru dateng sekarang?" Kata sang satpam membuat Mirae lagi-lagi mendengus.
"Elah pak, cuman telat 2 menit. Saya ini anak baru loh pak, saya mau ikut MOS"
Sang satpam lagi-lagi menggeleng "tetap gak boleh neng. Peraturan sekolah udah seperti itu, lagian salahnya kan di nengnya. Kenapa neng telat dateng? Udah tau mau ikut MOS" tutur satpam, Mirae menghela nafas.
Iya memang salahnya dia juga sih, tapi gak usah di perjelas bisa gak sih pak?
"Pliss pak, kali ini aja ya..?" Pinta Mirae, sang satpam lagi-lagi menggeleng
"Saya gak bakal bukain pagernya"
Hancur sudah permohonan Mirae yang sangat sia-sia menurutnya. Akhirnya, dengan berat hati Mirae melangkahkan kakinya menjauh dari gerbang sekolah sambil berfikir keras agar dirinya bisa masuk ke dalam sekolahnya.
"Kenapa gak lewat belakang sekolah aja ya?" Ucap Mirae sambil menjentikkan jarinya kala teringat akan sesuatu.
Tanpa berlama-lama lagi, Mirae segera berlari ke belakang sekolah dengan sisa tenaga nya yang tidak terlalu banyak akibat adu mulut dengan sang satpam hanya untuk perihal 'telat'.
Mirae menatap pohon besar yang menyatu dengan dinding pembatas sekolahnya. Ini mah gampang, pikir Mirae dengan senyumannya yang terukir di wajahnya.
Akhirnya, Mirae segera memanjat pohon besar itu dan langsung mendudukkan dirinya di atas dinding pembatas.
"Melelahkan" gumamnya sambil celingak-celinguk.
Beruntung OSIS tidak ada yang berjaga disitu, Mirae pun segera melempar tasnya ke bawah, dan barulah ia lompat dari atas sana.
"Akh" ringis Mirae kala kedua telapak tangannya lebih dulu menahan beban tubuhnya.
Tidak bisa dipungkiri, kedua telapak tangannya saat ini benar-benar terasa sakit akibat modal nekat yang ia lakukan barusan.
Disaat Mirae sibuk meniup tangannya dan menepuk tangannya ke arah yang berlawanan, tiba-tiba sebuah tangan terulur di depannya membuat Mirae mendongak.
"Lo, ok?" Tanyanya. Mirae dengan cepat mengangguk, ia langsung berdiri dari tempatnya membuat cowok di depannya langsung menarik tangannya lagi.
"Gue mau ke lapangan, lo tau letaknya?" Tanya Mirae sambil merapihkan pakaiannya dan meraih tasnya untuk kembali ia taruh di pundaknya.
"Lurus dari koridor ini, terus belok kiri"
Mirae mengangguk dan berniat untuk mengikuti instruksinya kalau saja cowok itu tidak berdehem dan mengubah nada bicaranya menjadi datar.
"Baru awal, udah telat?" Tanya cowok itu sambil menampilkan senyuman datarnya.
Mirae membeku di tempat, cowok itu berjalan lebih dulu dari Mirae lalu berbalik badan dan menatap Mirae yang menegang. Sesaat, cewek itu baru menyadari sesuatu.
Cowok itu melirik kearah name tag yang Mirae kenakan di dada bagian kirinya "Mirae Arliezh?" Ucapnya lalu terkekeh.
"Jangan berharap gue bakal lepasin lo begitu aja. Walaupun gue tau, lo anak... baru?" Ucapnya dengan nada menyebalkan, Mirae menggeram kesal mendengarnya.
"Gue Wildan Arean. Ketos sekolah ini"
"Lo anak baru, gak seharusnya terlambat datang. Tapi karena lo udah ngelanggar aturan dan MOS sudah selesai... Gue mau kasih lo hukuman. Untungnya lo anak baru, maka hukuman lo gak seberat siswa-siswi yang sering telat" ucap Wildan sembari terkekeh dan memasukkan kedua tangannya di saku celananya.
Mirae lagi-lagi mendengus untuk yang kesekian kalinya, 'bertele-tele banget, bangke' batinya yang masih diam tak berkutik.
"Berjemur di lapangan sampai jam istirahat, gue gak nerima protes"
Mirae yang baru membuka mulutnya pun langsung mengatup kembali, apa-apaan cowok itu? Sangat menyebalkan.
Akhirnya dengan berat hati, Mirae pun berjalan menuju lapangan dengan gontai seraya menghembuskan nafas dengan kasar.
S
edangkan Wildan yang sejak tadi hanya memperhatikan punggung cewek yang sudah berlalu itu hanya bisa tersenyum tipis.
"Mirae..."
"Lo menarik"
—•—
Hai hai hai! Aku bawa cerita baru nih, hehe.
Kalau ada typo, jangan lupa tandain ya!
Sampai jumpa di part selanjutnya. Babay!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Truth
Novela JuvenilAwal pertemuan itu membuat keduanya saling mengenal, hal klasik namun tidak bisa membuat Mirae Arliezh bisa mengulang nya kembali. Takdir itulah yang membuat nya harus melupakan, mengikhlaskan juga merelakan sosok yang telah memberinya harapan palsu...