01

934 76 10
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto
Story by Vashira

***
Pernikahan dengan Raja Iblis dianggap sah usai pria itu menanyakan kesediaannya untuk bersama seumur hidup.

Naruto ingat dia diberi tudung kepala semi transparan sesaat setelah turun dari kereta kuda kemudian digiring ke sebuah aula yang sudah dihias sedemikian rupa. Lampu kristal menggantung di langit-langit menerangi setiap sudut ruangan yang didominasi warna merah dan hitam.

Di tengah aula terdapat altar dengan seorang pria bertopeng mengerikan berdiri menantinya, menatap dingin. Suara pria itu mengejutkannya untuk beberapa saat, "Kau bersedia menjadi istriku dan setia padaku seumur hidupmu?"

"Saya bersedia, Yang Mulia."

"Bagus. Pernikahan selesai. Hari ini kau resmi menjadi istri keempat dari Raja Iblis."

Itu saja dan selesai. Singkat, padat, menyebalkan.

Hari ini dia diharuskan bangun sebelum ayam berkokok dan didandani layaknya boneka selama tiga jam lebih hanya untuk upacara pernikahan yang kurang dari sepuluh menit.

Belum lagi energinya habis di perjalanan dari dunia manusia ke dunia iblis yang memakan waktu sekitar sebelas jam, seharian melalui jalur biasa, Hutan Kematian. Jika menggunakan portal jelas hanya butuh beberapa detik, tetapi manusia biasa jelas tidak mampu melakukannya.

Naruto menghela napas kasar, jengkel. Riasan wajahnya sangat sulit untuk dihapus, membersihkannya saja butuh waktu hampir satu jam. Rambut pirang panjangnya disanggul rapi, diselipi hiasan kepala yang jelas tidak sedikit dan berat. Gaun pernikahan yang tersusun berlapis-lapis di tubuhnya juga sangat membebani, memperbanyak kesengsaraan yang harus ia tanggung.

Ingin sekali Naruto berteriak sekeras mungkin untuk melampiaskan kekesalan hatinya. Minimal, dia bisa menulikan beberapa orang.

Suasana hatinya benar-benar buruk sekarang. Ditambah, pengorbanannya selama belasan tahun harus dibayar sebagai istri keempat? Apa Sang Takdir sangat senang mempermainkannya? Sang Takdir benar-benar tidak adil!

Setidaknya dia tidak akan takut diduakan karena dirinya sendiri sudah urutan keempat. Ingat, E-M-P-A-T!

Entah akan ada berapa lagi istri yang datang kelak. Jika saat itu tiba, Naruto tidak yakin dia bisa bertahan. Bertahan agar tidak mengamuk dan lepas kendali, lebih tepatnya.

Menghabiskan tiga belas tahun dalam sangkar emas demi menjaga dirinya khusus untuk Raja Iblis. Banyak larangan yang mengikatnya, banyak pula aturan yang harus dia hafalkan. Mulai dari cara berpakaian, etika makan, cara bertutur kata, etika berperilaku, semuanya diterapkan begitu ketat dan mencekik erat hidupnya.

Dirinya tidak jauh berbeda dengan hewan ternak yang digemukkan sampai akhirnya disembelih untuk dijadikan makanan lezat. Sedikit perbedaan, dia tidak akan dijadikan makanan, tetapi mesin beranak.

Apa lagi tujuan seorang penguasa menikahi banyak wanita selain melimpahkan keturunan?

Oh, ya, tentu saja dia akan menjadi pemuas nafsu. Tinggal menunggu sebentar lagi hingga suaminya masuk ke dalam kamar pengantin mereka. Sungguh menyedihkan!

Naruto pikir, lebih baik jadi gembel daripada menjadi penghangat ranjang lelaki hidung belang seperti suaminya sekarang. Apa lagi sebutan untuk lelaki pengoleksi para wanita muda nan cantik? Hidung putih? Buaya darat? Tua-tua keladi? Entahlah, apapun itu.

Naruto menoleh ke arah pintu kamar yang dibuka oleh seseorang, menghanguskan untaian benang kusut di pikirannya. Sesosok pria yang kini resmi menjadi suaminya masuk ke dalam. Topeng mengerikan itu menutupi setengah wajah si Raja Iblis dari hidung ke atas.

"Tidur."

"Ya?" Rasanya Naruto salah dengar. Dia tidak perlu melayani Raja Iblis? Sungguh? Apa Sang Takdir sedang berbaik hati?

Mata merah melirik tanpa minat. Tidak ingin mengulangi ucapannya, Raja Iblis melempar asal jubah luarannya yang terbuat dari bulu beruang dan segera merebahkan diri di sisi lain ranjang, membelakangi Naruto.

Naruto melotot tak percaya lalu menghela napas lega. Sangat beruntung dia tidak akan kehilangan keperawanannya dalam waktu dekat karena Raja Iblis tampak tidak tertarik sama sekali padanya.

"Ah!" Tersentak pelan, kelegaan hati perempuan itu tak berselang lama sampai semua sumber cahaya di kamar padam secara serentak.

"Ada apa ini?"

Decakan kesal terdengar jelas. "Jangan berisik, tidur!" perintah Raja Iblis, setengah jengkel.

"Tapi ini terlalu gelap, saya tidak suka gelap." Naruto mencicit. Bukannya takut pada kegelapan, dia hanya tidak menyukai kegelapan karena itu membawa memori buruk yang paling ia benci. Sama saja sebenarnya, tapi Naruto menepis jauh-jauh kenyataan itu.

Dingin tak berperasaan, Raja Iblis tidak menerima alasan apapun. "Aku tidak butuh pendapatmu, cepat tidur!"

Naruto diam, menurut. Menarik selimut yang selembut salju menutupi tubuhnya, dia berusaha untuk tidur. Kepatuhan itu berbanding terbalik dengan isi hatinya yang berkecamuk tak karuan. Berkali-kali dia mengumpati dan menyumpahi Raja Iblis yang keterlaluan. Sikap arogan dan egois pria bertopeng itu membuatnya berharap agar besok pagi ada kawanan banteng yang menyeruduk bokong si Raja Iblis dan meruntuhkan keangkuhannya. Mengingat di segala penjuru istana ini disemarakkan warna merah-hitam, bukan mustahil jika para banteng menyerbu dadakan.

Yah, semoga harapan itu terkabul.

***

251222

Istri Keempat [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang