02

607 73 14
                                    

***
Naruto terbangun dengan penampilan yang luar biasa. Rambut pirangnya awut-awutan, wajahnya suram, kelopak matanya masih terasa berat, dan dia terus menguap. Dirinya tidak bisa tidur nyenyak karena kegelapan yang menguasai seluruh kamar. Mendapatkan tidur ayam benar-benar memuakkan. Semua itu salah si angkuh tak berperasaan.

"Sialan! Menyebalkan! Kepalaku pusing karena si buruk rupa itu!" raungnya, kesal setengah mati terhadap suaminya. Untungnya, Raja Iblis sudah meninggalkan kamar entah sejak kapan sehingga ia bisa dengan bebas memuntahkan sumpah serapah untuk pria itu.

Kegelapan hanya akan menambah kecemasan perempuan itu. Masih jelas dalam benak Naruto ketika dia dihukum karena keceplosan mengumpat dihadapan salah satu pengajar dan berujung dengan dirinya yang dijebloskan ke ruang sempit tanpa cahaya sedikitpun selama 2 jam. Sementara pada saat itu usianya belum genap 8 tahun. Sungguh penyiksaan.

"Nyonya, Anda sudah bangun?"

Suara di balik pintu kamarnya sukses merebut semua perhatian Naruto. Tidak perlu menebak, itu pasti Ayame dan Rin, pelayan pribadinya yang otomatis ikut terjebak di dunia iblis bersamanya.

"Apa menurut kalian aku sudah mati? Cepat masuk dan bantu aku!" perintahnya, setengah merengek.

Dua pelayan itu segera masuk dan mulai melayani Naruto dengan cekatan. Rin membantu Naruto mandi sementara Ayame mempersiapkan peralatan rias untuk tuannya.

Ayame, rambut cokelatnya digulung rapi di tengkuk, usianya 5 tahun lebih tua dari Naruto, manusia biasa. Sementara rambut Rin cokelat lurus sebahu dengan tanda lahir di kedua pipinya, 2 tahun lebih muda dari Ayame, merupakan keturunan setengah iblis. Mereka mengenakan seragam pelayan yang serasi, gaun hitam polos berlengan panjang.

"Nyonya Keempat, sarapan bersama akan dimulai sebentar lagi. Raja Iblis sempat berpesan agar Anda tidak terlambat," jelas Rin sembari menyisir dan menata rambut pirang halus yang lebih muda.

"Hm." Naruto menjawab seperlunya. Dalam diam belum terbiasa dengan panggilan baru untuknya. Haha, Nyonya Keempat. Aneh sekaligus lucu.

"Nyonya Keempat, tolong jangan mempermalukan diri Anda sendiri nanti. Kesan pertama Anda sangat penting," pesan Ayame, agak kurang yakin dengan pembawaan Naruto. Sementara itu tangannya sibuk merias wajah perempuan muda yang sudah seperti adiknya sendiri.

"Iya, iya, iya, kalian cerewet. Tidak mungkin aku melupakan ajaran dari para tutor sadis itu." Pipi perempuan itu menggembung, sebal. "Oh ya, aku masih perawan, sebutan 'nyonya' tidak cocok untukku," pungkasnya.

Itu beberapa saat sebelum Ayame memukul kepala Naruto.

"Akh! Sakit, Kak!"

"Jaga bicaramu, Naruto." Ayame memperingatkan. "Di sini, tembok pun punya telinga, kesalahan sepele bisa membuat nyawamu melayang. Kami berdua juga akan terseret dalam bahaya karena ulahmu."

"Iya, iya, maaf. Aku salah."

Rin tertawa kecil. "Naruto hanya bertingkah seperti itu saat bersama kita. Kak Ayame tenang saja, Naruto bisa diandalkan, kadang."

Entahlah, Naruto harus bangga atau malu mendengar pembelaan Rin yang setengah hati itu. Ketiganya memang sudah akrab sejak kecil, sehingga bahasa formal tidak akan berlaku di saat-saat seperti sekarang.

"Ah, aku baru ingat!" Seruan Naruto mengagetkan kedua pelayannya. "Di sini pakaian apa yang harus aku kenakan?"

"Tidak ada aturan pasti tentang tata cara berpakaian di sini. Akan lebih baik jika memakai pakaian yang mencerminkan Kerajaan Timur karena kamu dibesarkan di sana. Lagi pula, gerbang dunia iblis berbatasan langsung dengan Kerajaan Timur, kemungkinan besar hanfu dan kimono akan lebih mudah diterima di sini," jelas Ayame.

Rin mengangguk pelan sembari mulai memasangkan beberapa perhiasan di kepala Naruto. "Bukannya kamu sudah diberitahu mengenai budaya dan seluk beluk dunia iblis?"

"Hehe, aku lupa."

Kali ini Ayame mencubit pipi Naruto, gemas. "Tolong jangan main-main, Naruto. Kamu bukan lagi anak kecil. Belajarlah untuk lebih dewasa dan berhenti bergantung pada kami."

Naruto tahu itu. Ia dituntut sejak dini agar sesempurna mungkin dan pantas disandingkan dengan Raja Iblis, tapi dia sendiri malas memenuhi tuntutan itu. Dengan enggan ia tersenyum manis. "Aku masih ingat semuanya. Aku hanya ingin menguji kalian, itu saja."

Ayame menghela napas, lelah. "Terserah, kami tidak peduli. Kuberitahu, riasannya jadi hancur, berhentilah tersenyum!"

Wajah masam kembali pada Naruto, dia mencebikkan bibir, kesal dengan Ayame.

Rin menggeleng pelan menyaksikan interaksi keduanya yang tidak pernah berubah dari dulu. Namun, hidungnya tiba-tiba berkedut pelan mengendus aroma asing yang samar. Matanya beralih ke salah satu jendela yang masih tertutup, sekilas melihat sesosok bayangan.

oOo

Hanfu biru lembut berornamen bunga brunnera dengan sulaman emas di tepian kain membalut tubuh Naruto, pagi ini. Kecantikannya tampak begitu halus, selayaknya binar bulan ditengah malam. Pesonanya berseri, tetapi tidak menyilaukan kala dipandang.

Dua penjaga berjalan tegap di depan, memandu Naruto menuju ruang makan anggota kerajaan. Tempat di mana Raja Iblis bersama tiga istri terdahulu menunggu kehadirannya. Rin dan Ayame mengekor di belakang sembari menghafalkan rute dan tempat baru yang mereka lalui.

Naruto tiba tepat waktu. Warna hitam-merah masih mendominasi segala benda yang ada di sana. Di tengah ruangan terdapat meja makan yang panjang penuh akan hidangan yang tampak lezat dan menggugah selera. Raja Iblis duduk di bagian paling ujung, di sisi kanannya seorang wanita berambut panjang merah muda, sementara sisi kiri diisi dua wanita berambut ungu dan pirang pucat mirip dirinya.

Dalam hati mencibir minat Raja Iblis yang dia simpulkan sebagai pecinta pelangi. Lihat sendiri, betapa beragam keempat istrinya.

Naruto membungkuk ringan, berucap lemah lembut, meminta maaf karena datang paling akhir. Hanya formalitas belaka, tidak tulus sama sekali. Dia lanjut duduk di sebelah wanita berambut merah muda dan acara makan pagi pun dimulai.

Masing-masing dilayani oleh pelayan pribadi, Rin mengambilkan semangkuk nasi dengan beberapa lauk yang sekiranya cocok untuk Naruto. Makanan di Dunia Iblis sekilas terlihat seperti makanan manusia biasa, tetapi jelas bahan masak yang digunakan berbeda. Mengandalkan indra penciumannya, Rin mengambil sedikit olahan daging dan banyak sayuran. Melirik sekilas ke arah Naruto yang tampak memelas, dia tidak peduli meskipun tahu tuannya tidak terlalu menyukai sayur mayur. Dia sengaja melakukannya.

Naruto menatap jengkel ke arah Rin yang sudah undur diri sebelum beralih pada makanan di hadapannya. Tangannya meraih sumpit dan dengan pasrah menyantap hidangan itu.

Ayame benar tentang budaya Kerajaan Timur yang ada di Dunia Iblis. Peralatan makan dan hidangan di meja sama sekali tidak terasa asing untuk Naruto.

Suasana tenang menyelimuti seluruh ruangan. Tidak ada yang bicara satupun, terasa sangat canggung bagi Naruto yang merupakan anggota baru. Dia hanya fokus makan sesuai ajaran tutornya sampai hal janggal terjadi. Dadanya mendadak terasa sakit. Sebisa mungkin ia menahan suara di ujung lidah, tapi sesak di dadanya semakin menjadi diikuti rasa gatal pada kulitnya. Naruto tidak sanggup, sumpit dan mangkuknya jatuh. Tangannya menutup mulut, terbatuk-batuk. Sesuatu yang hangat mengalir membasahi tangan dan pakaiannya, rasa besi berkarat memenuhi lidahnya. Darah.

Apa yang terjadi? Baru satu hari di Dunia Iblis dan dia sudah diracuni? Baiklah, Naruto sangat yakin Sang Takdir tidak pernah berbaik hati kepada dirinya. Sungguh malang!

***

291222

Istri Keempat [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang