8.

56 5 0
                                    

Malam harinya, Dita baru saja pulang. Ia terheran melihat Asa yang sudah tertidur. Biasanya anak itu akan ikut begadang menemaninya.

Keheranannya berubah menjadi kekhawatiran saat melihat perban yang melintang di lengan atas adiknya. Terlebih tubuh Asa terlihat menggigil. Dita segera mendekat untuk memeriksa adik pertamanya itu.

"Demamnya tinggi banget."

Dita dengan segera berlari menuju dapur untuk mengisi baskom dengan air dan es batu. Setelahnya ia kembali ke kamar.

Perlahan tangannya mulai mencelupkan kain ke dalam baskom tersebut. Dengan telaten ia mengompres Asa.

Setelah selesai, ia mengerjakan tugas sembari merawat Asa.

Tak berselang lama, Yanti masuk ke dalam.

"Mas, gimana keadaan Asa? Tadi mamah tinggal sebentar ke rumah Bu Tuti."

Dita menggeleng, "Asa demam tinggi, mah."

Yanti mengerenyit. Dengan segera ia mengecek kondisi Asa. Setelahnya ia menghela nafas.

"Mas, tolong pindahin Asa ke kamar mamah ya?"

"Kenapa?"

"Biar mamah gampang jaganya." Dita mengangguk patuh. Dia mendekati Asa lalu membangunkannya perlahan.

"Kak? Bangun dulu kak sebentar. Pindah ke kamar mamah."

"Lemes, Mas." Lirihnya.

Dita menatap Yanti, "gimana mah? Mas gak kuat kalo harus gendong Asa. Kondisi mas lagi kurang fit."

"Yaudah tunggu sebentar, mamah panggil Jinan dulu."

Setelahnya, Jinan membantu Yanti memindahkan Asa ke kamarnya.

"Makasih ya Jinan. Nah sekarang, Mas fokus ngerjain tugas. Biar mamah yang rawat Asa."

"Makasih, mah."

.
.
.
.

Di tempat lain, Shaqi tengah boxing melawan Sadam. Disana tak hanya ada berdua. Tapi ada Sam, Juan dan juga Irwan.

Selama boxing berlangsung, Juan menatap Shaqi dengan gelisah, dia takut saudaranya itu kenapa-napa. Meski dia tahu bahwa skill bela diri Shaqi sangat baik, tapi tetap saja khawatir.

"Wan Lo udah bawa obat-obatan kan?" Tanya Irwan. Juan mengangguk.

"Gue ngambil di kamarnya mas Dita tadi."

Sementara di dalam ring, Shaqi dan Sadam saling beradu tinju.

"Gue pastiin kali ini Lo kalah, Hart."

Shaqi menatap Sadam remeh, "gue bakal buat Lo buka mulut."

Mereka mulai saling beradu kembali. Selang beberapa menit, Shaqi melayangkan pukulan terakhir yang membuat Sadam tumbang.

"MENANG!" Juan dan Irwan memekik senang. Dia menghampiri Shaqi lalu mulai mengompres dan mengobati luka Shaqi.

Setelah masing-masing sudah diobati, Shaqi mendekati Sadam.

Sadam yang mengerti maksud Shaqi pun tersenyum miring. "Ikut gue."

"Gue ikut!" Saut Juan. Sadam mengkode Shaqi.

"Lo tunggu disini." Juan menatap Shaqi tak yakin. Tapi akhirnya dia mengangguk.

Setelah sampai di tempat yang sepi, mereka berhenti.

4 Siblings | TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang