Bumi Pasundan memang tercipta saat Tuhan tersenyum, tapi aku tercipta saat Tuhan ceria
Belum waktunya
Hidup itu menenangkan bagi sebagian manusia yang menikmati waktunya berjalan tanpa kekhawatiran.
Masing-masing manusia mungkin memiliki patokan untuk bahagia, ntah itu menjadi kaya, terkenal, dan masih banyak lagi.
Namun, sebagiannya lagi memilih untuk menikmati waktunya dengan standar kebahagiaan yang sangat sederhana dengan hal-hal kecil yang yang memang sudah melekat pada scenario kehidupannya.
Tuhan tidak pernah melarang hambanya untuk mencari kebahagiaan, namun bukankah menyadari bahwa hal-hal kecil disekitar kita sudah menunjukkan bahwa kita adalah hamba yang bersyukur.
Seperti Jaemin, 6 bulan sudah dilaluinya dengan kebahagiaan. Ayahnya tak lagi pergi bekerja walaupun sesekali juga pergi untuk mengecek perusahaan nya, ayahnya itu lebih sering berkebun, menemani Jaemin mengikuti pendidikan homeschoolingnya, atau sekedar menemani Jaemin menonton film kesukaanya.
Hatinya menghangat di setiap waktu yang ia lalui. Namun, bukankah setiap kebahagiaan perlu sedikit pengorbanan?
Menjadi bungsu yang selalu di jaga bak kaca yang rapuh, jauh di dalam lubuk hati Jaemin ia merasa tetaplah orang lain. Senyumnya yang selama ini merekah memang tulus tapi tak ayal juga merupakan senyum sebagai ungkapan rasa syukur yang mungkin hanya bisa terucap di batinnya.
Ini sudah hampir memasuki minggu ketiga Jaemin bahkan menyembunyikan rasa sakit yang terus mendera jantungnya, rasanya sakit tapi ketika melihat tawa yang terdengar kala keluarganya berkumpul bibir Jaemin mendadak kelu jika harus menghentikan tawa itu hanya dengan rasa sakit yang ia rasakan.
Pagi ini menjadi pagi yang sangat menyedihkan baginya, pasalnya semalaman ia berusaha untuk memejamkan matanya berusaha melupakan rasa sakitnya dengan alibi ia akan lupa jika tertidur. Tapi pada kenyataannya ia bahkan tak sanggup walaupun hanya ingin bernafas dengan leluasa.
Rasa sakitnya bahkan berkali-kali lipat terasa terus menerus datang dari waktu ke waktu. Suaranya bahkan tak terdengar walaupun ia sudah berusaha untuk sekedar mencari pertolongan. Dengan sisa tenaga yang ia punya perlahan Jaemin bangun dengan harapan setidaknya satu anggota keluarganya bisa menolongnya, namun naas Jaemin malah terjatuh.
Tangannya semakin erat meremat dadanya, dengan sisa kesadaran yang ia miliki Jaemin menatap langit-langit kamarnya. Sekelebat kenangan-kenangan yang ia lalui terlintas di pikiran nya. Bibirnya tersenyum perlahan matanya terpejam dengan lelehan bening yang mulai terjatuh.
"Tuhan, jika ingin menjemputku tolong beri setidaknya satu hari untukku agar bisa membuat kenangan indah bersama keluargaku"
.................
Siwon menatap kosong ke arah lantai putih rumah sakit yang tak asing baginya.
Nafasnya masih memburu, dengan pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Ia terlampau kaget pasalnya pagi yang biasa ia lalui dengan bahagia itu seketika menjadi pagi yang menakutkan untuknya.
Matanya terpejam mencoba untuk menahan tangis yang bahkan tak sanggup ia ekspresikan. Ia harus kuat bukan?
Punggungnya harus tetap kokoh untuk ketiga putranya yang lain, yang mana saat ia sedang bahagia karena akan mencoba memasak resep baru dengan memikirkan berbagai reaksi berbeda yang akan di lontarkan keempat putranya itu, teriakan histeris putra keduanya yang seakan bagai Dejavu untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADEK || 00
Fanfiction"Nana okay, stay calm, always happy, we are here, God always takes care of it."