Hari ini Valen mengenakan atasan kemeja merah muda dengan lengan panjang, bagian dalamnya mengenakan kaos putih lengan pendek yang ketat, dan kancing kemejanya di buka. Felix kemarin sempat mengatakan agar Valen berpakaian santai, atau mengenakan pakaian favoritnya, atau berpakaian santai seperti sedang ingin melukis sendiri. Tentunya ia menuruti saran Felix, tapi hanya tidak mengenakan celana hot pants yang sering ia kenakan di rumah.
"Kamu terlihat cantik, Valen," ucap Felix sembari mengantar memasuki halaman rumah. Ia berpakaian santai dengan celana pendek jeans dan baju berkerah biru. Cukup santai dan sopan untuk seorang pria yang menerima tamu wanita.
"Terima kasih," balas Valen dengan perasaan yang masih sedikit canggung dan gugup.
"Ngomong-ngomong, apa kemarin itu pacar kamu?" tanya Felix.
"Pacar?"
"Ya, suara di telepon itu. Aku sedikit mendengarnya. Maaf, dia mengizinkanmu, kan?" Felix terus melangkah meski sudah di depan terasa rumahnya, bukannya berbelok dan masuk ke dalam rumah, ia malah terus mengantar Valen ke arah samping rumahnya.
"I-iya." Terpaksa Valen mengakui dengan sedikit berbohong. Andai Nikolas jadi mengantar Valen kemari, mereka mungkin mengaku diam-diam berpacaran dan tak mungkin mengaku sudah menikah. "Dia mengizinkanku kok, sebenarnya dia mau mengantarku kemari tapi ada kerjaan mendadak."
"Apa pekerjaannya?"
Valen sejenak mengingat-ingat cerita dan alasan yang dibuat bersama Nikolas tentang pertanyaan semacam itu. "D-dia punya toko sparepart motor dan bengkel, tapi bengkel dikelola oleh sepupunya."
Valen tidak bohong, Nikolas punya beberapa ruko dan salah satunya dipinjamkan kepada sepupunya untuk membuka bengkel. Sebenarnya ruko itu akan diberikan ke sepupunya, tapi dia menolak dan akhirnya tetap menyewa tapi dengan harga yang sangat murah. Alhasil, itu bisa menjadi alasan jika ada seseorang yang menanyakan pekerjaan 'pacar Valen'.
"Oh," tanggap Felix dengan mengangguk-angguk saja. Kini langkah mereka telah melewati samping rumah dan mulai terlihat sebuah bangunan rumah lain yang lebih kecil.
"Studio kecilku," ucap Felix. Ternyata dia mengantar Valen langsung ke studionya, sedikit membuat Valen lebih lega karena tidak perlu lebih lama berbasa-basi lagi. Namun, malah makin meningkatkan rasa gugupnya.
Mereka masuk dan Felix langsung menyalakan lampunya. Seketika pula suasana ruangan menjadi terang dan menyilaukan mata Valen. Beberapa saat kemudian barulah ia sadar kalau masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas sekitar 5x5 meter dengan cat dinding berwarna putih. Di dekat pintu sebuah meja kecil dan beberapa bangku, sedangkan di sampingnya tampak sebagai meja kerja dengan lengkap beberapa layar monitor komputer. Di hadapan Valen pun langsung tampak beberapa perlengkapan studio foto: backdrop berwarna putih dan sepertinya berlapis warna yang lain, beberapa perlatan pencahayaan yang mengarah ke backdrop, dan ada beberapa properti studio yang lain.
"Studio yang bagus, lebih bersih dari punyaku, hihihi," puji Valen. Ia mencoba bersikap sesantai mungkin, mencoba menepis pemikiran gugup bahwa hanya ada mereka berdua di tempat itu.
"Ah tidak juga. Duduklah." Felix segera mengambil kantong keresek yang ada di meja komputer dan segera kembali ke Valen. Ia mengeluarkan satu per satu isinya. "Minuman dan snack. Silakan kalau kamu mau minum atau ngemil dulu. Aku akan menyiapkan kamera."
"Terima kasih," balas Valen. Tidak ada hal yang mencurigakan, Felix terlihat mempersiapkan kamera dengan memasang lensa dan tirpod. Arah kamera jelas sekali sedang difokuskan ke backdorp berwarna putih bersih sebagai tempat Valen dipotret nanti. Tiba-tiba perasaan Valen menjadi gugup pada tingkat paling puncaknya.
"A-apa aku tidak apa-apa hanya berpakaian seperti ini?" tanya Valen.
Felix langsung melirik sambil tersenyum. "Katamu, kamu mau bawa kaos kotormu dan celemek lukismu?"
"Ah iya aku membawanya," ucap Valen sambil memangku tas jinjing kecilnya. Ia mengambil dua potong kain di dalamnya, satu yang berwarna hitam yaitu celemek melukisnya dan yang satunya berwarna putih tapi penuh sekali dengan noda cat warna-warni. Valen merasa ada kebanggaan tersendiri saat menujukan pakaian itu karena merupakan bukti bahwa dia adalah seorang pelukis/ artis. Namun perasaan bangga itu hanya sekejap saya, sekilas ia baru sadar sendiri bahwa pakaian-pakaian itu tampak lusuh di mata orang awam.
"Itu bagus," puji Felix. "Tak apa-apakah kalau itu jadi kotor?"
"Tak masalah Felix."
"Oke kalau begitu, bagaimana kalau kamu ganti baju dulu. Ada kamar mandi di luar, di samping sini," ucapnya.
"Baiklah." Tak ada rasa curiga atau prasangka buruk, Valen menuruti kata-kata Felix dengan keluar ruangan dan berganti kaos tadi. Saat Valen kembali masuk, Felix telah meninggalkan kameranya yang tampak sudah siap dan ia malah berjongkok di dekat dingin. Di depan Felix ada beberapa barang yang diletakan di atas alas plastik: beberapa kantong plastik, gayung, mangkok, dan kotak-kotak cat lukis.
"Aku akan..." Felix berdiri tapi tubuh dan pandangnya tiba-tiba terpaku. Ia menyadari kedatangan Valen tapi tidak menyadari bahwa wanita itu tampak cantik dan cocok sekali dengan kaos penuh noda cat itu. "Aku mau ambil air dulu. Oh ya, nanti kamu tidak keberatan bukan kalau badanmu aku coret-coret sedikit, juga dengan bajunya sekalian? Seperti ceritaku kemarin, aku nanti pakai cat ini."
"Iya, sepertinya akan jadi bagus deh," ucap Valen tanpa rasa curiga lagi.
Tak lama kemudian Felix kembali dengan gayun yang sudah terisi air dan meletakkannya di dekat barang-barang tadi. Felix langsung melangkah mendekati kamera. "Pertama-tama, kita pemanasan dulu. Kemarilah, kita ambil beberapa foto dulu."
Dug! Seketika pula perasaan Valen menjadi sangat gugup, tapi ia tetap menguatkan keberanian untuk mendekati Felix. Valen menerima pemotretan ini karena memang merasa bagaikan sebuah kegiatan yang akan menambah pengalaman seninya. Uang adalah urusan nanti karena hidupnya sudah tercukupi dari penghasilan Nikolas, tapi pengalaman ini sungguh membuat Valen sangat tertarik.
Valen berdiri tepat di hadapan kamera dengan perasaan canggung. Tak tahu harus bergaya seperti apa. Sempat terpikir seharusnya tadi atau kemarin ia meminta saran dari Nikolas karena dia sering pula melakukan pemotretan.
"Tersenyumlah," ucap Felix. Cekrek! Flash cahaya lampu berkedip dengan sangat cepat, membuat Valen sedikit kaget. Cekrek! Cekrek! Beberapa kali Felix terus memotret Valen. Tak peduli gaya Valen yang masih kaku dan wajahnya tampak sangat gugup, Felix sendiri merasa senang bisa memotret wanita cantik itu dengan wajah yang masih polos itu. Apalagi tubuh Valen yang tampak proporsional, kaosnya tidak seketat tadi tapi lekuk tubuh dan dada Valen cukup sedap dipandang bagi pria.
"Gak buruk," ucap Felix yang berhenti memotret. "Mau lihat? Kemarilah dulu."
Dengan pikiran polosnya Valen langsung mendekat, mereka berdua sama-sama melihat sebuah hasil jepretan di layar kamera. Valen sungguh tidak menyangka ternyata jepretan foto itu tampak sangat bagus, padahal dirinya belum bersiap apa-apa. Terlebih lagi saat melihat gambar kaos yang dia kenakan, benar-benar bagus dan tampak berseni.
"Bagus banget!"
"Ini masih belum apa-apa, kamu aja masih gugup, kan tadi? Kalau kamu mau lebih rileks dan ikuti instruksiku, pasti hasilnya lebih bagus dari ini," ucap Felix seperti mengara pada maksud tertentu. Namun rasa bahagia Valen menutupi rasa curiganya, ia langsung mengangguk penuh semangat. Rasa gugupnya terasa luluh setelah mendengar kata-kata dari Felix dan ia siap dipotret lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Menjadi Artis (21+)
RomanceValen lelah menjadi istri yang selalu di sembunyikan oleh aktor terkenal Nikolas. Sebagai seorang pelukis dan berjiwa seni yang tinggi, Valen ingin sekali berkaya bebas dan tanpa ada campur tangan dari suaminya. Pertemuannya dengan teman kampus lama...