#6 Sentuhan Pertama

8.6K 27 10
                                    

"Sekarang bagaimana kalau kamu sedikit mengencangkan bajumu, coba ikat dan gulung ke belakang," pinta Felix.

"Ke belakang?" sahut Valen dengan perasaan ragu dan sedikit bingung.

"Begini..." Segera Felix dengan cekatan berada di belakang Valen, ia langsung menarik mundur kaos Valen hingga menempel ketat ke pinggangnya. Sontak Valen langsung merasa kaget dan hatinya berdebar-debar, tapi ia segera pula paham maksud Felix.

"Oh, se-seperti itu," sahut Valen dengan melirik ke belakang. Untunglah raut muka Felix tidak terlihat mesum, ia benar-benar bersikap akrab saja. Andai Nikolas tahu sikap Felix seperti tadi, Valen yakin suaminya langsung geram.

"Apa perlu aku bantu sekalian?" bujuk Felix dengan berbisik ke telinga Valen. Lagi-lagi Valen terkagetkan oleh bisikan nafas yang merambat lembut di belakang telinganya. Namun, ia masih mencoba bersikap santai karena yakin bahwa tidak ada maksud terselubung dari sikap Felix. Andaikan Felix bersikap macam-macan, Valen pun dengan teguh pasti menolak dan menghindar. Ia tak ingin menghianati cinta Nikolas.

"Y-ya, tolong sekalian," jawab Valen.

Ujung bawah kaos itu sedikit tertarik ke belakang, dengan hati-hati Felix menariknya dan mencoba bersikap untuk tidak melecehkan atau pun mengagetkan perempuan di depannya. Ia kemudian menggulung kain itu ke belakang, tepat dia tas pinggul perempuanitu, dan menjadikannya terlihat seksi bagi Valen.

Valen pun menatap dan menunduk, pusarnya mulai tampak dan tepi kaos itu terasa tepat di bawah dadanya. Ia ragu, apa hal tersebut tidak terlalu vulgar? Apa Nikolas tidak keberatan di foto seperti ini?

"Hemm, apa ini tidak terlalu vulgar, Felix?" tanya Valen yang merasa bahwa jemari Felix sudah terlepas dari belakang pinggannya— yang tadi membantu menggulung baju itu.

"Vulgar? Jangan berkata seperti itu," ucap Felix. Ia menepuk bahu Valen dan dengan cepat menuntun wanita itu menghadap cermin lebar di dinding. "Lihat, bukan? Betapa sempurnya kamu, Valen. Cantik. Dan aura senimu sangat terlihat. Lihatlah baik-baik!"

Valen menatap cermin itu dan terasa pula kata-kata Felix merasuk ke dalam perasaannya. Felix benar. Valen merasa bahwa dirinya tampak cantik dan seksi— tidak buruk. Lagi pula, Nikolas juga sangat suka memuji seperti itu. Rasa keberanian pun muncul dalam hati Valen. "Terima kasih!"

"Oke kalau begitu, mari kita lanjut lagi."

Mereka pun melanjutkan sesi pemotretan itu. Cahaya lampu flash terus berkedip bersamaan dengan suara 'cekrek' kamera. Valen mulai bisa mengikuti suasana pemotretan itu, kini ia berani menunjukkan berbagai pose centil dan seksinya. Tentunya dengan sedikit arahan dari Felix pula. Dari mulai tersenyum biasa hingga centil, dari tersenyum menunjukkan giginya hingga menggigit tepi bibirnya, bahkan Valen tak malu lagi melipat tangannya di bawah dada dan sekaligus menyangga dadanya agar terlihat lebih seksi. Pemandangan itu semua benar-benar di nikmati oleh Felix. Hingga akhirnya mulai muncul akal bulus Felix.

"Emm... Valen," ucapnya sambil berhenti memotret. "Bagaimana kalau kita lanjut dengan sesi selanjutnya?"

"Selanjutnya?" tanya balik Valen yang tidak paham.

"Ya, mari kita sedikit coret-coret kaosmu pakai cat, warna naturalnya bagus tapi kurang tegas dan terfokus pada satu warna. Aku ingin mempertegas warnanya. Bagaimana? Tak apakah bajumu jadi kotor?"

Tanpa berpikir atau menimbang keputusan, Valen langsung mengangguk penuh semangat. "Ya! Boleh!"

Kini mereka berdua mendekati perlengkapan cat. Felix bertanya dan sekaligus meminta saran. "Kamu suka warna apa?"

"Aku sih tidak terlalu terpaku dengan santu warna," jawab Valen dengan sedikit bijak karena ilmu seninya.

"Warna baju favoritmu?"

"Kalau itu aku suka warna yang kuning."

"Oke kalau begitu." Felix pun langsung berjongkok dan menuangkan beberapa botol cat akrilik ke mangkuk. Ia pun bangkit dan menghadap Valen dengan mangkuk cat yang tidak penuh dan sebuah kuas kecil. "Boleh aku lukis bajumu, Valen?"

Dug! Valen sedikit bimbang, bukan soal baju atau celananya yang akan kotor, tapi Felix yang mungkin akan menyentuh Valen. Sebagai seorang yang sudah bersuami, Valen merasa perbuatan mereka sedikit melebihi batas, terlebih jika mengingat sifat Nikolas yang lumayan posesif dan cemburuan. Andai suaminya tahu, Nikolas pasti kesal dan tak akan mengizinkan Valen kemari lagi.

"Kenapa?" pancing Nikolas. "Tenang, aku gak macam-macam kok, santai saja."

Ragu. Masih bingung untuk memberi keputusan. Namun, akhirnya Valen hanya menganggukkan kepalanya. Sejujurnya, perasaan dalam dirinya tak keberatan sedikit pun 'disentuh' Felix dengan kuas dan cat, tapi kalau Nikolas sendiri yang melihatnya pasti lain cerita jadinya.

"A-aku...." Valen mencoba mencairkan suasana. Namun kata-katanya berhenti di tenggorokan saat pertama kalinya merasakan kuas itu menempel di bahunya. Ia makin terdiam saat ujung kuas itu meluncur turun ke lengan bajunya. Rasanya sungguh geli, tapi dicampur adukan pula oleh perasaan tidak enak karena mengingat perasaan Nikolas.

"Tunggulah hasilnya, kuharap ini tidak terlihat kaku karena aku tidak pernah melukis. Oh sialnya, aku cuma membeli kuas-kuas kecil." Tangan Felix terus-terusan menorehkan cat di baju Valen. Ia sengaja mengetes dengan menempelkan ujung kuas itu di dada Valen, benar dugaan Felix kalau Valen hanya diam. Perempuan itu tampak sedikit gugup tapi tidak menolak, jadi Felix sedikit berpikir kalau mungkin ia membujuk ke pemotretan yang lebih 'berseni' mungkin Valen tidak akan menolak.

"Bagus," pujinya sendiri pada perasaannya yang sedikit lega berhasil menyentuh Valen. "Kemarilah, lihat di cermin. Bagaimana menurutmu? Apa ada yang kurang sesuatu?"

Valen berbalik ke arah cermin. Ia langsung terpukau dengan penampilannya yang lebih kotor, tapi penuh dengan estetika seni. "S-sempurna!"

"Kurang sedikit." Tiba-tiba pipi Valen dicolek kuas oleh Felix.

"Ihhh Felix!" ucap Valen dengan setengah sebal karena merasa seperti sedang dikerjai. Kakinya dientakkan dan tangannya mencoba merebut kuas atau pun mangkuk di tangan Felix, tapi pria itu dengan mudah menghindar, dan akhirnya Valen kesal sendiri,

"Hahaha... bagus, bagus kalau aku bisa memotretmu dengan cemberut seperti itu," ledek Felix.

"Ish jahat!" ucap Valen yang melipat dadanya, Spontan Felix menahan tangan Valen, ia tak ingin lengan itu kotor. Tidak ingin kulitnya kotor, belum saatnya.

"Jangan! Masih basah!" seru Felix yang berhasil menggenggam tangan Valen, tapi sayangnya ujung kuas yang masih tersisa cat malah menempel.

Tatapan mereka tiba-tiba langsung beradu. Valen sedikit tahu tentang tatapan dari Felix yaitu sebuah tatapan menggandung sebuah perasaan. Jadi Valen membuang mukanya dengan perasaan canggung, ia tidak ingin memberi harapan apa pun pada pria itu.

"Maaf."

Felix sadar dan segera melepaskan tangannya. Segera pula ia mengambil tisu dan langsung mengelap tangan Valen. Kata maaf yang didengar dan wajah canggung yang di lihat Felix, tapi lagi-lagi ketika ia mengusap lengan Valen dari cat, Valen tidak keberatan.

Sepertinya Valen itu perempuan yang menarik. Cantik dan aku bisa menyentuhnya, batin Felix dalam hati. Tentunya bukan sekadar menyentuh seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Istriku Menjadi Artis (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang