Bab 07

31.6K 3.1K 105
                                    

Pagi ini, di meja makan, Lethisa menunduk sambil memijat pangkal hidungnya dan memejamkan mata. Tengah mati-matian menahan malu yang menjalar dengan sangat terlambat. Tingkah konyolnya semalam baru menyeruak di dalam memori ketika ia bangun tidur, dan hingga sekarang, ia masih belum bisa mengenyahkannya dari kepala.

Tidak ada satu detik pun yang terlewat, ia ingat semuanya dengan sangat jelas. Hal-hal gila yang ia lakukan di pesta ulang tahun seorang pangeran. Kelakuan yang jauh lebih membekas di ingatan orang-orang yang melihatnya dibandingkan ciuman mesra Devon dan Roselyn di tengah lantai dansa kala itu.

'Kenapa aku melakukan itu semalam? Malu sekali, astaga!'

"Kudengar, kau tiba-tiba fasih bicara bahasa suci di pesta semalam," ucap Isaac tiba-tiba.

Lethisa menghela napas lelah. Gadis itu tidak menyangka jika kebodohannya akan sampai ditelinga Isaac, orang yang bahkan tidak hadir di pesta itu. Ia tidak mau membayangkan sebanyak apalagi orang-orang yang mengetahuinya. Ia tidak sanggup. Tingkat rasa malunya sudah menembus batasnya.

"Bukan hanya berbicara, Ayah. Lethisa bahkan bernyanyi," imbuh Hendry.

Sebenarnya diam-diam ia juga ikut menahan malu, meskipun sedikit bercampur rasa bangga. Ia ingin memamerkannya pada dunia. Disaat hanya Pendeta Agung yang fasih berbicara menggunakan bahasa suci, adiknya bahkan bisa mengumpat menggunakan bahasa itu. Bukan pada sembarang orang, tapi pada Devon Ethan Kline. Pada cecunguk yang satu itu.

Sayangnya, itu bukanlah hal yang pantas untuk dipamerkan. Ya, sayang sekali.

"Benarkah?" celetuk Milana separuh takjub.

Pasalnya, penduduk Virgas kebanyakan hanya bisa membaca kitab suci dan mengerti ketika seseorang bicara menggunakan bahasa tersebut, tapi tidak bisa berbicara dengan fasih.

"Jangan membicarakan itu, tolong." Sahut Lethisa tertahan.

"Kenapa?" tanya Isaac.

"Itu memalukan. Rasanya malu sekali sampai mau mati."

Lethisa yang masih betah menunduk sebab tidak memiliki cukup keberanian untuk menunjukkan wajahnya tidak bisa melihat perubahan raut wajah para pemilik nama Wesley yang begitu kontras. Mereka tidak bisa menyepelekan kata 'mati' dalam ucapan Lethisa mengingat bagaimana gadis itu pernah beberapa kali mencobanya sungguhan. Karena itu, wajah mereka mendadak pucat pasi.

Setelah tenggelam dalam keheningan selama beberapa saat, barulah Lethisa mengangkat wajahnya dan buka suara.

"Duke?" panggilnya.

Meski hatinya terasa nyeri tiap kali Lethisa memanggilnya dengan gelar kehormatan, bukan sebutan 'ayah', Isaac tetap berusaha menutupi isi hatinya dengan mengontrol ekspresi.

"Ya?" sahutnya.

'Karena aku yang harus melanjutkan hidupnya ...'

"Bisakah anda membatalkan pertunangan anak anda dengan Grand Duke Kline, si bajingan itu?" Lanjutnya dengan suara.

"Uhuk! Uhukk!"

Hendry mendadak tersedak. Ia kemudian melotot ke arah gadis yang duduk tepat di sebelah kanannya, tidak menyangka dengan apa yang baru saja telinganya dengar.

Villainess Want to Die [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang