Cuaca yang cerah pada hari ini mendukung niat Sarla untuk pergi ke toko buku. Rencananya, ia ingin membeli beberapa buku untuk persiapan UTBK nanti.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Sarla tidak langsung pulang ke rumah. Ia memilih untuk bergegas menuju toko buku 'Taman Ilmu' yang letaknya memang tidak terlalu jauh dari sekolah. Namun meskipun tidak jauh, ini cukup melelahkan bagi Sarla karena ditempuh berjalan kaki.
Di tengah perjalanan ke toko buku, terlihat ada banyak penjual yang bersusun di pinggir jalan. Namun, Sarla tampaknya hanya tergoda dengan minuman boba. Karena merasa haus dan juga lumayan capek, Sarla akhirnya memutuskan untuk mampir dan membeli satu cup Boba. Meskipun sebenarnya uangnya sudah sangat menipis.
"Halo, mau pesan rasa apa kak? Ini variannya, silakan dipilih ya" Sapa penjual boba itu dengan senyuman ramah.
"Matcha satu kak"
"Ada tambahan topingnya kak?"
"Itu saja"
"Baik, ditunggu ya kakak cantik"
Sarla tersenyum malu mendengar kalimat terakhir penjual minuman itu. 'Kakak cantik' entah mengapa satu kalimat itu benar-benar membuat moodnya meningkat drastis. Tidak sia-sia ia beli Boba di sini.
Setelah bobanya jadi, Sarla memilih untuk beristirahat dahulu sambil menghabiskan minumannya di kursi gerai minuman itu. Hampir lima belas menit berlalu, Sarla akhirnya melanjutkan langkahnya ke toko buku.
Sesampainya di toko buku itu, Sarla langsung masuk dan menghampiri pegawai toko. Ia bukan tipe orang ribet yang mau buang-buang tenaga mencari buku-buku sampai ke sudut rak. Ketimbang melakukan hal itu, Sarla lebih baik langsung menanyakannya, kan?
"Mbak, buku untuk persiapan UTBK di sebelah mana ya?" Tanya Sarla tanpa basa-basi.
Tiga menit menunggu, Sarla tak kunjung mendapat jawaban dari pegawai toko itu. Wanita itu justru terlihat semakin sibuk mengurusi komputer di hadapannya. Apa dia tidak dengar, ya? Atau mungkin harus basa-basi dulu? Ya udah kalau gitu coba sekali lagi deh!
"Mbak cantik, saya izin bertanya, buku untuk persiapan UTBK di sebelah mana ya mbak?"
Sarla kembali mengulang pertanyaannya, bedanya kali ini dengan ekspresi tersenyum agar terkesan ramah dan tidak sombong. Padahal mah senyumnya terpaksa.
Nyatanya, tutur kata dan ekspresi manis yang diberikan Sarla tak juga mampu membuat si mbak-pegawai toko itu menjawab pertanyaannya.
Kali ini batas kesabaran Sarla sudah melampaui batas maksimal.
"Ini mbaknya beneran tuli atau cuma pura-pura doang sih? Semoga mbaknya tuli beneran deh!!"
Sarla yang sudah teramat kesal mengumpati pegawai itu dengan nada yang meninggi.
"Eh bocil sopan dikit dong kalau ngomong sama orang tua! Mana pake ngatain orang tuli segala"
Pegawai yang tadinya bisu itu tiba-tiba membentak Sarla. Mulut Sarla menganga sempurna. Matanya tak berkedip menatap pegawai itu. Rupanya ada juga ya orang yang harus di maki-maki dulu baru dia bisa ngomong. Oke, setidaknya dia tidak tuli ataupun bisu.
"Akhirnya mbak bisa dengar saya. Maaf banget mbak, saya tadinya gak bermaksud ngatain mbak tuli. Tapi saya udah capek ngomong malah gak direspon. Jadinya saya kira mbaknya beneran tuli."
"Memangnya kamu mau nanya apasih? Sewot amat" balas pegawai itu judes
Ya Tuhan, ini mbaknya kenapa sih marah-marah gak jelas? Perasaan baru tadi Sarla mendapat pelayanan manis dan ramah dari penjual boba. Dipuji cantik lagi. Masa sekarang harus dapat pelayanan yang judes gini? Secepat itu ya takdir berubah. Tapi apa mungkin mbaknya lagi PMS ya? Entahlah.
"Mau cari buku buat persiapan UTBK mbak"
"Cari aja sendiri. Palingan nanti kamu cuma lihat-lihat aja kan? Gak niat buat beli"
"Yaampun mbaknya kenapa sih? Judes amat jadi cewek. Jadi pegawai itu harusnya yang ramah mbak biar banyak yang beli. Lagian juga kan pembeli itu adalah raja loh mbak. Hati-hati mbak nanti gak ada cowok yang dekatin baru tahu rasa"
Pegawai itu kemudian pergi dan tidak ambil pusing dengan celotehan Sarla.
"Gue gak butuh cowok."
Sarla geleng-geleng tak habis pikir. Ia kemudian memilih untuk mandiri saja mencari apa yang ia perlukan. Padahal tadi niat awalnya bertanya kan biar gak buang-buang tenaga, tapi sekarang justru jadi lebih buang-buang tenaga dan waktu.
Tak sampai sepuluh menitan, Sarla akhirnya menemukan incarannya. Ternyata rak bukunya memang tidak terlalu jauh, pantasan mbaknya gak mau jawab. Mungkin memang Sarlanya saja yang terlalu malas untuk mencari.
Sekarang, masalah baru yang Sarla dapatkan adalah bimbang. Ia bimbang untuk memilih buku mana yang akan dibelinya. Ada banyak sekali buku-buku yang berhubungan dengan UTBK. Dan tentunya uang Sarla tidak akan mampu untuk membeli semuanya.
"Pilih yang mana ya?"
"Udah pilih yang ini aja. Yang satu lagi harganya mahal."
Sarla tersentak kaget. Rupanya sedari tadi ada mbak-pegawai judes itu yang memperhatikannya. Benar-benar pegawai aneh. Sudah judes, ngeselin, suka ngagetin lagi.
"Mbak pikir saya gak bisa bayar yang ini? Sorry-sorry ya mbak uang saya banyak"
Protes Sarla menantang. Meskipun nyatanya memang gak punya uang, tapi Sarla tidak akan pernah terima diremehkan.
"Yaudah, kalau emang banyak duit beli dua-duanya aja"
"Oke. Saya beli dua-duanya"
Tidak ada lagi kata sabar. Emosi Sarla sudah terpancing oleh pegawai judes nan mengesalkan ini.
"Totalnya dua ratus delapan puluh lima ribu" Ujar pegawai itu dengan nada yang mulai rendah-sepertinya ia sudah merasa kalah dengan Sarla.
Sarla kemudian mengeluarkan dompetnya dan mulai menghitung jumlah uangnya yang masih tersisa. Totalnya hanya dua ratus ribu lagi.
"Mana uangnya? Cepatan bayar!"
Sarla hanya bisa tercengir dan menggaruk tengkuknya canggung.
"Hehe maaf mbak, uangnya kurang"
Pegawai itu memutar bola matanya. Ia kemudian memasukkan kedua buku itu kedalam kantong plastik putih dengan tulisan 'Taman Ilmu'.
"Nih bawa aja. Lain kali jangan suka ngatain orang tuli ya" Kata pegawai itu memberikan kantong plastik berisi buku itu kepada Sarla.
Sarla hanya bisa mematung sambil menatap pegawai itu. Ini beneran Sarla dikasih buku gratisan? Ini beneran pegawai toko buku yang judes banget itukan? Kok tiba-tiba jadi baik?
"M-makasih banyak mbak cantik. Sekali lagi saya minta maaf ya mbak. Semoga nantinya mbak dapat cowok yang baiknya sama kaya mbak."
Ternyata memang benar ya kalau kita tidak pernah bisa menilai seseorang hanya lewat interaksi sesaat.
Setelah mendapatkan buku yang ia butuhkan secara cuma-cuma, Sarla akhirnya pulang ke rumah. Tenaganya sudah hampir habis seharian ini. Penampilannya juga sudah sangat acak-acakan. Besok-besok ia berniat mau ke toko buku itu lagi, ah. Siapa tahu dapat buku gratis lagi.
Jangan lupa klik follow, vote, dan share ya!!
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuta Mimpi Sarla
Подростковая литератураSarla Ezora terlahir dan dibesarkan dalam keluarga yang miskin. Keadaan ini membuatnya bermimpi untuk menjadi orang yang sukses dan bisa merubah status ekonomi keluarganya di masa depan. Ketidak unggulannya dalam hal fisik maupun harta, membuat la...