Naula- sahabat dekat sarla benar-benar tak habis pikir mendengar cerita Sarla barusan. Mereka saat ini tengah berada di kantin sekolah dan Sarla baru saja menceritakan kejadian di toko buku kemarin. Keadaan kantin yang tidak terlalu ramai membuat mereka lebih leluasa untuk mengobrol.
"Wa gila sih! Kenapa gak kamu judesin balik mbak-mbaknya?"
"Tadinya sih mau gitu. Tapi aku udah ngerasa bersalah duluan karna sempat bilang mbaknya tuli"
Tawa renyah Naula makin menjadi-jadi.
Obrolan mereka terhenti sejenak. Dua mangkuk bakso lengkap dengan dua botol es teh manis pesanan mereka diantar oleh Bu Wani.
"Makasih ya Bu, maaf ngerepotin ibu buat nganterin makanan kita" Kata Naula tidak enakan karena harusnya aturan memesan di kantin memang pesanannya harus jemput sendiri.
"Gak papa nak, santai aja. Pembeli juga lagi gak rame"
Setelah basa-basi singkat tadi, Bu Wani kemudian kembali mengurus kantin. Sedangkan Sarla langsung melanjutkan obrolan mereka yang tadinya sempat terpotong.
"Eh tapi mbaknya baik banget ternyata. Pas dia tahu kalau uang aku kurang, dia malah ngasih bukunya gratisan ke aku"
"What?? Demi apa?" ujar Naula tak percaya.
"Nah makanya aku juga kaget. Kita memang gak bisa menilai orang sembarangan."
Sarla menyeruput segelas es teh miliknya sebelum kembali melanjutkan obrolannya dengan Naula.
"Eh btw, kamu jadinya mau lanjut kemana Nau?"
Suasana mendadak berubah drastis. Dari yang tadinya menyenangkan membahas pengalaman lucu Sarla, kini menjadi lebih serius karena membicarakan mengenai pendidikan.
"Rencananya aku tetap mau coba daftar UI dulu sih. Kalau semisal nanti gagal baru aku ke swasta. Kamu sendiri jadinya gimana? Udah pasti mau ke UGM?"
"Ya kamu tahu sendiri kan Nau, aku itu udah dari dulu mimpiin kuliah di sana. Tapi kalau soal pasti atau enggaknya sih aku belum bisa jawab. Soalnya aku belum sepenuhnya yakin bakalan bisa masuk. Lagian juga kan saingannya pasti banyak."
Naula menggenggam tangan Sarla sambil tersenyum. Berusaha meyakinkan pilihan sahabatnya itu.
"Sarla, kan kamu sendiri yang pernah bilang sama aku. 'Semua hal bisa terjadi kalau memang sudah ditakdirkan untuk terjadi pada kita.' Jadi kamu harus yakin sama diri kamu. Kamu harus yakin dengan apa yang sudah kamu korbankan untuk menggapai pilihan itu. Saingan itu pasti bakalan ada dimana-mana. Tapi, saingan itu cuma bayang-bayang yang bisa bikin kamu takut dan menyerah sebelum melihat hasilnya. Intinya kalau kamu yakin dan berjuang semaksimal mungkin, kamu pasti akan bisa menumbangkan semua saingan itu."
Sarla menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Benar kata Naula, ia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri (meskipun sebenarnya bagi Sarla cukup sulit untuk melakukannya).
"Semoga mimpi kita berdua bisa sama-sama terwujud ya. Tapi, nanti kita bakalan beda kampus dong. Bakalan pisah, Nau."
"Iya. Nanti kalau kita udah gak bareng lagi, kamu jangan sampe lupa ya sama aku."
Sarla tersenyum mendengar kalimat Naula barusan. Rupanya sahabatnya satu ini juga takut dilupakan olehnya.
"Mana bisa aku lupain sahabatku yang paling cantik se-planet bumi."
Naula tersenyum sejenak lalu gadis itu menghela nafas panjang sambil mengerutkan bibirnya.
"Tapi kadang aku bingung sih, kenapa ya semua yang bertemu bakalan berpisah pada akhirnya?"
"People come and go, Nau. Semua yang datang pasti akan pergi. Setiap orang punya renggang waktu masing-masing untuk bertukar peran dengan manusia lainnya. Sebagian besarnya akan pergi tanpa pernah kembali lagi. Tapi, ada juga beberapa diantara yang pergi akan kembali lagi suatu saat nanti."
Lagi dan lagi. Jawaban yang diberikan Sarla selalu keren dan mengagumkan bagi Naula. Semua kalimat yang keluar dari mulut Sarla selalu tersusun dari unsur-unsur kenyataan.
Tentunya bukan tanpa alasan Sarla bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Naula. Semua hal yang ditanyakan Naula dulunya juga pernah menjadi pertanyaan bagi Sarla. Pada akhirnya, Sarla bisa menemukan semua jawaban dari pertanyaan itu lewat pengalamannya atau lewat buku-buku yang ia baca. Apalagi pertanyaan Naula kali ini hanya soal kepergian, ditinggalkan dan perpisahan.
Tiga tahun lalu, Sarla pernah mengalami yang namanya ditinggalkan oleh seseorang yang sangat berarti di hidupnya. Awalnya ia berpikir bahwa hidupnya akan berhenti di titik itu. Namun nyatanya tidak. Semua masih berjalan seperti biasanya. Ia masih bisa bernafas sampai sekarang.
Sejak itulah Sarla menyadari bahwa memang beginilah skenario hidup. Memang harus ada yang pergi dahulu. Lalu kemudian akan ada manusia lain setelahnya yang datang menggantikan peran yang pergi tadi. Semua yang terjadi tidak akan pernah membutuhkan persiapan. Semuanya hanya membutuhkan waktu.
Kalau menurut pemikiran Sarla, tidak ada pertanyaan yang mustahil untuk dijawab. Karena semua pernyataan muncul sepasang dengan jawabannya juga. Semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak manusia sekarang ini pastinya juga pernah muncul di benak manusia lain sebelumnya. Dan sebagian besarnya justru sudah ditemukan jawabannya. Hanya saja kita yang terlalu malas untuk mencari tahu jawabannya.
Rasanya Naula benar-benar beruntung bisa bersahabat dengan orang seperti Sarla. Bagi Naula, Sarla adalah orang yang senang menggali ilmu dan mencari pengalaman baru lewat membaca buku. Selain itu, Sarla juga tidak pernah keberatan untuk membagi ilmunya pada Naula yang memang sudah bodoh dari lahir. Dan yang paling penting, Sarla selalu memberikan jawaban yang pas untuk semua pertanyaannya (sekali pun hal yang ia tanyakan sebenarnya tidak perlu untuk dijawab). Pola pikir Naula pun jauh berubah menjadi lebih positif semenjak mengenal Sarla.
Jangan lupa klik follow, vote, dan share ya!!
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuta Mimpi Sarla
Teen FictionSarla Ezora terlahir dan dibesarkan dalam keluarga yang miskin. Keadaan ini membuatnya bermimpi untuk menjadi orang yang sukses dan bisa merubah status ekonomi keluarganya di masa depan. Ketidak unggulannya dalam hal fisik maupun harta, membuat la...