Pagi ini, suasana kelas seperti biasanya, ribut dan kacau. Mereka berbincang dan tertawa begitu lepas. Ada yang sibuk berkelahi karena hal hal kecil, bernyanyi sambil bermain gitar, bahkan ada yang memilih tidur menunggu sang guru datang. Tak terkecuali Daniel. Pria itu kini berbincang ringan oleh penghuni kelas, beberapa kali akan ikut tertawa saat jika temannya melontarkan candaan.
Daniel menatap sekeliling, mencari seseorang yang tidak membalas pesannya sejak kemarin. Yap! Disana. Athena tengah diam, tak melakukan apapun, hanya diam. Lebih tepatnya melamun dengan kedua tangannya saling menggenggam, bergerak gelisah di bawah bangku. Wanita itu seolah tak sadar bahwa Daniel menatapnya lekat, begitu penasaran.
Kemudian, Daniel mengedipkan matanya lalu menggeleng. Apa yang baru saja ia lakukan? Sejak kapan Daniel menjadi penasaran tentang eksistensi seorang Athena. Namun, Daniel menyadari satu hal, di balik cardigan rajut berwarna mocca itu, pergelangan tangan Athena terbalut sebuah kapas.
Saat Daniel mencoba memperhatikan lebih seksama, guru yang mereka tunggu tunggu akhirnya datang. Ia dengan sigap turun dari atas meja yang ia duduki lalu berjalan menuju mejanya. Tanpa sengaja, matanya kembali menangkap Athena yang kini mengepalkan tangannya begitu erat, lalu tangan satunya terangkan untuk menyelipkan rambutnya di belakang telinga. Sekali lagi, Daniel menggeleng. Meyakinkan dirinya bahwa Athena baik-baik saja.
"Baik, seperti yang ibu janjikan hasil ulangan kalian akan ibu bagikan hari ini." setelah mengatakan hal tersebut, kelas menjadi ribut dengan suara sumbang penghuninya yang mendesah lelah dan sedikit kesal. Jika boleh, mereka memilih untuk tidak tau sama sekali.
Sedangkan sang guru hanya tersenyum, ia juga mengerti, ia pernah muda dan ia juga pernah lelah dengan angka angka. Namun pada hakikatnya, hidup memang seperti itu bukan? "Seperti biasa, Daniel meraih nilai tertinggi." sorakan terdengar begitu keras. Daniel hanya tersenyum lalu berdiri untuk mengambil kertas ulangannya yang tertera nilai sempurna itu.
Athena hanya diam. Ia sudah tau bahwa ia akan berada di bawah Aira, namun setidaknya, tolong jangan terlalu di bawah. Athena sudah berusaha semampunya. Guru tersebut terus memanggil nama-nama sesuai dengan urutan angka. Aira berada di urutan ke 4. Kali ini Athena tegang, jika urutan ke 5 bukan dirinya maka itu adalah masalah besar. "Athena." Athena menarik napasnya lega. Akhirnya. Kali ini tidak ada sorakan atau bahkan tepuk tangan seperti sebelumnya. Mereka hanya diam menatap Athena yang berdiri dan mengambil kertas ulangannya.
Tanpa siapapun sadari, selain Athena, seseorang juga menarik napas lega. Daniel, pria itu memperhatikan tangan Athena yang gemetaran memegang kertas. Untuk pertama kalinya, ia berpikir. Boleh ia memegang tangan itu?
✵✵✵
Jasmine keluar dari salah satu bilik toilet wanita setelah menyelesaikan urusannya. Ia berjalan menuju wastafel dan menemukan satu orang yang ia kenali disana. Athena. Tapi bukan itu yang menarik perhatian nya, melainkan kini Athena mengambil tisu untuk melap darah yang keluar dari hidungnya. "Lagi?" Athena berbalik dan menemukan Jasmine disana.
Tanpa peduli, Athena kembali mengambil tisu namun kali ini diambil alih oleh Jasmine. Wanita itu menghapus semua jejak darah di wajahnya. "Kali ini ada apa?" Jasmine membuang tisu tersebut ke dalam tempat sampah.
"Buka urusanmu." jawab Athena dengan tatapan datarnya. Tanpa berucap terimakasih, ia melangkah keluar.
"Tunggu!" Namun tertahan, langkah itu terhenti kala mendengar panggilan Jasmine.
Jasmine mendekat, menarik salah satu tangan Athena. Wanita terbalut cardigan yang melapisi seragam sekolahnya itu terkejut kemudian menarik tangannya namun sayang, ia tidak bisa mengalahkan kekuatan Jasmine yang memegang tangannya jauh lebih erat. Jasmine menatap tajam Athena, ia mengangkat lengan cardigan Athena. "Athena, kau gila?!" Intonasi wanita itu meninggi secara tiba tiba, antara kaget dan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AORTA
Teen FictionKatanya, orang tua adalah orang yang paling saya dengan anaknya. Katanya, orang tua itu tempat cerita. Katanya, rumah terbaik adalah keluarga. Katanya... Aira, Aira, Aira dan Aira. Kenapa menjadi sempurna seolah sebuah kewajiban? Dulu, hidup Ath...