2. little shaving cream

24 5 8
                                    

Gue benci mengakui, kalau Harry jauh lebih tampan saat ini. Ia jauh lebih tinggi, lebih bulky, lebih manis, lebih segalanya dari pada lima tahun yang lalu.

"Mikirin apa?" Gue tersadar, lalu menatap ke arah mata hijau emeraldnya.

"Nggak ada. Jadi, kenapa lo minta ketemu?"

"Buru-buru banget, Lu?" Gue mengangguk.

"I just happy to be back. Gue cek apartemen, cuman ada Mama sama Papa lo. You and Edgar weren't there."

"Of course. What did you expect? I have a life, kalau lo lupa."

"Salty banget," ujarnya. Harry tersenyum namun pandangannya tertunduk.

Gue mencoba menerka apa yang sedang Ia pikirkan. Namun, gue malah dibuat terdiam. Pikiran gue kosong, hati gue kembali berteriak sakit.

Harry telah berubah menjadi seorang pria. Ia bukan lagi remaja laki-laki yang gemar membuat gue tertawa. Ia kini jauh lebih dewasa. Tidak hanya dari tampilan saja, melainkan juga dari pembawaannya.

Harry yang dulu mencuri hati gue tak akan ragu menggoda. Ia akan melemparkan tanya-tanya tak terduga ketimbang memendam semua isi kepalanya.

"Buat apa ajak gue ketemu kalau lo cuman diam begini?" tanya gue tak tertahankan.

Harry akhirnya mengangkat wajahnya, Ia menghela napas berat. "I ordered you that strawberry cheesecake. Masih suka, kan?"

"Gue nanya, Harry. Jangan balas bertanya." Dia tak mengacuhkan gue. Dia berdiri untuk menjemput kue yang telah Ia pesan di pantry kedai kopi ini.

Harry kembali jelang beberapa detik saja. Ia berhenti di samping gue, lalu meletakkan piring berisikan cake strawberry dan yang satunya rasa coklat ke atas meja. He still love chocolate, after all this year.

"Gantungan kunci lo jatuh." Harry berujar. Kami kompak menunduk, mendapati gantungan tas kupu-kupu pemberiannya masih gue bawa dan kini tergeletak di lantai begitu saja.

Sesaat sebelum gue merunduk, Harry menahan bahu gue. "Let me get it for you," katanya.

Saat Harry merunduk, wajahnya jadi begitu dekat dengan gue. Hal ini membuat jantung gue kembali berdebar tidak sopan. Detaknya seperti mengmuk tak terima. Wangi parfum yang Ia kenakakn menyeruak, menyapa indera penciuman gue. Lalu saat Ia berdiri, wangi itu...

"Lo habis cukuran, ya?"Untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, Harry menjawab tanya gue dengan tawa kecil.

"You seemed to noticed, hm." Harry tersenyum, lalu kembali ke kursinya yang berhadapan dengan gue setelah meletakkan gantungan kupu-kupu itu di atas meja.

"Gue senang lo masih ingat aroma shaving cream yang selalu gue pakai."

Oke, sial sekali. Selain suka menepati perkataannya, hal yang membuat gue sampai jatuh padanya adalah bagaimana Harry selalu ingat hal-hal kecil yang gue sukai.

Pertama, kalian sudah menyadari tentang gantungan kunci kupu-kupu itu. Semua berawal dari gue yang sangat cinta dengan kupu-kupu. Gue suka memotret kupu-kupu yang hinggap di taman kecil di lantai atas apartemen kami. Gue suka mencoret dan menggambar kupu-kupu di catatan dan buku-buku sekolah kami. Gue juga tak bisa menahan diri untuk membeli printilan gemas bernuansa kupu-kupu. Maka dari itu, sebelum semua menjadi buruk, Harry sempat membelikan gantungan itu untuk gue.

Gue baru sadar hari ini. Bisa saja, gantungan ini adalah sebuah bentuk investasi yang Ia tanam dalam diri gue.

Hal kedua yang bisa kalian sadari adalah, Ia sengaja memakai krim pencukur yang dulu berhasil menjelma menjadi aroma favorit gue.

Iya, dia akan menyebarkan wangi yang segar dan powdery, a pretty rare scent for a teenage boy at that time. Kemudian dia dengan sadarnya membuat gue terpikat, lalu kami akan menghabiskan waktu setidaknya lima menit untuk berpelukan.

Bahkan, that little shaving cream he own, menjadi penyebab ciuman pertama kami.

~to be continued

Growing Up // Harry StylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang