1. it's him

47 6 2
                                    

Dingin. Satu kata yang dapat menjelaskan suasana hari ini. Bukan hanya karena hujan yang tak bosan turun, tetapi juga karena gue harus menjemput kembali patah hati lima tahun yang lalu.

Gue harus bertemu dengan dia, seseorang yang sudah membuat gue jatuh sejatuh jatuhnya dalam kisah yang berjudul jatuh cinta. Mungkin saat itu cintanya masih cinta monyet, ya. Namun, rasa sakitnya masih meninggallkan bekas yang sampai hari ini belum bisa gue lupakan.

Namanya Harry.

Kalau harus menjelaskan orangnya bagaimana, mungkin akan menghabiskan satu buku. Tapi, akan gue ceritakan sedikit tentang Harry. Ya, hanya sedikit. Sedikit tentangnya yang berhasil membuat gue jatuh cinta.

Pertama, ketika kami pertama kali bertemu.

Saat itu, gue sedang berlayar di dalam mimpi. Hingga suara dentuman terdengar, berikut dengan rintihan seorang laki-laki. Sontak, gue ditarik keluar dari alam mimpi untuk mendapati Harry yang tengah terduduk di lantai, memegangi kakinya yang gue duga, sehabis menabrak tepian meja.

"LO SIAPA?!" Gue berteriak kaget.

"Gue Harry, unit gue di ujung tangga," katanya.

Unit? Oh, iya. Gue baru saja pindah ke apartemen ini bersama kedua orang tua dan satu orang kakak laki-laki. Gue sepertinya tertidur di sofa ruang tamu sejak sekitar dua jam yang lalu.

"Oh, hai. Lo ngapain di sini?" tanya gue penuh selidik.

"Chill, miss. Gue barusan mengantar dus bawaan kalian untuk ketiga kalinya. Cuman gue sial aja sekarang, sampai kepentok segala."

"Kok lo yang anterin? Keluarga gue mana?"

"I just wanna help. Keluarga lo lagi di bawah, kayaknya sudah mulai makan siang. Gue bikin lo terbangun, ya?" tanya Harry. Wajahnya terlihat sangat bersalah.

"Iya. Tapi, kaki lo nggak apa-apa?" Harry menunduk, terus meringis saat kakinya ia sentuh.

"Nyut-nyutan, sih. Tapi harusnya nggak apa-apa. Sebentar lagi juga mendingan," ujarnya lalu Ia memasang sebuah senyum. Senyuman yang pada detik itu berhasil menyihir gue.

Lantas, gue segera bangun dari posisi yang masih rebahan. Entah kenapa gue salah tingkah sendiri disenyumin Harry.

"Lo lanjut tidur lagi, aja. I'll close the door. Nanti gue bilang ke Edgar kalau lo sudah bangun."

"Sudah kenal kakak gue?" tanya gue yang dijawab Harry dengan anggukan.

"Kalau sama lo, gue belum kenalan."

"Oh, I'm Lucianne. Panggil Lulu aja."

"Oke, Lulu." Harry kemudian berdiri. Ia sedikit tertatih berjalan menuju pintu. Sebelum meninggalkan gue, Harry kembali melempar senyum. Gue mati-matian menahan diri agar tidak balas tersenyum.

Dia menutup pintu sesuai ucapannya. Hal kedua yang akan gue ceritakan tentang dia. Yaitu tentang Harry yang selalu menepati perkataannya.

Seperti saat ini. Ia berkata akan menunggu gue di kedai kopi dekat studio ballet tak jauh dari gedung tempat gue bekerja. Benar saja, saat gue menginjakkan kaki di ambang pintu kedai kopi ini, Harry tampak di sudut lain ruangan. Ia tengah menulis sesuatu di Ipadnya.

Sebelum lanjut melangkah, gue menarik napas dalam, membiarkan paru-paru gue dipenuhi oksigen. Kemudian menghembuskan dengan pelan, membiarkan oksigen mengalir sambil mencoba menenangkan debar yang gue rasakan.

"Lulu."

Sial. Sepertinya usaha gue barusan sia-sia. Karena ketika Ia menoleh dan memanggil nama gue, pertahanan gue hancur berserakan.

~to be continued

a/n
makasih udh mampirr <3 a vote and a comment will mean a lot to me. this is a very short story, alurnya maju mundur jadii fokus ya bacanya hehe biar ga pusing ;)

dibikin edisi kangen Harry bgt bgt bgt

Growing Up // Harry StylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang