Takkk!!
Obat terjatuh berserakan di lantai, disertai bunyi erangan kesakitan pemuda itu.
"AKHHTT!!"
Pertahanan pemuda itu runtuh, badan tinggi tegapnya meluruh ke lantai yang lembab. Keringat mengucur deras dari pelipisnya disertai tubuhnya yang bergetar hebat.
Beberapa lama setelahnya, netranya mulai menatap kosong kearah obat-obat an yang sudah tercecer tidak karuan di lantai. Lantas mendongak, menoleh ke belakang dengan nafasnya yang terburu.
Kuku-kuku tajamnya bergeser mesra dengan lantai berbahan dasar semen itu, menimbulkan bekas cakaran yang tersisa disana.
Kini matanya menatap nyalang kearah pemuda dibelakangnya.
"JAKE!!!"
Heeseung bangkit, mulai melangkahkan kaki jenjangnya mendekati temannya.
Jake tak bergeming, kini justru yang terlihat mengerikan Heeseung sendiri. Dengan matanya yang merah menyala, tangannya yang berkuku tajam disertai urat-urat lehernya menegang. Sedang sebaliknya, Jake tampak seperti manusia tak berdosa. Tatapan matanya teduh kontras dengan bibirnya yang dipenuhi bercak darah.
"AKHHHT!!,"
Tadinya Heeseung ingin menghajar temannya, atau kalau perlu sekalian membunuhnya. Namun alih-alih melakukan itu, Heeseung justru kembali meluruh ke lantai.
"Hiks.."
Pemuda itu menunduk dan menangis, bersamaan dengan penampakan tubuhnya yang berubah menjadi seperti sedia kala.
Dirabanya lehernya yang masih terasa perih, pemuda itu seketika mendapati tangannya yang sudah dipenuhi darah.
"Maaf, aku harus melakukan ini.."gumamnya pelan.
Heeseung mendongak, tatap mata Jake tampak dipenuhi sesal. Entah itu memang penyesalan atau hanya rasa iba.
"KAU TAU IBUKU SAKIT!! TEGA SEKALI KAU MERUBAHKU SEPERTI INI!!"
"A--aku tidak sengaja, maafkan aku.."
"Omong kosong!!, DASAR IBLIS!!!"
Jake menunduk, pemuda itu tak bergeming. Atmosfir hening menyelimuti keduanya, samar-samar terdengar isak tangis Heeseung yang menyesakkan.
"Aku hanya menolongmu, aku tau seberapa panjang penderitaanmu selama ini,"
Setelah persekian detik, akhirnya Jake membuka suara. Pemuda itu maju satu langkah, berniat membantu kawannya bangkit namun lebih dulu tertepis oleh Heeseung.
"Hidup itu tidak mudah teman, maafkan aku karena telah menyembunyikan identitasku yang sebenarnya."
"Ini yang kau namakan sebagai sahabat??"gumam Heeseung dengan sedikit tekanan pada suaranya, tangannya terkepal erat.
"Kau sahabatku, maka dari itu.. aku ingin kita tetap bersama, bahkan sampai beratus ratus tahun ke depan."Ujar Jake, matanya menerawang temannya dengan penuh ketulusan. Dan harapan.
"Setelah ini, kau tidak akan lemah lagi. Setelah ini, kau akan tau apa itu arti hidup yang sebenarnya."
***
Begitu masuk ke dalam kamar, Heeseung sudah disuguhkan oleh ibunya yang susah payah bangkit dengan tangan bertumpu pada pinggir ranjang.
"Ibuu!!,"
Pemuda itu segera menghampiri sang ibu, membantu wanita paruh baya itu untuk kembali berbaring pada kasurnya. Namun saat sang ibu meminta untuk didudukkan saja, Heeseung lantas menyandarkan tubuh ringkih ibunya dipunggung kasur.