"Dengan berat, kami harus mengambil keputusan, kau dikeluarkan."
Heeseung berjalan lesu dengan tatap pandangnya yang sendu, mengisyaratkan sebuah kekosongan yang mendera perasaannya saat ini.
"Heeseung!,"
Begitu suara seseorang yang familiar masuk ke telinganya, langkah Heeseung pun terhenti.
"Bagaimana hasilnya?," Tanya pemuda itu setelah berdiri sejajar disamping Heeseung.
"Kau diberi keringanan kan?"
Alis Jake mengerut ketika menyadari temannya itu sudah lekat dengan tas di bahu kiri nya.
"Kau--"
"Aku dikeluarkan."
Jake terhenyak di tempatnya, keningnya mengerut lantas pemuda itu hanya menghela napas panjang.
"Kenapa kau tidak mau ku bantu?,"
"Sudah berapa kali kau membantuku, kau bukan ayahku yang harus menutupi semua biaya sekolahku, ayahku sendiri saja entah kemana, toh aku tak akan jadi apa-apa nantinya, ini memang kemauanku,"
"Jadi kau membiarkan semua sia-sia?? sebentar lagi kau akan lulus,"
"Semua tidak harus diukur dengan kemampuan materi,"ujar pemuda itu melangkah hendak pergi,
"Tapi dengan materi, kau dihargai."
Heeseung tak jadi melanjutkan langkahnya, pemuda itu menoleh sejenak.
"Apa jaminannya?"
"Materi bisa menjamin kebahagiaanmu di masa depan, supaya kau dihargai dan tidak ada yang merendahkanmu lagi."
"Cihh"Decihnya lalu tersenyum miris, "bahkan aku tidak tau bagaimana rasanya dihargai, tak ada yang menghargaiku."
Begitu temannya itu menjauh, Jake hanya bisa menatapnya lamat-lamat dari kejauhan.
***
"Kau mau air?"
Heeseung menawarkan sebotol air mineral pada Jake setelah sahabatnya itu terduduk disampingnya.
Jake mengangguk lantas menerima botol air yang Heeseung berikan, menengguknya setengah.
"Kenapa kau mau membantuku seperti ini?"tanyanya seraya menerawang truk yang sudah membawa barang-barangnya pergi.
"Entah,"
"Kau tak perlu begini Jake,"
"Aku kurang apa, dua bulan ini aku membantumu bekerja, itupun saat gajian kau menolak bantuanku lagi, kau hanya terima seperempatnya."kata Jake santai.
"Bahkan kalau perlu aku takkan mau menerima seperserpun, jika saja kau tak mengancamku kalau kau tidak akan mengenalku lagi,"
Jake terkekeh,
"Kalau begitu, bagaimana jika setengah gajiku untuk kau saja, kalau kau masih menolak kita benar-benar akan saling tidak mengenal,"godanya.
"Aku tetap akan menolaknya,"
"Seluruh gajiku?"
Heeseung menoleh, menatap temannya itu lekat-lekat membuang napas lelah.
"Terserah kau saja, aku tak akan menerimanya"
"Yasudah sekarang kita akan jadi orang asing,"
Heeseung mengernyitkan alisnya heran, lantas mendecak malas.
"Hidupku sudah penuh beban, jangan buat pikiranku juga ditambahi beban."
***
"Maaf Jake, area tempat tinggalku terlihat kumuh, tidak seperti tempat tinggalmu."
"Hey! Apa yang kau katakan, tidak masalah selama kita masih berteman,"Ujar Jake seraya merangkul bahu sahabatnya erat.
"Hanya saja, aku memang belum pernah ke tempat seperti ini"lanjut Jake dengan kekehan kecil.
Langkah keduanya tak kunjung terhenti, lorong demi lorong telah dilewati. Belokan demi belokan yang Heeseung hafal dan membuat Jake pusing tujuh keliling, tetap tak mampu menghentikan tekadnya untuk tiba di kediaman Heeseung.
Setelah beberapa menit berjalan, sampailah keduanya persis di depan rumah Heeseung. Bangunan kecil nan sempit yang hanya dengan melihatnya saja kemudian menoleh kearah Jake, semakin menguatkan Heeseung bahwa sahabatnya itu tidak pantas datang ke tempat seperti ini.
"Kau bersinar sekali disini Jake,"
"Ha? Apa?"Jake tertegun.
"Tidak. Itu maksudku matahari sore ini sedikit terik, ayo masuk. Di dalam ada ibuku."Ajaknya.
Jake kemudian masuk menyusul Heeseung, pemuda itu bertamu ke rumah sahabatnya tanpa sedikit keraguan, bahkan kedatangannya malah disambut dengan sangat baik oleh ibu Heeseung.
Meskipun wanita itu terbaring lemah diatas kasur, namun ia menyuruh Heeseung untuk susah-susah menyediakan beraneka macam makanan untuknya. Heeseung sampai memasak menu spesial kesukaannya untuk dihidangkannya pada Jake.
Sayang ketika dicoba, Jake hanya menelannya sesendok saja.
"Aku vegetarian,"
"Ah iya aku lupa, sudah kubumbui dengan udang, jangan diteruskan, daripada kau nanti alergi, biar aku saja yang menghabiskannya nanti"
"Maaf hee"
"Tidak apa-apa, itu wajar"
Satu fakta yang baru saja diketahui oleh Heeseung, bahwa Jake tidak bisa menelan protein hewani kecuali tumbuhan.
"Jangan kapok datang kemari, nanti kuhidangkan khusus selera vegetarian sepertimu,"
"Haha tentu saja, terima kasih untuk jamuannya hari ini"
Heeseung terkekeh dan menepuk pundak Jake sekilas.
"Pundakmu keras, tapi Jake, aku juga berterima kasih banyak padamu, ini tidak seberapa dengan kebaikanmu selama ini"ujar Heeseung.
"Jangan dibahas, lainkali gantian aku yang akan mengajakmu kerumahku".
Jake tersenyum lantas berpamitan pada Heeseung, seusai kepergian temannya Heeseung melangkah masuk ke dalam rumah.
Sementara beberapa meter jarak dari rumah Heeseung, Jake berlari menjauh, sesampainya di gang pemuda itu terbatuk batuk dan berusaha memuntahkan segala isi perutnya.
Karena jamuan yang disediakan oleh Heeseung, tubuhnya terasa lemas. Bahkan ia tidak bisa berlari sekencang mungkin.
Sialnya, satu suapan makanan yang dia tau mengandung bawang telah ia telan dan masuk ke dalam perutnya. Jake mungkin masih bisa menahan beberapa camilan ringan tapi makanan yang sudah tercampur dengan bawang telah membuat tubuhnya terasa sakit.
Yang ia katakan tadi bahwa dia vegetarian itu tidak benar adanya, Jake berbohong. Ia hanya tidak bisa memakan bawang, itu saja.
Sepanjang perjalanan pulang, pemuda itu terlihat lemas, beberapa orang yang lewat bahkan sempat mengira dia sedang keracunan.
"Hey nak, kau tidak apa-apa?"
Ada kalanya seorang wanita tua menghampirinya karena kasihan melihat pemuda itu berkali kali terlihat ingin muntah namun tidak ada sedikit pun yang keluar dari perutnya.
"Yasudah, hati-hati di jalan"
Wanita itu akhirnya pergi sesaat setelah Jake menggeleng dan memberi kode lewat tangannya bahwa dia tidak apa-apa.
Votmentnya★ Gatau aku stuck di Enhypen 2020.😭 Ini tahun berapaa??