01. Fate

166 12 0
                                    

"Torao!" seru penuh girang seorang lelaki mungil dengan surai hitam dan senyum lebar. Orang yang ia panggil telah melihat kedatangannya dari kejauhan. Pria tampan, tubuh tinggi juga tato di berbagai tempat, terbalut kemeja kuning berlapis jas putih panjang. Sempurna.

Tap. Tap. Tap.

Derap cepat berpaut langkah pelan mengarah satu sama lain, menggema di dalam ruang yang luas. Yang lebih tinggi merentangkan kedua tangan, disambut oleh lompatan ke dalam pelukannya.

"Luffy-ya mau apa ke sini, hm?" telapak tangan besar dengan huruf-huruf berbeda di tiap punggung jari mengusak rambut pria manis yang ia dekap. Yang ditanya masih setia membenamkan wajah dalam pelukan itu, menggeleng-geleng, membuat rambutnya bergesekan dengan dagu pemeluknya.

"Kangen?" tanya si pria jangkung sekali lagi, sontak membuat sosok lucu, Luffy melepaskan pelukan dan mengangguk kuat. Dengan papan nama bertuliskan Trafalgar Law di permukaan kantung jasnya, semua mungkin sadar dan sudah tahu bahwa ia seorang dokter. Lobi rumah sakit, di sana baru saja dokter muda itu menumpahkan cintanya.

Law tanpa bosan memandangi Luffy lelat-lekat, membuat lelaki kecil itu merona tipis. Baru sepersekian waktu rona itu bersemu, wajahnya berubah cemberut dengan bibir plump yang mencebik, "Torao kurusan lagi."

Ah, Law baru ingat, berat badannya seringkali merosot drastis. Biasanya kembali naik perlahan berkat Luffy yang sering mengajaknya pergi untuk menikmati kuliner. Penyandang marga Trafalgar itu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan menghindari tatapan sosok di hadapannya.

"Baru ditinggal sebentar padahal," ucap Luffy memperhatikan Law dari atas ke bawah, bawah ke atas. Terlihat jelas rahang pria itu semakin menajam, kantung matanya sedikit menebal, dan untunglah bagian tubuh lainnya tidak terekspos di bawah balutan jas dokternya.

Memutar otak supaya Luffy menghentikan aktivitasnya, Law membuka suara, "Ayo makan, Luffy-ya. Kali ini aku akan menurut, kau bisa memintaku makan sebanyak apapun yang kau mau."

Binar gembira sekilas melalui netra gelap Luffy, ia terus mengangguk-angguk, menarik pergelangan tangan Law ke kantin rumah sakit, "Tidak usah terlalu banyak, yang penting Torao makan. Biar aku yang makan sisanya kalau tak habis, shishishi."

Dua sudut bibir terangkat naik, sangat tipis sampai tidak terlihat, Law mengikuti langkah Luffy, mengimbangi kecepatannya.

.
.
.

"Kenapa merengut dari tadi?" Law menaikkan sebelah alis, meski pandangannya fokus pada jalan di depannya, ia tak tahan jika orang seceria Luffy terus diam termenung. Lelaki mungil itu memangku dagu, melihat pohon-pohon bergerak mengiringi laju mobil.

Ia tersadar dari lamunannya, "Fokus menyetir saja, Torao," lantas kembali mengutak-atik ponselnya. Law tidak banyak bicara. Jarang, sangat jarang manusia yang membuatnya terjebak dalam hubungan tanpa status ini kehilangan semangat. Mungkin dia kelelahan, pikir Law mencoba positif.

Bagaimana Luffy bisa mempertahankan suasana hatinya, kalau nyatanya berita baik yang ia tunggu tidak pernah datang. Yang ada hanyalah selalu kabar mengerikan yang enggan ia dengar.

Gagal hatinya sudah kronis, keadaan sirosisnya juga semakin parah. Kau tahu? Buruknya lagi, setelah saya pertimbangkan, semua jenis pengobatan tampak memiliki peluang negatif untuk membantunya.

Lagi-lagi. Belasan, puluhan kali Luffy membaca pesan tersebut, berharap kalimat-kalimat itu berubah. Namun kakak iparnya itu tidak pernah menyampaikan berita tentang Law yang menyenangkan hatinya.

Pemilik iris hitam bundar itu kemudian hanya bisa menghela napas kasar, menghempaskan punggungnya untuk bersandar pada kursi mobil. Ia menolehkan kepala, memandangi pria berwajah datar tengah mengemudi.

Luffy kadang kehabisan ide memikirkan alasan mengapa Law bisa terlihat begitu santai menjalani hari-harinya. Dokter bedah kardiotoraks itu diprediksi bahwa telah menjadi keajaiban apabila usianya berhasil melampaui tiga puluh tahun nanti.

Waktu sangat kejam, tidak pernah bisa berkompromi. Seandainya Luffy mengetahui hal ini lebih awal, ia akan menghabiskan miliaran detik, bernapas sambil memandangi pria Trafalgar itu sebelum dirinya habis kesempatan untuk melakukannya.

Terkadang Luffy menyesal, satu tahun masa SMA ia pakai hanya untuk mengagumi Law, ketua organisasi yang terpaut dua tahun darinya. Dan setelahnya dua tahun ia kehilangan kabar. Sampai keberuntungan kembali mempertemukan, menautkan takdirnya di universitas yang sama dengan Law sebagai kakak tingkatnya meski berbeda fakultas.

Sedikit demi sedikit, benih rasa yang terlupakan itu kembali tumbuh dan mekar di dalam hati Luffy, yang rupanya bersambut dengan perasaan Law. Mereka dekat, sangat dekat sampai lelaki 26 tahun dengan surai raven itu sekali lagi menginap di kediaman Trafalgar.

[TBC]

SAUDADE || LAWLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang