05. Sunset

55 10 0
                                    

Hari-hari berlalu, lima hari selepas malam proyektor bintang itu dimainkan. Law masih beristirahat di dalam kamar inapnya, ditemani Luffy. Dua puluh empat jam pria manis itu menjaganya dengan deretan gigi putih yang tak luntur dari wajahnya.

Srak.

Luffy membuka lebar-lebar gorden ruangan, membiarkan cahaya matahari yang perlahan tenggelam masuk menembus kaca jendela. Silau yang tidak memusuk mata, gradasi menawan oranye mewarnai langit musim gugur.

Dua kursi ditarik mendekat dan menghadap ke jendela besar. Law mengulas senyum tipis, lagi-lagi tipis hingga tak kentara ada. Ia menapakkan kaki yang hanya terbungkus kaus kaki hitam ke atas ubin dingin, sembari menggenggam tangan lelaki yang lebih pendek.

Mereka duduk bersebelahan, matahari akan menghilang di ujung barat, daun-daun berguguran. Jemari lentik berkontak dengan punggung tangan yang masih ditancap jarum infus. Law mencari posisi, meletakkan kepalanya di atas bahu sempit Luffy. Yang dijadikan sandaran sama sekali tidak keberatan, malah menegakkan punggungnya supaya bahunya lebih mudah dicapai oleh Law.

"Luffy-ya."

"Hn?"

"Kapan-kapan ayo jadi kekasih. Kapan-kapan aku akan datang ke rumah ayahmu untuk melamar. Kapan-kapan ayo kita menikah dan punya anak."

Runtunan kata 'kapan-kapan' yang tidak akan terjadi di kehidupan kini.

"Mhm, ayo lakukan semuanya kapan-kapan. Torao jangan salah paham ya, aku sebenarnya… sangat menyukai Torao, tapi —"

Sebuah jari telunjuk mendarat di atas bibir Luffy, "Kalau kau tidak menjelaskannya pun, aku akan mengerti. Lagipun aku sadar diri, orang semacammu pantas mendapat lebih."

Cairan bening itu turun kembali, dengan suara yang mati-matian dibuat tegar, "Jangan bilang begitu, Torao. Kau sempurna untukku, jadi kalau Torao terus begini, rasanya aku bisa meledak."

Kekehan bernada rendah lolos dari kerongkong serak Law, "Ulang tahunmu musim semi tahun depan, aku sudah siapkan hadiahnya. Kutitipkan pada Cora-san, jadi minta padanya nanti. Luffy-ya bisa melakukan hal yang sama untuk dua tahun berikutnya. Awalnya aku ingin siapkan lebih banyak, sayang aku kehabisan ide hadiah apa yang bisa bertahan selama itu."

Semua berjalan seakan genggaman tangannya akan terlepas, seakan hatinya akan ia tinggalkan pada sosok yang tak dapat ia lihat lagi.

"Aku akan melakukannya, Torao."

"Hm, baguslah. Terima kasih banyak, Luffy-ya, aku bersyukur bertemu denganmu. Terima kasih telah memperbolehkanku bersandar dan jatuh untukmu. Aku akan menjagamu dimanapun. Karena itu, bahagialah, senyumanmu sudah menjadi pemandangan favoritku."

Iris hitam itu semakin kabur dengan semua air yang menggenangi, Luffy sudah tak kuat lagi menahan tubuhnya untuk bergetar, "M-Matahari terbenamnya indah 'kan, Torao?

Aku mencintaimu, dan aku siap merelakanmu pergi.

"Ya. Cantik sepertimu."

"Jangan sakit lagi, hn? Torao sudah berjuang keras, aku bahagia," ucap Luffy di tengah isakannya yang semakin menjadi. Panorama itu sudah tak terlihat indah ketika ia sadar Law tidak lagi menonton hal itu bersamanya. Netra berwarna kilat kekuningan tertutup oleh kelopak mata, terlihat damai tanpa ada yang mengganggu.

.
.
.

"Baik-baik saja?" Rosinante bertanya pada Luffy yang masih terduduk di lantai koridor memeluk kedua lututnya sendiri.

"Maaf aku tidak bisa membuat Torao tetap tinggal di sini, Cora-san."

"Bukan masalah, Luffy. Aku sudah tahu perihal hal ini akan terjadi. Lihatlah, pagi-pagi buta mungkin sebelum kau bangun, ia mengirimkan pesan ini padaku," Rosinante menyerahkan ponselnya, membiarkan Luffy membaca.

Cora-san, terima kasih banyak sudah menuntunku hingga aku bisa berdiri di atas kedua kakiku sendiri sekarang.
Maafkan aku banyak merepotkan, dan barang untuk Luffy-ya jangan lupa.
Tunggu telepon Luffy-ya saja, baru Cora-san datang ke sini.

"Aku mengikuti semua pesannya. Benar saja, teleponmu membawa kabar seperti ini," tawa hambar terselip dalam ujaran Rosinante.

Kacau. Hanya itu yang Luffy rasakan.

"Omong-omong, langka sekali melihat Law tersenyum begitu hangat. Terima kasih kau membuatnya melakukan itu di saat terakhirnya. Itu pasti cara pergi yang paling ia dambakan, di sampingmu."

[TBC]

SAUDADE || LAWLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang