06. Hug

56 9 0
                                    

"Permisi."

Merasakan lengannya diketuk-ketuk, Luffy berhenti memandang sebuah restoran daging dan berbalik badan. Hanya ada seorang bocah berambut hijau menggembol benda panjang terbungkus kain di punggung.

"Ah iya, ada apa?"

"Tahu jalan ke All Blue Hospital ?"

Percakapan singkat itu harus berakhir pada Luffy mengantarkan orang yang memperkenalkan diri sebagai Roronoa Zoro ke tempat yang ia tuju. Tak mungkin apabila Luffy tidak mengingat jalannya, kakak iparnya bekerja di sana. Ia juga pernah menyaksikan proyeksi bintang dan matahari terbenam bersama seseorang di sana sebulan lalu.

Rupanya bocah yang masih berada di tahun terakhir sekolah menengah pertama itu tak cukup jika hanya diantar sampai lobi. Puas sudah Luffy memimpin jalan hingga ke taman belakang rumah sakit.

Terlihat seorang anak lain, rambut pirang dengan mantel kuning cerah, terduduk di atas bangku di bawah pohon besar, mengayun-ayunkan kaki.

"Oi!" Zoro berteriak, menyadarkan yang tengah melamun untuk berjalan mendekat sembari menggandeng tiang infus. Sebuah tendangan berhasil dihindari oleh si hijau layaknya ia sudah sangat terbiasa.

"Marimo idiot. Sudah kubilang, jangan datang kalau tidak ada yang mengantarmu. Aku bosan menunggu, dasar otak lumut," meski perkataannya kasar, tetapi jarinya tergerak untuk mengambil beberapa daun gugur yang tersangkut di sela rambut Zoro.

"Maaf dia sudah menyulitkan kakak, dia memang buta arah," si pirang dengan alis melingkar searah jarum jam dan poni menutup sebelah matanya itu cukup peka untuk mengetahui fakta bahwa Zoro sukses menemuinya berkat Luffy. Ia membungkuk dalam pada Luffy, dan sekali lagi untuk kekosongan di sebelah pria bersurai raven tersebut.

Kenapa dua kali, pikir Luffy.

"Hei, alis melingkar, hanya ada satu orang di situ," ucap Zoro mengiringi kebingungan Luffy.

"Jelas-jelas ada dua ya, bodoh. Kakak yang ini, dan satu lagi yang pakai topi putih bintik-bintik."

Luffy takut-takut membuka suara dan bertanya, "Bagaimana penampilannya? Maksudku, ada apa lagi selain topinya?"

Yang ditanya memiringkan kepala, menatap seakan memang ada orang sungguhan di sisi Luffy, "Dia tinggi, kelihatan mengantuk, lalu janggut di dagu mungkin? Tato tangan dan celana panjangnya juga ada bintik hitam."

Mendengar pemaparannya, Luffy lantas terdiam. Ia ingat persis jenis penampilan Law, apalagi topi putih berbintik yang selalu dipakai ketua organisasi sekolahnya itu semasa kuliah.

"Oh iya, apa tidak terasa kalau dia sedang memeluk kakak begini?" sambung si bocah pirang dengan Zoro sebagai alat peraga demonstrasinya. Ia memeluk sahabatnya dari belakang, mengemplang kepala hijau itu supaya tertunduk. Lalu ia berjinjit, meletakkan dagunya di atas pucuk kepala Zoro.

Zoro menghela napas, melepaskan diri dengan wajah yang merah padam, "Sanji bisa lihat apa yang tidak kelihatan. Sial aku berteman dengannya."

"Sial katamu? Lalu siapa yang membantumu mengerjakan pekerjaan rumah, hah?"

"Iya, iya. Karena aku seberuntung itu, aku akan menikahimu nanti."

"Berisik! Kau pikir berapa lama aku bisa hidup?"

"Tidak masalah. Dokter 'kan bilang, selama kemauanmu kuat, jantungmu akan ikut kuat."

"Bukannya itu bohongan?"

"Mana ada. Tenang aja, nanti kalau kaki kamu lemas, aku bisa kok gendong kamu kemanapun. Tapi rambut kuning kamu harus sampai putih dulu, baru kamu boleh pergi."

"Heh, maksa banget. Gendongnya sekarang, jangan tunggu sampai kakiku tak bisa jalan," Sanji mengalungkan lengannya dari arah belakang, menaiki punggung Zoro. Sebelah tangannya tetap mengalung, dan tangan lainnya masih setia menggandeng tiang infus. Tanpa protes, Zoro memegangi paha Sanji yang mengapit pinggangnya.

Pembicaraan kedua anak beranjak remaja itu perlahan memudar dari telinga Luffy. Ia selalu teringat pada Law tiap kali orang-orang menjerumus ke dalam hal seperti ini. Tak seharipun di mana Luffy tidak menangis ketika memutar ulang secuil memori tentang Law dalam pikirannya, ketika Luffy masih melihat pria tinggi itu kemanapun ia melirik.

Luffy berjongkok di bawah pohon, berharap seorang dengan nama keluarga yang begitu sulit ia lafalkan akan datang. Mengusap air matanya, mengelus kepalanya atau sekedar memeluk kerapuhannya.

Law mencoba, namun Luffy tak merasakannya.

[TBC]

SAUDADE || LAWLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang