03. News

59 10 0
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam lewat tujuh belas menit. Luffy sudah terlentuk, rasa kantuk menguasai dirinya. Menangani sebagian pekerjaan ayahnya melalui kerja lembur tampaknya bukan hal yang baik untuk orang sepertinya malam ini. Sinar biru dari laptop yang terduduk di atas mejanya juga membuat kedua matanya semakin penat.

Ping!

Luffy mengacak rambutnya gusar, apalagi yang bisa lebih buruk dari lemburnya di kantor seorang diri. Kalau ada teman mungkin akan jauh lebih baik, dia bukan tipe yang suka menyendiri. Layar kuncinya menampilkan beberapa kotak notifikasi, pesan dari Rosinante.

Ia mengetuk salah satunya, menampilkan ruang obrolan pribadinya bersama Rosinante. Meski dengan pandangan agak kabur, Luffy mencoba untuk membaca setiap pesan.

Malam, maaf mengganggu ya, Luffy.
Mau datang ke rumah sakit tempat kakak iparmu?

Pikirannya masih mencoba memproses, memangnya mengapa ia harus mendatangi Marco di waktu seperti ini. Sebelum satupun prasangka terlintas dalam kepalanya, ada notifikasi lain muncul di bagian atas layar. Sekarang kakak laki-lakinya, Ace yang mengirim pesan.

Oi, tinggalkan dulu pekerjaan ayah. Law ada di tempatnya Marco, cepat datang.

"Law?" Luffy bergumam.

"Torao?!" seru lelaki dengan iris segelap malam yang membola, sepersekian detik ketika ia memahami apa yang terjadi. Ia buru-buru menyimpan dokumen pekerjaannya, menutup laptop miliknya kasar dan segera beranjak keluar dari ruangan kerjanya.

Berdiri di dalam lift seorang diri, rasanya semakin kacau dan kalut. Tatkala pintu lift itu terbuka, Luffy langsung berlari menuju pintu utama, memanggil sebuah taksi.

Tadi pagi Law jelas-jelas masih sempat mengantarnya ke kantor, dan sekarang kenapa lagi?

Ping!

Buru-buru Luffy mengecek ponselnya tak lama setelah mendudukkan diri di dalam taksi dan mengatakan ke mana ia akan pergi pada sang sopir. Kali ini hanya sebuah foto dari Eustass Kid dan pesan teramat singkat.

Pria rambut merah itu tampaknya benar-benar tahu bagaimana cara membuat Luffy menyesal tidak bisa mengendarai mobil sendiri. Taksi ini bergerak terlalu lambat apabila Luffy harus melihat penampakan Trafalgar Law terbaring, tak sadarkan diri dengan segala macam alat canggih kesehatan membantunya menyambung hidup.

Kuceritakan nanti.

Luffy sungguh membutuhkan penjelasan. Alasan macam apa yang membuat Torao-nya seperti itu. Meski sudah tentu ada kaitan dengan penyakit yang diderita Law, ia tetap memerlukan informasi mengenai keadaan pemilik hatinya.

.
.
.

"Kid! Torao kenapa?" teriak Luffy dari jauh, menghampiri lelaki besar berambut merah nyentrik dengan napas terengah.

"Dia pingsan."

"Iya, kenapa bisa pingsan?!"

"Sabarlah! Ini baru mau cerita."

Yang lebih pendek menatap tajam, Kid melanjutkan perkataannya, "Law baru saja selesai dengan operasi bedah kardiotoraks pada salah satu pasien miliknya. Aku datang karena dia menitip lempeng obatnya yang tertinggal di apartemenku. Saat aku melihatnya, sepertinya dia keluar setelah konsultasi singkat dengan keluarga pasien, tiba-tiba orangnya ambruk di depan pintu."

"Terus?"

Kid menarik napas panjang, jujur ia kurang terbiasa menjelaskan panjang lebar, tapi dia sedang tak ingin mengibarkan amarah pujaan hati sahabatnya itu.

"Lalu, aku telpon rumah sakit ini karena aku tahu si Marco, kakak iparmu 'kan dokternya Law. Kalau Cora-san, sepertinya dia dapat informasi langsung dari pihak sini. Yang bikin lebih kaget, kau mau tahu?"

Netra Luffy membulat, menggangguk kuat. Tak ada salahnya mendengar cerita Kid sambil menunggu Rosinante keluar dari ruang ICU.

"Tapi si Law itu sungguh bikin khawatir deh. Dia sempat muntah darah dulu sebelum jatuh di depan pintu. Mana Marco bilang itu mungkin akibat dia memaksakan diri sejak pagi. Nah, kata Cora-san, dia dari malam sama kamu terus, memangnya iya?"

Hening.

Sepasang mata milik pria bersurai raven memanas, pandangannya tertunduk ke bawah. Ia pikir harusnya ia membuat Law tetap tinggal dan beristirahat di rumah. Wajah Law agak pucat semenjak pagi, Luffy yakin ia telah menyarankan supaya Law mengambil cuti. Rupanya pemilik nama keluarga Trafalgar itu balas mengatakan bahwa hari ini jadwalnya padat dan dirinya ingin mengantar Luffy sampai ke kantor.

Sial, Luffy jadi mau menangis sekarang.

"Sudah datang ternyata. Mau masuk?" tanya Rosinante yang baru keluar. Pria pirang itu langsung memberi arahan bagi Luffy untuk mencuci tangan dan mengenakan gaun protektif apabila ingin menjumpai putra angkatnya itu. Tak perlu ditanya sebenarnya, Rosinante sudah tahu Luffy pasti ingin ke dalam.

.
.
.

Deg.

Ini akan jadi pemandangan yang selalu berhasil membuat Luffy menumpahkan air mata jikalau ia mengingatnya di masa depan. Pria berkacamata dengan jas putih masih sibuk berkutat dengan alat-alat kedokterannya.

"Bagaimana?"

Panggilan itu membuat sang dokter spesialis menoleh, "Oh, ya, seperti yang kau lihat dan seperti yang saya katakan selama ini."

"Torao tidak akan pergi 'kan?"

Hembusan napas kasar terdengar, membuat Luffy pasrah dengan jawaban yang akan disampaikan.

"Untuk besok, jangan ada yang datang membesuknya, biarkan saya dan para perawat fokus memulihkan kesadarannya di ruangan ini. Hari selanjutnya, dia akan dipindahkan ke ruang rawat inap."

"Berapa hari yang aku punya?" suara Luffy gemetar.

"Itu tergantung seberapa lama dia bisa kuat. Omong-omong ia masih bisa mendengarkanmu, bicaralah dan saya akan keluar."

Marco berjalan melewati Luffy, menepuk pundaknya dan mendekat ke arah telinganya lantas berbisik, "Anggaplah saya bukan cenayang, tapi tujuh hari adalah jumlah paling masuk akal baginya untuk bertahan tanpa peralatan ICU."

Jantungnya serasa dicengkeram, diremas sangat kuat hingga napasnya tercekat. Tujuh hari? Luffy sungguh berharap ia sedang mengkhayal. Kedua kaki membawanya mendekat, menyentuh tangan bertato yang sudah tersambung pada beberapa alat sekaligus.

"Kumohon, Torao. Bertahanlah... saat kau keluar dari sini, aku akan mengambil cuti, menemanimu sepanjang hari."

[TBC]

SAUDADE || LAWLUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang