"Kasih saya waktu 1 bulan lagi," mohon ayah Janelle.Pria dengan setelan jas hitam memijat keningnya, bingung harus berbuat apa.
"Aden, saya sudah kasih kamu waktu 1 tahun. Mau tunggu berapa lama lagi?" tanya Rian, ayah Rangga, frustasi.
Aden hanya bisa termenung dengan pikirannya yang teracak-acak, mencari cara untuk mendapatkan uang sebesar 80 juta.
"Saya tahu kita sudah berteman lumayan lama. Tapi mau sampai kapan kamu terus menerus meminjam uang kepada saya?"
Rian berhenti berbicara sejenak, mengharapkan suatu jawaban dari lawan bicaranya. Namun, tak ada sepatah kata pun yang keluar.
"Saya tidak bisa terus memberi uang. Saya juga punya keluarga serta perusahaan yang perlu saya biayai,"
"Mungkin bagi saya, uang sebanyak itu bisa saya cari lagi. Tapi ini bukan hanya soal uang, ini soal pertanggung jawaban."
Aden mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ia tidak mempunyai uang. Asetnya sudah ia jual. Tapi hutangnya belum bisa terlunaskan sepenuhnya.
"Beri tahu saya, apa ada cara lain yang bisa saya lakukan untuk membayar hutang saya?" tanya Aden, putus asa.
Rian tampak sedang berfikir. Tangan kanannya berada di dagu dan alisnya sedikit mengkerut. Jauh di dalam hatinya, ia masih ingin membantu teman lamanya tapi tidak tahu bagaimana caranya.
Seketika muncul suatu ide di dalam benaknya.
"Aden... kamu punya seorang anak perempuan, kan?" ujarnya.
Aden mengangguk pelan, "iya, Janelle. Anak satu-satunya saya."
"Berapakah umurnya?"
"Setahu saya tahun ini dia berumur 24 tahun."
Rian mengangguk-angguk kecil lalu menegakkan badannya.
"Saya juga punya seorang anak laki-laki, Rangga, umurnya 28 tahun. Sebentar lagi dia akan menggantikan posisi saya sebagai pengelola perusahaan saya."
Bibir Aden terbelah kagum. "Selamat untuk anda dan anak anda, Rian," ucap Aden.
"Terima kasih... saya dan istri saya selalu mengharapkan yang terbaik bagi anak kami..." Rian terdiam sejenak.
"...kami juga mengharapkan supaya ia cepat mendapatkan pasangan."
Kepala Aden yang tadinya menunduk langsung terangkat. Ia merasakan sesuatu yang aneh dari pembicaraan ini.
Rian menghela napas, "sayangnya, dia tidak peduli sama sekali dengan percintaan atau hal semacam itu. Sudah kusuruh dia melakukan kencan buta, tapi dia menolak keras dan lebih memilih untuk bekerja."
Aden mengedipkan matanya berkali-kali, merasa tak nyaman.
"Karena itu..."
Rian menyondongkan badannya ke depan, mendekati Aden.
"Bagaimana jika kedua anak kita melakukan nikah kontrak, hingga kamu bisa melunasi hutangmu?"
——
Knock! knock!
Janelle perlahan membuka pintu kamarnya yang memperlihatkan Noel berdiri di depan kamar.
"Makan malam sudah siap, bu," ujar Noel.
"Sebentar lagi saya turun," jawab Janelle yang belum selesai mengeringkan rambutnya setelah mandi.
Noel mengangguk lalu menutup pintu kamar.
Ia beralih arah menuju kamar milik Rangga. Ia melakukan hal yang sama. Namun, tidak ada jawaban dari penghuni kamar tersebut.
Diketuknya sekali lagi.
"Pak Rangga, makan malam sudah siap!" sahutnya tetapi tidak mendapat jawaban lagi.
Noel menggaruk kepalanya, bingung. Ia berfikir bahwa mungkin Rangga sedang sibuk bekerja di dalam kamarnya.
Ia tidak terlalu berfikir panjang mengenai hal tersebut dan turun ke bawah untuk menghidangkan makan malam.
Janelle masuk ke ruang makan yang berdekatan dengan dapur.
Mereka memiliki meja makan yang cukup kecil. Meja tersebut hanya memuat 4-6 orang, yang di mana cukup aneh untuk rumah yang besar.
Janelle mendekati meja makan yang telah tertata berbagai macam jenis makanan.
Noel datang menghampirinya dan menarik kursi untuk dia duduk.
"Terima kasih, El,"
"Sama-sama, bu Janelle. Ada yang bisa saya bantu ambilkan?" tawarnya.
Janelle menggeleng, "tidak ada,"
"Baik, kalau begitu selamat menikmati, bu!" ucap Noel sebelum pergi ke belakang.
Janelle menatap makanan yang terdapat di atas meja. Porsinya cukup besar padahal yang akan makan hanya dua orang.
Ia mulai mengambil makanan sedikit demi sedikit. Mengagetkannya, semua makanan tersebut terasa enak. Janelle kembali terkagumkan oleh hidangan yang disajikan. Hingga ia tidak bisa berkata-kata dan terus melahap makanan yang ada di piringnya.
Tak lama kemudian, di tengah makannya, ia menyadari sesuatu.
Laki-laki atau "suami" nya tidak berada di meja makan bersamanya.
Ia melihat jam yang menunjukkan pukul 7.30.
'Apa dia tidak lapar?' batin Janelle.
Ia meletakkan peralatan makannya dan menuju ke lantai atas untuk menghampiri kamar "suami" nya.
Knock! Knock!
Tidak ada jawaban.
Knock! Knock!
"Kak Rangga, ga makan malam? Nanti makanannya dingin!" sahut pelan Janelle sambil mengetuk pintu tersebut berkali-kali.
Tetap tidak ada jawaban.
'Apa dia mati, ya?' batin Janelle mulai memikirkan yang aneh-aneh.
Knock! Knock! Knock!
Ia mengetuknya sekali lagi. Kali ini lebih keras.
"Kak, makan mala—"
Seketika pintu kamar tersebut terbuka, memperlihatkan sosok Rangga yang masih menggunakan kemeja putih dan celana hitam dari tadi siang.
Terlihat pula meja kerjanya dengan laptop yang sedang menyala dan beberapa dokumen.
"Apa?" tanyanya ketus. Tatapannya sinis dan raut wajahnya tampak tidak senang.
"Kak, makan malam sudah siap dari tadi,"
"Saya ga makan."
Buk!
Pintu kamar tersebut langsung ditutup kembali membuat Janelle tersentak. Ia menatap pintu tersebut sejenak.
'Dia beneran gila kerja' pikir Janelle.
Ia kemudian kembali turun untuk menghabiskan makan malamnya. Tidak yakin kalau makanan tersebut akan habis apabila hanya ia seorang diri yang menyantapnya.
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Contract
RomancePernikahan antara Rangga Agustin Mahendra dan Janelle Chandra Wirawan hanya merupakan sebuah perjanjian antara kedua ayah mereka. Ayah Janelle berjanji untuk melunasi hutangnya kepada ayah Rangga. Namun, penantian tersebut tak kunjung datang. Akhirn...