four

4.3K 197 12
                                    

Olivia Morris

"Kau bercanda?" tanyaku ketika Josh menceritakan semua pengalaman bodohnya ketika ia di New York. Ia menceritakan ketika ia harus berpura-pura tidur dan membiarkan teman sekamarnya bercinta di ruangan yang sama dengannya. Aku harus menutup mulutku untuk menahan tawaku.

"Tidak, sungguh aku tidak tau harus apa saat itu." Ucap Josh mengerutkan hidungnya dengan jijik. Lalu menyeruput cokelat panas yang sempat kami pesan. Kami sedang berada di kedai yang biasa kami datangi dulu. Bangunan kedai ini memang sudah tua tetapi memori yang kami buat disini tidak akan pernah tua.

"Kau sangat bodoh." Josh memutarkan kedua bola matanya bercanda.

"Setidaknya aku tidak jatuh saat mengantarkan air minum untuk orang yang kusuka." Ucap Josh sambil menahan tawanya. Rahangku jatuh saat mendengar Josh. Sial, dia mengeluarkan salah satu kartu memalukan ku.

"Hey, aku tersandung oke? It was an accident." Ucapku menyangkal. Sebenarnya sih aku tidak tersandung.

It's not my fault that i have a really good taste on liking someone and he was half naked that time. I can't help but stare.

"Ya ya, aku mengerti, kau tersandung." Ucap Josh sambil menekan kata tersandung.

"Ugh, Can we talk about something else?Like your new job or something." tanyaku mengubah topik pembicaraan. Josh menyeringai saat ia tau apa yang aku lakukan. But his smirk turned into a frown. Josh membuka mulutnya lalu menutupnya lagi. Seakan-akan ia ingin mengucapkan sesuatu.

"Pekerjaan baruku?" ia berkata, nadanya seakan-akan mengejek perkerjaannya lalu ia tertawa. "You don't want to know. Trust me."

Aku mengerutkan dahiku, "Aku tidak akan bertanya jika aku tidak ingin tau tentang pekerjaanmu."

Josh menghela nafas berat lalu melihat ke arah sekitar, seolah-olah ia dalam misi rahasia dan tidak boleh seorangpun tau tentang misi ini. "Ya, aku fotografer. Pekerjaan aku tidak sehat, Olivia." Josh berhenti sebentar lalu mengambil nafas, "Aku fotografer porn."

Mataku terbelalak ketika mendengar kata itu 'porn'. Aku hanya tidak menyangka. Josh dulu yang begitu manis, polos, tampan sekarang menjadi salah satu saksi dari hubungan persetubuhan haram?

Just like i said, time changed people like a bitch.

"A-aku tau itu bukan pekerjaan yang komersial atau bagus untuk didengar. Tapi aku tidak punya pilihan. Uang yang aku dapatkan cukup besar. Bahkan dalam sehari aku bisa menghasilkan 1.500 $." Josh membenamkan tangannya pada rambutnya frustasi. "Aku butuh model untuk foto selanjutnya atau aku akan dipecat."

Aku menghela napas berat, "Jangan bilang kau ingin menawarkan ku untuk menjadi modelmu."

"Itu jika kau menyetujui." Ucapnya sambil mengangkat bahunya.

Aku menghela nafas berat. Dia benar, gaji nya untuk sehari cukup besar. Bahkan lebih, tetapi ini porn. We're playing with fire here. Bagaimana dengan namaku jika teman-teman lamaku menemukan bahwa aku seorang porn star?

You don't have any friends, idiot. Batinku mengomel. Aku reflek memutarkan kedua bola mataku mendengarnya. Tapi dia tidak salah, aku memang tidak mempunyai banyak teman. Aku menghela nafas, dan membawa pandanganku ke arah Josh lagi.

"Alright, i'll do it. Tetapi aku melakukannya karena aku membutuhkan uang dan ingin membantumu. Nothing else." Ucapku setelah berdebat dengan batinku. Mendengar perkataanku senyuman Josh mengembang, menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Jadi, Mau mulai kapan?"

"Sekarang, aku membutuhkan uang itu besok." Ucap ku to-the-point.

"Oke." Josh membayar kedua minuman kami lalu kami bergegas keluar dari kedai tersebut.

Kami berjalan berdampingan. Josh berkata studio nya tidak jauh dan hanya membutuhkan 10 menit untuk mencapainya. Aku hanya meng-iyakan ucapannya. Sungguh, aku tidak ingin melakukan ini tapi aku butuh uang. Mungkin, dalam beberapa bulan ini hutang kami akan lunas. Jika aku bekerja dengan pekerjaan ini, bisa saja hutang kami lunas. Aku harap.

Tiba-tiba aku merasakan Josh menyenggol lenganku. Aku menoleh ke arahnya dan disambut dengan senyumannya lagi.

"Jika ini membuatmu lebih baik, hanya badanmu yang kelihatan, wajahmu tidak." Ucapnya di telingaku.

Aku tersenyum kecil mendengar perkataan Josh.

Kami pun sampai di studio yang Josh maksud. Studionya tidak besar. Bukan seperti studio besar yang di televisi biasanya melainkan seperti rumahan. Kami berdua berhenti di depan pintu rumah tersebut. Lalu ia mengeluarkan kunci dan membuka pintu tersebut.

Ketika aku masuk, aku disambut dengan warna dinding merah dan perabotan berwarna hitam.Ruangan ini sedikit sensual, mungkin itu alasan mengapa ruangan ini dijadikan untuk kegiatan 'itu'.

"Ini sekaligus tempat tinggalmu?" tanyaku sambil mengamati ruangan tersebut. Josh menggumam menandakan 'ya'. Lalu ia pergi melewatiku, ke arah dapur. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan sekaleng bir. Ia menyodorkan kaleng itu ke arah ku. Aku membalas tawarannya dengan gelengan dan senyuman kecil. Ia membuka kaleng bir tersebut dan membawa nya ke mulutnya.

"Kau tau, kau sering sekali tersenyum sekarang." Ucap Josh setelah meneguk birnya.

"What? Am i not allowed to smile? Dunia ini sudah cukup mengerikan jikat tidak ada yang tersenyum, dunia akan hancur." Kalimatku membuat mata Josh membulat. Kalimat itu adalah kalimat persis yang Josh katakan padaku ketika aku menangis dulu.

"Kau masih ingat." Josh tersenyum lalu meletakkan birnya di meja granit dapurnya.

"Jadi, kita mulai kapan?" aku mengalihkan pembicaraan sebelum suasana menjadi canggung.

"Kau ingin mulai sekarang?"

"The faster the better. Ya, aku ingin mulai sekarang."

"Oke, I'll take my camera real fast then we're ready." Ucapnya lalu meninggalkan dapur.

Aku berjalan menuju sofa yang berwarna hitam lalu duduk di sofa tersebut. Aku mengamati ruangan tersebut. Di sofa yang aku duduki, ada bantal-bantal bulu berwarna putih. Bahkan karpetnya juga bulu dan berwarna putih. Ruangan ini sebenarnya simpel namun perpaduan warna antar merah dan hitam membuat ruangan ini menjadi lebih sensual. Apakah ini tempat Josh membuat video porn? Aku mengernyit ketika memikirkan dua orang bersetubuh di atas sofa yang aku duduki.

Tiba-tiba Josh datang mengenggam kameranya. "Kau pernah membuat video atau mem-foto orang bersetubuh?" tanyaku. Ia tertawa lalu menggeleng.

"Tidak, itu menjijikan Olivia." Ucapnya. "Sebentar aku setting dulu kameranya." Aku mengangguk lalu aku mengambil bantal bulu dan menaruhnya di atas pahaku sehingga kedua tanganku menopang dagu ku. Ketika aku merasakan tekstur bulu di tanganku, aku teringat sesuatu.

"Josh," panggilku, ia hanya menjawab dengan 'ya'. "Apa aku harus mencukur?" bisikku.

"Mengapa kau berbisik Olivia. Aku tidak mendengar apa-apa." Ucap Josh yang masih berkutat di kameranya.

"Apa aku harus mecukur?" tanyaku dengan suara yang lebih terdengar. Josh tertawa kecil sambil menghampiriku, lalu ia berlutut di depanku sehingga wajah kami berhadapan. Ia mengambil bantal bulu yang berada di atas pahaku lalu menaruhnya ke tempat semula.

"Kau tidak berubah. Still innocent, i like it." Bisiknya tepat di depan wajahku, nafasnya menggelitik wajahku. Josh menarik daguku dengan ibu jari dan jari telunjuknya. Ia perlahan mengangkat wajahku sehingga berhadapan dengannya. Aku terkejut ketika merasakan bibir lembap Josh menyentuh keningku.

He has changed but i still find the old Jay.

"Kau ingin mulai sekarang atau gimana?" suara Josh terdengar dari dapur. Ia kembali dengan membawa sekaleng bir tadi.

"Sekarang." Ucapku.

"Oke, buka bajumu. Semuanya."

****

A.N

So, this is the 4th chapter. Don't forget to vote and comments. i'll do the dirty notes later.

thank you.

analkid-

owned » stylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang