two

4.8K 233 6
                                    

Olivia Morris

 Aku merasakan ponselku yang bergetar di saku celanaku. Aku mengambil ponselku dan melihat tanda kotak surat, menunjukkan aku mendapatkan pesan singkat. Tertulis nama  'Riley' di pesan tersebut. Aku menekan tombol open dan terteralah alamat yang Riley sempat janjikan padaku.

 Aku mengambil hoodie ku yang berwarna kelabu dan beberapa uang lalu bergegas keluar. Aku meninggalkan note di pintu kulkas, agar ibu tidak mencariku. Sejak ibuku tidak lagi mempunyai ponsel sekarang.

Aku berlari kecil kearah terminal bus. Aku mengedarkan pandanganku ke arah jalanan. Tidak ada bus. 'Ayolah, masa jam segini tidak ada bus' batinku. Aku mengetukkan kaki-ku yang terlapis sepatu converse berkali-kali.

Tiba-tiba aku melihat cahaya yang datang dari mobil dari arah seberang. Terlihat  mustang berwarna merah marun datang. Cahaya dari mobilnya membutakan pandanganku sehingga aku tidak bisa melihat plat nomor mobil tersebut. Ia perlahan memberhentikan mobilnya, cahaya mobilnya pun mati dan keluarlah pemilik dari mobil mustang tersebut.

 Seorang lelaki berambut keriting coklat dengan kaus putih dan skinny jeans hitam yang memiliki mustang tersebut. Tato menjelejahi tubuhnya. Bahkan terlihat adanya tato kupu – kupu di dada bidangnya dari kaus tipis putihnya itu. Mata hijaunya seakan menusuk udara dan membiarkannya menatapku. Aku melihat bibir merah mudanya bergerak. Seakan sedang berbicara sesuatu. Ia menghampiriku dan berhenti di hadapanku. Jarak kami sangat dekat, bahkan terlalu dekat. Wajahku setara dengan dada bidangnya. Batinku mengutuk diri sendiri ketika mengetahui aku begitu pendek.

 Jesus, bunuh aku sekarang. Lelaki itu indah sekali. Ia mungkin masuk ke top sexiest men di duniaku. Hell, Dia nomor satu sekarang. Not even Channing Tatum can beat this.

 Olivia stop it.

"Kau baik?" Suaranya yang dalam dan serak membangunkanku dari lamunanku. Aku bisa merasakan napas hangatnya menyapu wajahku. Aku merinding seketika. Kami baru bertemu beberapa detik, tapi ia sudah bisa mengintimidasiku.

"Siapa kau?" tanyaku, setelah berusaha mencari suaraku. Ia tersenyum, menunjukkan gigi putihnya dan lesung pipinya.

"Oh, Olivia."

Wait what? Ia tahu namaku?

"Kau mungkin tidak mengenalku." Ucap lelaki itu. "Tetapi aku sangat mengenalmu, Olivia Morris." Aku merasakan kedua lengannya melingkar di pinggangku. Aku mengerjapkan kedua mataku, masih tidak percaya dengan jarak wajah kami yang sangat dekat. Terlalu dekat.

 "Kau gadis yang sangat cantik Olivia." Ucapnya. Mungkin kau berfikir ini sedikit creepy tapi tidak, mahluk didepanku ini terlalu lucu untuk menjadi creepy.

"Apa maumu?" Lelaki itu kembali tersenyum. Kuulangi, ia tersenyum bukan menyeringai. Kurasa itu akan menjelaskan seberapa manisnya mahluk di hadapanku ini. Jesus, mengapa makhluk di hadapanku ini indah sekali.

 "Ayolah, jangan tegang seperti itu. Kau suka kopi?" Tangannya meremas pinggulku pelan.

"Aku kira kau sangat mengenalku." Ucapku ironi. Ia lagi-lagi terkekeh, menunjukkan lesung pipinya. Darn, can he stop being so cute? Guess not.

"Ikutlah." Ucapnya singkat. Ia menangkup tanganku dan menautkan jari-jari kami berdua. Entah ada apa denganku tapi aku sama sekali tidak bisa berkutik. Seakan-akan ia menghipnotisku dan aku tidak bisa menahan gejolak itu.

Ia membukakan pintu mustangnya untukku. Kuulangi, untukku. Be jealous bitch.

Aku hanya membalas dengan anggukan lalu aku masuk ke dalam mustang tersebut. Aku tau aku bodoh. Kurang dari satu jam aku bertemu dengan lelaki ini tapi aku sudah berani masuk ke dalam mobilnya. Hell, i don't even know his name.

Aku terkesiap ketika mendengar suara pintu mobil tertutup. Aku melihat ke arah kiriku dan lelaki itu tersenyum kecil seraya menatapku. Aku bisa merasakan kedua pipiku memanas. Sial, lama-lama aku mimisan jika ia terus tersenyum seperti itu.

Lelaki itu menyalakan mesin mustangnya lalu melaju. "Jadi, siapa kau? Apa maumu? Bagaimana kau tau namaku?" tanyaku bertubi-tubi.

"Whoa, what's with all the questions." Ia tertawa lalu menginjak gas mustangnya.  "Aku bukan pembunuh berdarah dingin atau penculik. Jadi, kau tidak perlu cemas." Ucapnya. Aku menoleh ke arahnya dan melihat rahangnya mengatup.

 Do i enjoy his perfection of jawline? Yes.

 "Harry." Ucapnya. Aku mengerutkan alisku dan menoleh.

"Namaku Harry, Harry Styles." Lanjutnya lagi. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan melihat ke arah jendela lagi.

Beberapa menit kemudian, mustang yang kami kendarai berhenti di depan kedai kopi yang belum pernah ku kunjungi. "We're here." Ucapnya lalu beranjak keluar dari mustangnya.

Aku beranjak keluar dari mustangnya dan mengikutinya masuk ke dalam kedai tersebut. Ia berkata bahwa ia yang memesan sedangkan aku yang mencari tempat duduk. Aku hannya mengangguk dan mengikuti kemauannya.

 Ketika aku sedang duduk dan menikmati pemandangan dari kaca kedai tersebut, pertanyaan muncul di pikiranku:

Mengapa aku disini?

 Fuck, kenapa aku begitu bodoh. Maksudku,  gadis macam apa yang keluar bersama lelaki tampan dan ia baru bertemu dengannya setengah jam yang lalu. Apa aku dihipnotis? Tidak, aku cukup sadar untuk melihat wajah tampan dan dada bidangnya melalui kaus tipisnya. What the fuck. Kenapa aku terdengar seperti gadis yang tergila-gila dengannya.

I need to get out of here.

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Kemana Harry? Sebelum Harry menemukanku, aku sudah keluar dari kedai tersebut. Aku terlalu bodoh. Aku berjalan secepat mungkin ke arah yang tidak kuketahui.  Mungkin, kalau aku tidak mengikutinya aku sudah dapat pekerjaan sekarang. Mungkin.

 Aku tidak peduli siapa dia tetapi aku punya perasaan bahwa aku harus menjauhinya.

***

 A.N

Vote, Comments, Thank you.

Anyway, again i'd like to thank you to my two best friends for editing this chapter. so yeah, i dedicate this to one of my best friend. (since i can't dedicate both of them.) 

owned » stylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang