FERA
0.4
Ferlangga pada Afyra
Hitam. Afyra mengedar penglihatannya keberbagai arah, tapi semuanya tetap sama, hanya warna hitam pekat yang menyelimuti seluruh tempat dirinya berada saat ini. Afyra mengerjap, bertengkar dengan pikirannya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, apa yang terjadi dengan dirinya?
Gadis itu mengedipkan kelopak matanya beberapa kali, meskipun tahu yang dilihatnya hanyalah hitam semata. Namun, tiba-tiba saja muncul genangan air ditempatnya berdiri, Afyra seperti mengambang diatas air tersebut. Keadaan masih tetap hitam, tetapi, walau kurang jelas indra penglihatan gadis itu menangkap siluet putih jauh didepannya.
Afyra takut, badannya seperti gemetar hebat, tetapi anehnya gadis itu tak bisa merasakan apa pun. Tanpa Afyra sadari kedua tungkainya begerak melangkah kedepan dengan sendirinya, berjalan mendekat pada siluet putih yang kian jelas diindra penglihatannya. Kini siluet tersebut sepenuhnya berubah menjadi remaja perempuan berusia 13 tahun, entah kenapa ditengah ruang hitam ini Afyra dapat dengan jelas melihat sosok tersebut. Rambut coklat panjang menutupi sebagian wajah gadis yang sedang menunduk entah sedang apa itu. Dress putih selutut yang dipakainya juga berkerut basah akan air.
Afyra sampai beberapa meter didepan sosok itu. Matanya sedari tadi terus melebar ketika siluet itu lama kelamaan menjadi jelas di penglihatannya, Afyra tahu betul siapa gadis didepannya yang sekarang nampak tengah tersenyum manis, senyum yang sangat mirip dengan senyuman miliknya.
Namun dikelereng coklat Afyra, itu adalah senyum yang sangat mengerikan yang ditujukan untuknya.
"Kak Afy,"
Suara detak jantung Afyra seakan memenuhi tempat itu, berdetak tak karuan seolah akan meledak, mata Afyra berkaca kaca menahan isakan beserta teriakan yang dirinya tahan didada. Kembarannya itu, Azahra berjalan pelan ke arah Afyra sembari melebarkan kedua tangannya. Ketika sosok itu dua langkah didepannya, tiba tiba kepala Afyra berdenyut begitu kuat seakan ribuan jarum menembus seluruh bagian otaknya.
Afyra berteriak dalam diam, disusul dengan kegelapan yang kembali menyelimuti dirinya.
|;|
Lorong koridor rumah sakit itu sepi. Ferlangga tertunduk menduduki kursi tunggu di didepan ruangan bertuliskan UGD yang lampunya menyala merah terang pada atas pintu putih itu, tempat Afyra mendapat penanganan. Sudah dua puluh menit sejak gadis yang sebelumnya dibawanya dengan terburu buru ke rumah sakit ini masuk ke dalam ruang unit gawat darurat. Ferlangga menggenggam kuat pergelangan tangan kirinya, ditengah kesunyian pikirannya campur aduk dengan gadis bernama Afyra yang memenuhi setiap inci kepalanya.
Masih bisa terlihat bercak darah yang kentara pada seragam putih bagian dadanya, meskipun sepuluh menit yang lalu laki-laki itu telah berusaha membersihkannya dengan air. Wajah tampannya pucat dengan rambut hitam legamnya yang berantakan serta kekosongan yang tersirat pada manik hitamnya. Beberapa kali perawat yang lewat menawarkan Ferlangga sebotol air mineral, tetapi ditolak dengan halus olehnya. Tapi dibalik semua itu, dia menyembunyikan perasaan khawatir luar biasa yang berusaha laki-laki tersebut tahan dalam lubuk hatinya terhadap perempuan yang beberapa menit lalu tidak sadarkan diri didekapannya.
Ferlangga takut. Setiap melihat tangan kanannya, otak laki-laki berusia 18 tahun itu terbesit ingatan akan cairan merah dari kepala Afyra yang membasahi telapak tangannya saat ia menggendong gadis itu dalam perjalanan ke rumah sakit. Disamping rasa takut itu juga tersirat pertanyaan kenapa keadaan Afyra bisa seperti itu?, dia teringat melihat teman-temannya bersama Afyra saat itu, apa mereka yang menyebabkan gadisnya terluka?

KAMU SEDANG MEMBACA
Fera
RomanceSayup sayup terdengar desis pelan ombak, saat itu udara begitu hangat dengan langit senja membentang luas disana. Afyra menamai suasana favoritnya itu dengan Fera. Kedua tungkai kakinya seakan tak sanggup lagi untuk berdiri. Dalam hitungan...