Chapter 12

593 58 0
                                    


"FBI!" Jodie berseru seraya menggeledah kamar itu, namun mereka termangu. Kamar itu sudah kosong. Tim FBI akhirnya menurunkan senjata mereka kembali.

Shinichi dan yang lainnya memasuki kamar dengan hati-hati.

"Berantakan sekali," gumam Jodie melihat makanan berserakan.

Menggunakan sarung tangannya, Akai memungut sebuah alat suntik bekas dari lantai dan mengamankannya dalam plastik. Shinichi memeriksa kamar mandi, ia tersentak dan segera keluar lagi.

"Ada apa?" tanya Akai melihat gelagat Shinichi.

"Kamar mandinya, masih ada sisa uap, mereka pasti belum jauh," kata Shinichi.

"Ayo!" Akai dan yang lainnya bergegas mengejar.

***

Sementara itu, Shiho telah sampai di kediaman mewah Rum. Chianti dan Vermouth meninggalkan kursi rodanya di kamar Rum yang luas. Shiho ditinggalkan seorang diri selama beberapa saat sebelum akhirnya ia mendengar suara langkah kaki yang berat. Shiho terdiam waspada, namun tubuhnya tidak memiliki tenaga lagi untuk gemetaran, hanya jantungnya yang berdegup dengan cepat.

"Kita akhirnya bertemu, Sherry," sapa Rum parau saat ia berjongkok di hadapan Shiho.

Shiho tak bisa menyahut, ia telah lumpuh.

"Ck ck ck... lihat yang telah Vermouth lakukan padamu, dia memang tidak punya hati..." Rum belagak iba.

"Seharusnya aku tahu, kau adalah gadis kecil yang bernama Haibara Ai... Kau memang telah berhasil membuat terobosan baru melebihi kedua orang tuamu..."

Shiho hanya memejamkan matanya, ia berharap Rum segera membunuhnya. Tampaknya Rum juga mengerti ekspresi itu.

"Kenapa? Ingin mati?" Rum mencengkram wajah Shiho.

"Bersabarlah Sherry. Aku pasti akan mengabulkannya. Tapi..." tangan besar itu perlahan-lahan turun ke dada Shiho dan meremas salah satu payudaranya.

Airmata Shiho mengalir, tak kuat dengan penghinaan ini.

"Setelah aku menyesap tetes Sherry terakhir..." Rum terkekeh dengan kejam.

Rum meraih tubuh Shiho dan menghempaskannya ke tempat tidur asal saja. Dengan kedua tangannya ia menyibak mantel Shiho dan membuka paksa kemejanya hingga kancingnya pada copot berjatuhan. Ia mulai mencumbui Shiho dengan rakus. Shiho hanya bisa menangis tanpa daya melawan.

Duar! Dari kejauhan peluru melukai bahu kanan Chianti yang tengah berjaga di teras depan.

"Ugh!" Chianti memegang bahunya, "siapa?!"

Korn mengangkat pistolnya untuk siaga namun Duar! Sebuah peluru lain melesat menembus keningnya tepat ditengah dan tewas seketika.

"Korn!" Chianti tak dapat melihat pelakunya, hal ini hanya bisa berarti satu orang yang mampu melakukannya dari jauh, "Cih! Rye!"

Duar! Duar! Duar! Semakin banyak peluru menyerang.

"Kita diserang!" Chianti berseru seraya tertatih-tatih.

Vermouth, Gin dan Vodka bersiaga. Kir dan Bourbon juga ditugaskan untuk bersiaga. Namun mereka diam-diam justru membuka pintu belakang membiarkan tim PSB dan CIA masuk ke istana. Kekacauan pun terjadi.

"Ada apa ini?! Bagaimana mereka bisa masuk?!" amuk Gin.

"Pasti ada pengkhianat!" amuk Vodka.

Terdengar suara sirine. Di luar istana, kepolisian Jepang, FBI, CIA, PSB telah mengepung wilayah itu dalam lingkaran besar.

"Kalian sudah terkepung! Menyerahlah!" seru inspektur Megure di pengeras suara.

Namun Gin dan yang lainnya tidak bersedia menyerah semudah itu. Gin mengeluarkan granatnya bersiap untuk melempar.

Hup! Mendadak tangannya ditangkap oleh seseorang.

"Bourbon?" Gin tak mengerti maksudnya.

"Kuserahkan padamu Kir," kata Bourbon.

Gin menoleh pada Kir, "hmph! Kau memang pengkhianat,"

"Untuk ayahku!" Kir menembakkan pistolnya dan tepat menembus jantung Gin.

Tanpa Kir sadari dari belakang Vermouth ingin menyerangnya.

Buk! Masumi memukul tengkuk Vermouth dari belakang tepat pada waktunya hingga ia pingsan.

"Aniki? Vermouth?!" tinggal Vodka yang kebingungan.

Terdengar suara kokangan pistol diarahkan ke kepala Vodka yang langsung mengangkat kedua tangannya tak berdaya.

"Tunjukkan di mana Sherry!" pinta Shinichi dengan nada rendah berbahaya.

Shinichi dan Bourbun alias Furuya Rei menuju ke tingkat atas dan mendobrak kamar Rum. Pria itu langsung kaget bukan main. Shinichi yang murka melihat perlakuannya pada Shiho, memberi bogem keras ke wajah pria botak itu hingga oleng dan terpental ke sudut ruangan. Shinichi bahkan tidak menyadari rasa sakit pada buku-buku tangannya akibat pukulan itu saking marahnya.

"Biar aku yang menanganinya Shinichi, dia bagianku, saksi penting," pinta Rei yang menengahi dan langsung menangani Rum.

Shinichi membuka mantelnya untuk menutupi pakaian Shiho yang sobek-sobek. Ia meraih tubuh Shiho dari ranjang dan memeluknya.

"Kau aman Shiho... Kau aman..." bisik Shinichi.

Shiho hanya bisa menangis di bahu Shinichi.

"Kita pulang sekarang Shiho... Sudah tidak apa-apa..." bisiknya lagi sembari membelai-belai rambut Shiho.

Saking terguncangnya Shiho pingsan dalam dekapan Shinichi. Shinichi menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit.

Lady From LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang