Pindahan

220 17 1
                                    

Sunghoon menghempaskan tubuhnya keatas kasur, menikmati segarnya angin yang dihasilkan alat pendingin ruangan yang mana cukup membuat panas di tubuhnya menurun secara perlahan.

Esok hari ia sudah harus pergi ke kampus, mengurus berkas lalu pergi ke IKEA dan swalayan setelahnya, beli apa saja yang sekiranya ia butuhkan.

Mahasiswanya tak sebanyak di perguruan tinggi negeri. Sunghoon bersyukur sebab, jujur saja, belajar dengan banyak orang di dalam kelas membuatnya cukup kesulitan menerima materi. Dia juga pribadi yang gampang terdistraksi, jadi menurutnya, kuantitas dalam perguruan tinggi ini bukan masalah tapi berkah baginya.

Ngomong-ngomong dia sedang berada di IKEA sekarang, membeli piring, gelas, dan sejenisnya. Nominalnya cukup membuat ia tercengang tapi uang ini khusus untuk beli perabotan sehingga ia tidak se-panik tadi.

Dia dibantu oleh seorang penjaga apartemen secara cuma-cuma, beliau menawarkan diri sebelum sunghoon minta.

"Terimakasih pak"

Sunghoon menata barang-barang yang ia beli se-rapi mungkin, sesuai warna dan ukurannya. Setelah itu dia memasukan bahan makanan kedalam kulkas, juga menatanya sedemikian rupa.

Baru setelah itu dia membersihkan diri dan memutuskan untuk menikmati satu dua jam tidur siang yang berkualitas, mengistirahatkan tubuhnya dari berbagi aktifitas.

Pukul empat dia memutuskan pergi ke gym, menghabiskan satu jam setengah yang melelahkan disana, dan kembali ke unitnya dengan tubuh super lengket. Dia membersihkan diri dan hendak membuat makan malam setelahnya.

Sebuah area asri di sekitar gedung apartemen adalah tujuan Sunghoon setelah makan malam, mungkin ia bisa mendengarkan musik disana atau sekedar mendengarkan suara kendaraan yang berlalu-lalang.

Dia tidak sendiri disana, ada seorang pemuda duduk di salah satu bangku di taman ini, memangku sebuah tas biola berwarna merah maroon. Ada kesedihan di wajahnya.

Kedua mata Sunghoon tak bisa berhenti melirik sosok yang duduk tak jauh dari tempatnya itu. Ada sebuah keinginan untuk mengajak sosok tersebut bicara, membicarakan apa saja yang setidaknya dapat mengobati dukanya

"Kok diliatin aja?", akhirnya Sunghoon memberanikan diri mengajak sosok itu bicara.

Pemuda itu mendongak lalu menunduk lagi menatap tas biola kesayangannya. Ia menggeleng, "aku gak punya bakat mainin biola"

"Terus biola itu buat apa? Buat diliatin aja?"

"Enggak"

"Gak harus berbakat, ada niat juga udah cukup"

Sosok itu nampak menimbang, kemudian mengangguk.

"Kamu mau denger aku main ini gak?", tanya sosok itu. Sunghoon mengangguk lalu beranjak dan duduk tepat di depan sosok tersebut.

Pemuda itu mulai memainkan sebuah lagu sedih, dua kali terhenti sebab lupa kunci tapi ia tetap berusaha menyelesaikannya.

Permainan sosok itu tidak buruk, hanya saja ia tampak kurang percaya diri yang mana dapat Sunghoon lihat dari raut wajahnya serta bagaimana sosok itu menggesek senar biola. Tampak ada banyak keraguan padanya.

"Maaf permainan biolanya gak bagus"

"Bagus kok, mungkin satu-satunya yang harus dilatih disini adalah rasa percaya diri kamu! Udah berapa lama kamu latihan?"

"Mungkin sekitar dua tahun, aku gak inget betul"

"Kamu belajar karena ingin?"

"Disuruh ibu - katanya kalau anak sudah seharusnya balas budi, kalau gak dengan uang ya dengan prestasi"

Oh ...

TBC

[FIN] Satu Jam PerhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang