Ibu

55 10 0
                                    

Malam itu, seperti biasa, mereka bertemu di taman, membawa minuman hangat dan cemilan sebagai teman ngobrol. Sunghoon malam itu tampak butuh tidur, ia mengaku  jatah tidurnya minggu ini hanya tiga jam, itupun tak betul-betul nyenyak. Kerennya adalah Sunghoon tidak mengeluh soal jam tidurnya, tugasnya, pekerjaannya (dia juga mengikutsertakan beberapa kliennya yang rewel dan kadang membuat ia naik pitam bilamana dia sedang berada dalam suasana hati yang buruk hari itu) beserta beban emosional yang ditimbulkan ketiga masalahnya tersebut, tapi utamanya adalah, lelah begitu, Sunghoon tetap menyempatkan diri pergi ke taman seperti biasa, katanya bosan di unit.

Sewaktu tengah asik mendengarkan Sunghoon menceritakan gaji pertamanya, seorang wanita datang menghampiri, wajahnya tidak ramah.

"Jake! Pulang! Mau jadi apa kamu keliaran jam segini?"

"Baik, Bu"

Sunghoon diam, mungkin sungkan untuk sekedar menggurui ibunda Jake soal cara mendidik beliau yang menyiksa. Jadi, dia hanya terdiam di tempatnya, menatap iba ia yang berjalan lemah di belakang tubuh sang ibunda.

Sesampainya di unit mereka, tepat setelah pintu menutup secara otomatis, ibu mengancam Jake, jikalau sekali lagi ia menemukan Jake menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu dan sia-sia saja sifatnya maka beliau tidak akan segan menambah dua kelas sekaligus.

"Apa ibu gak merasa keterlaluan?", tanya Jake sebelum ibunya beranjak dan pergi ke dapur.

"Apa maksud kamu?"

"Ibu tau aku gak mampu ikut kelas sebanyak itu — ibu – aku gak mau asal menyimpulkan tapi apakah ibu kecewa karena dulu ibu gak bisa jadi apa yang orang tua ibu minta?"

"Jaga mulut kamu sebelum ibu buat kamu gak mampu bicara", kata ibu, intonasinya santai seolah ancaman tersebut hanyalah sebuah gurauan yang mampu jake abaikan.

Jake tidak mau, kendati ketakutan setengah mati.

Dia tau ibunya tidak pernah main-main dengan ucapannya.

"Ibu gagal kan? Di bidang apa? Mengapa?"

"Jake, jangan bikin ibu tega ya!"

"Ibu, aku capek, aku mau drop semua kelas kalau bisa dan mati aja"

"JAKE!"

"Aku gak suka disini — aku mending ikut ayah"

Ibu marah, jelas sekali, apalagi kalau Jake sudah membawa-bawa ayah Jake yang tak tau dimana keberadaannya sekarang ini.

"Silahkan saja, itupun kalau kamu punya"

"Aku gak bakal lahir kalau gak ada ayah", kata Jake sebelum menutup pintu dan masuk kedalam kamar mandi, melucuti pakaiannya lalu duduk di bathtub, merenungi eksistensinya.

Siapa dia sebenarnya?

Apa tujuan hidupnya?

Siapa ayahnya?

Mengapa ayahnya menelantarkan dia bersama orang yang terobsesi dengan kesuksesan?

Apakah ayah muak juga?

Yang dia perlukan hanyalah distraksi, kebahagiaan fana demi mengurangi rasa sakit di hatinya. Dia merasa dirinya di dunia hanyalah kesia-siaan semata.

Dia hanya ingin Sunghoon dan debar yang timbul manakala sosoknya berada di dekatnya.

TBC

Jujur aku mulai kehilangan minat nulis, but i'm trying, really (i reread all the novels i have and gain something from it lol)

[FIN] Satu Jam PerhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang