Bag 1

1.5K 146 9
                                    

  
🦋🦋🦋

Satu tangan gadis itu terangkat, menghalau sinar matahari siang yang mencoba mengenai wajahnya. Cuaca di bulan Januari memang tak bisa di perkirakan. Biasanya hujan dan biasanya panas. Apalagi saat jam pulang sekolah selesai, rasanya seperti berjalan di gurun pasir.

"Lelah, letih, lesu, laper." Keluhnya, mengusap peluh di dahi sembari berjalan menyusuri jalan kecil menuju rumahnya yang terlihat masih jauh.

GEDUBRAK

Suara benturan terdengar keras di depannya. Matanya membulat sempurna. Kakinya lantas berlari menghampiri sumber suara. Menemukan seorang nenek tua yang tengah terduduk di pinggir jalan.

"Eh, nenek kenapa?!" Tanya gadis bersurai coklat keemasan itu khawatir. 

"Shh, sakit nak ..." Rintih sang nenek, wajahnya nelangsa, duduk bersimpuh di pinggir jalan meratapi sepeda tuanya yang rusak sembari mengusap kakinya yang terlihat lebam akibat terhantuk besi sepeda.

Gadis itu berjongkok di samping sang nenek. Menatap lekat luka lebam di kakinya yang mulai membiru. "Aku bawa ke rumah sakit ya, nek?"

Nenek itu menggeleng dan berkata dengan lemah, "nggak usah, nenek nggak punya uang. Nanti siapa yang mau bayar."

Bibir gadis itu tertarik ke atas. "Ah, itu gampang. Aku ada uang banyak kok. Nggak usah khawatir, nek!"

Nenek itu ikut tersenyum simpul, melihat betapa antusias gadis asing yang ingin menolongnya. "Emang nggak ngerepotin, nak?"

"Enggak nek. Sebentar yah, aku telfon ambulance dulu." Gadis itu mengeluarkan ponsel dari saku roknya. Tapi gerakannya langsung tertahan karena nenek itu memegang pergelangan tangannya.

"Kenapa nek?" Tanya gadis itu bingung.

"Gadis baik, daripada telfon ambulance mending ikut nenek pergi." Ajak sang nenek lembut, senyum di wajahnya tampak melebar.

Gadis itu mengedipkan matanya. Dalam sekejap tubuhnya susah di gerakan. Ponsel di tangannya ikut terjatuh begitu saja ke tanah aspal. Tatapannya kian sayu. Ekspresi di wajahnya mulai menjadi datar.

Nenek tua itu sontak tertawa kencang bak suara gagak, sedangkan gadis itu hanya terdiam bagai patung. Tubuhnya kaku dan pikirannya kosong.

Dari tas lusuhnya, nenek itu mengeluarkan segenggam bubuk hitam, meniupkannya ke arah wajah sang gadis di barengi senyum puas yang terpatri di wajahnya.

"Pergilah ke Acosta wahai gadis manis!"tangan nenek itu mengelus lembut dagu gadis polos di depanya.

Tak lama, cahaya kebiruan tiba-tiba muncul dari belakang, menyerap tubuh sang gadis cantik itu dengan perlahan. Membawanya pergi lalu menghilang dari bumi tanpa jejak.

Sang Nenek bangkit seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Ia tertawa terbahak-bahak sembari melambaikan tangannya ke arah langit. "Pergilah, Pergilah, Pergilah, Jayna Collins!"

_________

BRUG

"Akh." Jayna memegangi pantatnya yang baru saja berciuman dengan tanah lembab.

"Aws ... dimana ini?" Mulutnya merintih sembari berdiri dan membersihka seragam sekolahnya yang kotor. Netranya berhamburan ke segala arah. Menyadari jika sekarang dirinya tengah di sebuah hutan.

"Apa aku mimpi? Kenapa aku bisa ada di hutan sekarang?" Jayna menampar wajahnya berulang kali, mencari kesadaran dalam tubuhnya.

"Ashhh." Jayna menggerang. "Sialan. Ternyata bukan mimpi." Kepalanya mendongak ke atas, menemukan langit biru yang di penuhi beberapa gumpalan awan putih.

Acosta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang