BAB KEEMPAT

5 1 0
                                    

HAPPY READING 💜

HAPPY READING 💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Cakra duduk di hadapan Pak Wira sambil menunggu Pria Tua itu mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. Pak Wira mengeluarkan sebuah benda persegi panjang berwarna hitam, pinggirnya dilapisi oleh warna emas  berbahan Akrilik dan di belakangnya terdapat sebuah Peniti.

Pak Wira menyodorkan Lencana tersebut ke Cakra seraya berucap dan tersenyum menatapnya. “Selamat datang di SMA DHARMA TUNGGAL.”

Cakra menatap Lencana itu yang sudah bertuliskan Namanya dan juga terdapat logo sekolah. Tangannya bergerak mengambil benda itu kemudian Ia memasangkannya ke Almamater sebelah kanan. Lalu beralih menatap Pak Wira, membalas senyumnya. “Terima kasih, Pak.”

“Sama-sama.” Balas Pak Wira, setelahnya Pak Wira mengambil salah satu berkas berisikan data Cakra dan kembali berucap, “kamu masuk kelas Dua Belas IPA Satu ya.”

Cakra hanya mengangguk, sampai sebuah ketukan pintu membuat Cakra menoleh. “Permisi, Pak,”

Di sana memperlihatkan seorang Pria berumur 50 Tahun berseragam Cokelat-cokelat dan tatapan mereka bertemu. “Kamu, Cakra?”

“Namanya, Pak Panji. Guru kesiswaan di sini.” Sahut Pak Wira memberitahu Cakra.
Cakra kembali mengangguk kemudian berdiri dan mencium tangan Pak Panji sopan. “Iya, Pak. Saya Cakra.”

“Anak itu masuk kelas Dua Belas IPA Satu ya, Pak.” Kata Pak Wira, “tolong antarkan.”

“Siap, Pak!” Jawab Pak Panji kembali beralih menatap Cakra, “mari ikut Saya.”

“Eh, sebentar-sebentar.” Cakra mengernyit menatap Pak Wira yang sedang merogoh saku celananya yang sedang mengeluarkan sebuah Ponsel, segera mendekat ke Cakra. “Kita foto dulu buat Istri Saya, Istri Saya suka banget nonton drama Korea, kalo anak jaman sekarang bilangnya Drakor.”

Cakra tersenyum canggung sampai sebuah suara memotret terdengar. Pak Panji yang melihat itu hanya mengeluarkan raut bingung. “Buat apa Pak fotonya?”

“Saya mau pamer sama Istri Saya, kalo disekolah Saya ada Murid yang mirip Lee Min Ho.” Kata Pak Wira sembari melihat hasil fotonya. “Sudah sana antarkan Cakra.”

“Iya, Pak.” Pak Panji mengangguk dan mengajak Cakra untuk keluar dari ruangan.

●●●●●

Cakra mengikuti langkah Pak Panji yang sedang menelusuri koridor sekolah lantai pertama sesekali Cakra melihat ke arah kelas dan dapat dilihat jika mereka sudah melakukan kegiatan belajar-mengajar. Langkah Kaki mereka mulai naik ke tangga yang ada di ujung lorong.

“Lantai bawah ada ruang apa aja, Pak?” Cakra mulai mengeluarkan suaranya untuk bertanya Kepada Guru yang selangkah lebih dulu darinya.

“Oh, di lantai bawah itu ada lapangan Indoor, ruang seni, ruang Aula dan Kantin.” Jawab Pak Panji memberitahu.

Cakra mengangguk mengerti dan mereka kembali canggung kembali. Pak Panji terlihat berbeda dengan Pak Wira yang baru pertama kali kenalan sudah bisa mencairkan suasana agar tidak terasa canggung. Sedangkan Pak Panji terlalu banyak diam.

Sampai ketika mereka berada di lantai Dua, Pak Panji menghentikan langkahnya. “Itu ruang Laboratorium yang dipakai untuk kalian praktik nanti, lalu di sana juga ada ruang Audio, biasa kita gunakan untuk mengumumkan sesuatu. Selebihnya ruangan Kelas, untuk Kelas Satu dan Dua. Kelas satu di bagi dua, lantai pertama sama lantai kedua. Karena tahun ini banyak murid yang daftar.”

Cakra mengikuti arah tangan Pak Panji yang menunjuk ke Plang nama yang menggantung. Dan benar, di lantai Dua hanya ada Ruang Laboratorium dan Ruang Audio. Kemudian mereka melanjutkan langkah menaiki anak tangga menuju lantai Tiga.

Hening menjadi situasi saat ini bagi mereka berdua. Hingga suara milik Pak Panji menginterupsi pendengaran Cakra, suatu kalimat yang berhasil membuat Cakra terkejut.

“Saya tahu alasan kamu pindah kesini, Cakra.”

“Maksudnya?” Cakra mengernyit menatap punggung Pak Panji.

“Sudah kelas tiga, sayang sekali buat anak seumur kamu harus dikeluarkan dari sekolah. Tapi, fatal. Untuk seseorang yang masih memegang Almamater sekolahnya.” Tukas Pak Panji.

Cakra hanya terdiam namun satu sisi bibirnya menarik sebuah senyuman simpul, pandangannya berpindah-pindah seiring langkahnya yang masih menelusuri koridor luas itu. Lantai Tiga jauh lebih luas dari lantai pertama dan kedua.

Pak Panji menghentikan langkahnya di tengah jalan kemudian berbalik menatap Cakra dan seketika Cakra juga ikut menghentikan langkahnya.

Datar, itu yang Cakra lihat di Wajah Pak Panji.

Sedetik kemudian Pak Panji mengajukan Dua Ibu Jari terhadap Cakra dan tersenyum lebar. ”Hebat! Saya suka cara kamu.”

Cakra mengernyit bingung. “Gimana, Pak?”

Pak Panji menepuk pundak Cakra seraya berujar. “Kalo ada yang jahat sama kita itu memang gak boleh kita baikin, nanti ngelunjak.”

Cakra tersenyum canggung dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. Pak Panji berbalik mengarah ke depan kembali, “kelas kamu ada di ujung sana.”

Mereka berdua melanjutkan langkahnya kembali namun yang berbeda Pak Panji mulai suka berbicara. “Saya dulu sekolah juga nakal, sama kayak kamu. Sampai pernah Saya ikut tawuran, pulang-pulang baju saya sudah penuh sama darah. Ibu Saya marah, hampir pernah Saya di usir terus Saya menginap di rumah teman Saya. Tapi dicariin juga Saya-nya.”

Cakra tertawa kecil. Dia pikir Guru yang di hadapannya sama seperti Guru yang di sekolah lamanya memandang Cakra penuh dengan ketidaksukaan. Ternyata, jelas semua berbeda.

“Kamu ngapain di belakang Saya? Sini, di samping Saya.” Kata Pak Panji dan Cakra segera menyamakan langkahnya.

Pak Panji menoleh ke arah Cakra yang sudah berada di sebelah kanannya. “Kamu nge gym di mana? Saya kapan-kapan ikut boleh?”

“Kenapa emangnya Pak?” Tanya Cakra.

“Badanmu itu loh, keren banget.” Kata Pak Panji. “Saya jadi kangen masa muda.”

Cakra kembali tertawa dan mengangguk. “Boleh, Pak. Boleh, kapan-kapan Saya ajak Bapak ke tempat Gym yang sering Saya datengin.”

Ternyata, Pak Panji jauh lebih humble daripada Pak Wira.

.
.
.

TO BE CONTINUED...

Jangan lupa vote dan komen nya 🙏🥰
















Tangerang selatan, 2023.

CAKRAWALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang