Jalan di koridor gedung kampus pada jam makan siang memang menyebalkan. Banyak orang. Jalan Renjun harus diblok setiap maju dua langkah. Tiga kalau dia beruntung. Empat kalau dia mau nekat dengan badannya.
Orang-orang tidak ada yang mau mengalah. Semuanya capek dan terlihat mumet keluar dari kelas, tidak sanggup berada di meja lebih lama. Ada wajah-wajah lapar dan siap menyerbu kantin. Tapi ada juga beberapa pasang mata yang tertuju ke arah Renjun, beberapa bersembunyi di balik tubuh teman lain, beberapa terang-terangan tak tahu malu.
Terdistraksi, Renjun malah menabrak orang di depannya, yang sialnya, seorang mahasiswa bertubuh jangkung dan membawa sebuah tas punggung besar. Tubuhnya oleng ke belakang saat orang itu menengok padanya.
Cowok itu melihatnya heran. Tapi yang paling menyebalkan, dia bahkan tidak bergerak sama sekali sedangkan Renjun sampai limbung begini. Wajah Renjun mendongak, "sorry, gak sengaja."
Tanpa menjawab, dia malah memamerkan deretan giginya yang besar dan tersenyum miring. "Oh," ujarnya pelan, "yang ini toh?"
Renjun melemparkan pandangan heran, tapi beberapa cowok lawan bicara sang cowok pertama ikut-ikut menatapnya dan seketika dia paham. Tanpa melontarkan apa-apa, Renjun mendengus dan melanjutkan jalannya.
Dia mengerti apa yang mereka pikirkan, dan dia tidak suka itu.
Di dalam kepalanya, Renjun menyumpahi cowok itu dengan seribu satu jenis makian sampai tidak sadar ada sepasang kaki lain yang menjajari langkahnya.
"—njun! RENJUN!"
Bahunya ditampar dari belakang. Renjun yang sudah terlanjur keki, menyalak keras, "apa sih?!"
Di sebelahnya, Yangyang hampir melompat mendengar nadanya.
"Udah jalan sambil bengong, galak banget lagi," teman sejurusannya itu berdecak.
Mata Renjun menyipit, "bengong? Siapa?"
"Tukang sapu," jawab Yangyang letih. "Ya elo dong!" Dia menahan tangannya untuk tidak menoyor Renjun. Sungguhan, dia kadang mempertanyakan predikat Renjun sebagai model student di kelas. Lemotnya itu, lho!
"Gue gak bengong," Renjun masih saja berkilah. Mereka mendekati kantin yang terasa seperti lahan Hunger Games di jam segini. Matanya adu cepat dengan mahasiswa lain dalam mencari kursi kosong.
Yangyang ingin menepuk jidatnya sendiri. "Iya, tapi dipanggil kayak orang budeg. Abis nabrak orang jadi linglung lo?"
Belum juga dijawab pertanyaannya, Renjun menyeretnya ke arah meja kosong yang berada di barisan ketiga dari belakang ruangan. Begitu sampai, cowok itu duduk sambil mengipasi wajahnya yang gerah.
"Lo gapapa?" Kali ini, Yangyang bertanya serius. Setidaknya, perubahan nada suaranya bisa mengambil perhatian Renjun sejenak dari kesal maupun laparnya.
"Gapapa kok. Emangnya gue kenapa?" Tanya Renjun balik.
"Itu, gosip? Eh, fakta deh sekarang," Yangyang kemudian menutupi mulutnya dramatis, "Yang tentang lo gay itu, lho."
Sambil melihat-lihat menu kantin, Renjun tertawa. Orang-orang malah membuat ini jadi lebih besar dari masalah sesungguhnya.
Memang, sih, masalah ini membuatnya jadi sorotan tak perlu di setiap langkahnya di kampus. Di kelas juga banyak yang meliriknya diam-diam. Tapi selebihnya hari pertamanya di kampus setelah berita itu bocor toh lancar-lancar saja. Selama dia tak terpancing dan tak menghiraukan mereka.
"Entar juga orang pada lupa." Dia tak begitu serius menanggapi. "Tau sendiri, orang pada kepo doang,"
"Suka ngegampangin lo. Kemaren-kemaren isi IG lo penuh creep gak jelas padahal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stumbling upon Little Lies - JaemRen
Fiksi Penggemar"Bantuin gue dong. Jadi bodyguard, tapi kadang bilang aja pacar gue, biar pada mundur." "... lo tau gue aja gak pernah pacaran." "Masa iya harus diajarin dulu?!" Teman tapi merangkap peran. Jadi driver antar jemput. Jadi delivery makanan kalau mager...