4

109 14 1
                                    

"Mungkin kamu bisa membuka tempat penitipan anak, Kaeya."

Kaeya berhenti menulis laporan yang sedang ia kerjakan ketika Jean membuka topik pembicaraan tersebut. Mereka bertiga kini berada di ruangan Jean. Kaeya tengah 'beristirahat' dari tugas pentingnya sebentar dan membiarkan Klee dan Albedo bermain bersama.

Lisa tertawa lepas mendengar perkataan Jean itu. "Selera humormu semakin liar, Jean, tapi memang benar sih. Kaeya cocok membuka tempat penitipan anak."

"Tunggu, tunggu, hei," sela Kaeya sebelum kedua wanita itu bisa menggodanya lebih lanjut. "Yang memberikanku tugas untuk menjaga Klee kan kamu, Jean."

"Tapi sebelumnya, kamu memang pandai mengurus anak-anak. Klee dan yang lainnya sangat senang bermain bersamamu," Jean menyangkalnya.

Lisa mengangguk sebelum menambahkan, "Mereka nampaknya benar-benar menempel padamu. Kemarin, aku bahkan mendengar mereka pamer tentang dirimu."

"Pamer...? Tentang diriku?" Ini pertama kalinya Kaeya mendengar hal seperti ini.

"Oh? Kamu tidak tahu? Kemarin aku mendengar Nora, Flora, dan Xi'er pamer kepada yang lain kalau mereka diberikan izin khusus untuk memanggilmu 'kak'."

"Eh?" Kaeya mengerutkan keningnya bingung. Hal seperti itu untuk apa dipamerkan? Apanya yang penting?

"Timmie dan Arthur tampak cemburu sekali. Menurutku, mereka akan menanyakannya kepadamu sore nanti," Lisa tertawa kecil.

"Aku tidak mengira panggilan 'kakak' akan menjadi kelas tinggi seperti itu," Kaeya bergumam. Lagi pula, itu hanya panggilan 'kakak' saja, 'kan? Apa uniknya?

Senyuman Lisa perlahan-lahan berubah licik, seakan-akan menyadari sesuatu yang Kaeya tidak bisa mengerti. "Noelle juga sempat pamer. Katanya dia dielus kepalanya oleh 'Sir Kaeya'."

Noelle? Kaeya tambah bingung. Orang seperti Noelle bahkan pamer?

Lisa belum selesai rupanya. "Bennett mendengar dan ikut pamer kalau dia sempat memeluk 'Sir Kaeya'."

Bennett?? Oke, Lisa pasti bercanda.

"Hoho, bahkan Razor ikutan. Dia pamer telah membawakan kamu daging dan dimasakkan seporsi steak."

Razor???

"Lisa," Jean menyela, memberikan Kaeya tatapan kasihan dan jahil di saat yang bersamaan, "sepertinya sudah cukup. Kaeya seperti malfungsi begitu."

"Wah, maaf," nada Lisa tidak terdengar menyesal sama sekali, "aku terlalu semangat mengingat betapa imutnya anak-anak saling membanggakan memori favorit mereka bersama 'Kak Kaeya'."

Siapa selanjutnya? Fischl? Barbara?

"Oh, sebelum kamu bertanya, Fischl dan Barbara juga ikut."

Asdfghjkl??

Kali ini, Jean dan Lisa benar-benar tertawa melihat ekspresi bingung Kaeya yang tak biasanya ditampilkan jelas-jelas seperti sekarang ini.

"Oh, sayang, sepertinya aku merusak Kaeya kita," Lisa berujar ketika Kaeya masih belum bersuara setelah sekian lama.

"Jujur, aku tidak menyangka dia akan sekaget ini," Jean masih tertawa.

"Kaeya sayang?" Lisa menjentikkan jarinya di depan wajah Kaeya.

"Uh, ya?" Laki-laki itu tersentak, menyadari ia belum mengucapkan sepatah katapun sejak beberapa menit yang lalu. "Maaf, aku..."

"Kaget?" Lisa melanjutkan perkataannya. "Terkadang, Kaeya kita punya sisi yang imut juga ya, Jean."

"Lisa," ujar Jean seakan-akan ingin memarahi pustakawan itu. Namun, nadanya terdengar terlalu lembut untuk itu. Ia beralih pada sang kapten kavaleri. "Kaeya, apakah pandangan anak-anak menganggapmu keren itu seaneh itu untukmu?"

Nada Jean terdengar seperti sedang berbicara ke seekor hewan yang ketakutan. Jika Kaeya tidak sekaget sekarang, mungkin ia akan merasa tersinggung.

"Bukan begitu..." jawab Kaeya. "Aku hanya tidak menyangka mereka..."

"Memuja-mujamu? Menaruhmu di atas pedestal? Menganggapmu sebagai idola mereka?" Lisa melanjutkan.

Kaeya kehabisan kata-kata. "...Itu."

"Kaeya." Laki-laki yang dipanggil namanya itu menoleh perlahan untuk menatap Jean di kedua matanya. "Mau bagaimanapun juga, sudah menjadi fakta kalau anak-anak di Mondstadt menyukaimu. Yang bisa kamu lakukan sekarang adalah bersikap seperti biasanya. Seperti Kaeya. Karena bagi mereka, kamu yang mereka sukai. Mengerti?"

Hm.

Ucapan Jean tadi terdengar terlalu serius bagi Kaeya, seakan-akan temannya itu sedang berusaha menyampaikan sesuatu kepadanya yang tak bisa ia mengerti sekarang.

"Yah," mulai Kaeya pelan, "begitulah hidup orang keren, hm?"

Lisa terkekeh mendengar Kaeya yang kembali melontarkan candaan. Nampaknya ia sudah selesai terkejut.

"Ya, ya, kamu yang paling keren di Mondstadt," balas Lisa.

Jean hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.

"Sudah sana," ujarnya mengusir Kaeya, "sudah mendekati jam makan siang. Noelle pasti sudah membuatkan makanan untukmu. Aku dengar Razor yang membawakan bahan-bahannya."

"Oh?" Kaeya melirik ke arah jam yang ada di dalam ruangan. "Kalau begitu, aku pamit dulu. Kalian juga jangan lupa makan siang, terutama kamu, Jean."

"Ya, ada Lisa, jadi tenang saja," balas Jean santai. "Sampaikan salamku pada fans-fans kecilmu."

"Jean!" Kaeya tidak menyangka temannya yang satu itu bisa menggodanya seperti itu.

"Bercanda, sayang," Lisa yang kali ini menjawab. "Sampaikan salamku juga ya."

Kaeya mendengkus. Kedua temannya itu sama-sama menyeramkan jika sudah bekerja sama.

Ia baru saja melangkahkan kakinya untuk keluar ruangan ketika ia berpapasan dengan Razor.

"Kaeya," sapanya sebelum anak itu menarik tangannya. "Makan. Aku bawa daging dan sayur. Barbara dan Noelle masak."

"Oh?" Kaeya tidak menyangka Barbara juga akan hadir dalam acara kecil ini. Diaken itu biasanya sangat sibuk setiap harinya. Terkadang, Kaeya kesusahan untuk mengajaknya istirahat sejenak dan makan yang teratur. "Pasti enak rasanya. Terima kasih, Razor."

Tangannya yang tidak dipegang Razor secara otomatis bergerak untuk mengelus kepalanya sebagai tanda terima kasih. Melihat bagaimana wajah anak itu berubah cerah, Kaeya teringat perkataan Jean dan Lisa kembali.

"Wah, maaf, aku terlalu semangat mengingat betapa imutnya anak-anak saling membanggakan memori favorit mereka bersama 'Kak Kaeya'."

"Mau bagaimanapun juga, sudah menjadi fakta kalau anak-anak di Mondstadt menyukaimu."

Ketika Kaeya memasuki ruangannya, tempat dimana ia biasa makan siang, ia mendapati Noelle dan Barbara yang tersenyum lebar ketika melihatnya. Keduanya tampak bangga menceritakan proses mereka memasak makan siangnya hari itu.

Kaeya pikir, menjadi seorang Kaeya yang dianggap sebagai 'kakak' bagi seluruh anak-anak Mondstadt, tidak buruk juga.

Cool ; Kaeya Alberich [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang