Kicauan burung semerdu simfoni mengalun indah menyapa terik mentari yang semakin meninggi. Di balik jeruji besi terulur jari jemari lentik meraih bunga liar di sekitar. Tumbuhan merambat dicabut, kemudian dirangkai menjadi sebuah rangkaian bunga yang indah membentuk mahkota yang cantik menghiasi di atas kepala. Rambut coklat kepirangan tersinari mentari terlihat bagai kilauan emas yang bercahaya. Indah, satu kata yang menggambarkannya.
Bangunan tua di tengah hutan belantara sangat menonjol dihiasi tumbuhan rambat yang berbunga warna-warni. Sebuah bangunan tua yang dulu menjadi penjara bagi para budak pembangkang telah beralih fungsi sekitar dua puluh tahun yang lalu. Kini di dalam sana bukanlah seorang budak, melainkan gadis cantik yang telah mencapai kedewasaan.
Trek
Trek
Sebuah bunyi ketukan logam menandakan seseorang datang untuk berkunjung. Gadis yang sedari tadi tengah bermain-main dengan mahkota buatannya seketika tersadar, melangkah pelan menuju pintu kayu jati yang dikunci dari luar. Sepiring nasi dan lauk pauk beserta segelas air disodorkan di balik pintu kayu yang masih kokoh.
“Terima kasih.”
“Hmm ... aku akan menunggumu di sini, cepat habiskan sarapannya. Masih ada banyak pekerjaan lain yang harus ku lakukan,” kata seseorang di balik pintu. Dia adalah pelayan kecil yang telah ditugaskan oleh ibunya untuk menyiapkan sarapan untuk seorang gadis yang terkurung di penjara mengerikan ini. Sedari dulu ia cukup bertanya-tanya mengapa gadis yang kerap dipanggil Fiona ini dikurung? Namun pertanyaannya harus dibungkam sebab ibunya memarahi ia tiga tahun yang lalu.
“Kau sudah makan?” tanya Fiona di balik pintu sembari menikmati sarapan yang bisa disebut sebagai makan siang karena ia hanya makan satu kali dalam sehari.
“Sudah. Sebelum bekerja, aku biasa sarapan terlebih dahulu.”
“Bagus kalau begitu.”
Pelayan kecil itu menyandarkan kepalanya pada pintu, menghela napas pelan memandangi hamparan langit-langit yang tertutupi kanopi dedaunan pohon lebat sehingga daerah sekitar menjadi gelap dan menakutkan. Itu sebabnya ia hanya dapat mengirim makanan pada siang hari saja sebab ia terlalu takut untuk memasuki hutan di malam hari hanya untuk mengirim makanan makan malam.
“Apanya yang bagus? Tiap hari aku harus bekerja. Bangun pagi setelah sarapan, aku harus menimba air sumur untuk memenuhi bak mandi tuanku, menyapu dan mengepel lantai, membersihkan debu, mengurus ternak dan sebagainya. Terkadang aku lelah dan hanya ingin diam beristirahat tapi ibuku selalu marah bila melihatku tertidur saat bekerja,” keluhnya.
Gadis lain di dalam penjara hanya tertawa kecil. “Kupikir itu lebih baik daripada tidak tahu harus melakukan apa.” Ia menunduk memisahkan nasi dan lauk pauk ke dalam sebuah daun yang telah ia bentuk menjadi sebuah wadah. Menyimpan sisa makanan untuk ia makan di malam hari jika lapar. Perlahan ia menyodorkan alat makan yang sudah kosong. “Terima kasih, makanannya enak.”
“Sama-sama.”
Pelayan kecil itu pun mengambil alat makan, berniat untuk pulang tapi kemudian ia berbalik setelah beberapa langkah pergi. Meronggoh sesuatu di dalam satu celemek, itu adalah sebuah buku tipis bergambar. “Aku membawakan ini untukmu, bacalah jika kau mau.”
Belum sempat Fiona membalas, kesunyian kembali menyapa. Sepertinya pelayan kecil yang sudah menjadi temannya selama enam tahun ini sudah pergi berlari. Ia meraih buku yang disodorkan di balik lubang di bawah pintu. Buku tipis berjudul ‘Beautiful of World’ bercetak tebal menghiasi gambar pepohonan yang menjadi sampul buku tersebut. Beruntung, Fiona dapat membaca meski belum pasif. Seorang pelayan pernah mengajarinya beberapa kata, pelayan itu adalah ibu dari pelayan kecil tadi.
Fiona membuka perlahan buku tersebut, tidak banyak kata yang tertulis di buku. Hanya ada lukisan-lukisan indah berwarna-warni membuat mata yang melihat merasa segar. Dengan penuh semangat Fiona terus membuka lembaran demi lembaran buku, ada begitu banyak hal-hal yang belum pernah ia lihat. Di sana terdapat banyak lukisan seperti hewan, tumbuhan mau pun orang yang berpakaian indah. Ada gunung, laut dan juga sesuatu lainnya yang tidak pernah Fiona ketahui selama ini.
Seketika ia ingat. Dulu ia pernah bertanya pada pelayan kecil, bagaimana dunia luar? Seperti apa? Tetapi pelayan kecil sama sekali tidak membalas mungkin terlalu bingung untuk menjelaskan. Namun, Fiona tidak pernah berhenti untuk bertanya berkali-kali hingga pelayan kecil hanya membalas ‘ya begitulah’ sesuatu yang Fiona sama sekali tidak paham. Sehingga kemudian ia tidak pernah tertarik lagi, memilih diam tidak lagi bertanya kemudian berangan mungkin dunia luar sangat indah?
“Ternyata memang seindah ini,” komentarnya setelah selesai melihat-lihat isi buku. Bahkan sudah sampai dua puluh kali ia membolak-balikkan lembaran gambar hanya untuk melihat lebih lama. Kedua matanya berbinar indah menemukan kebahagiaan.
Ia berbaring di atas tikar, memeluk buku tipis itu dengan erat. Matanya melihat langit-langit berbatu bata yang dingin dan kotor. Perlahan melirik jeruji besi di samping yang sudah berkarat, saat melihat jeruji besi—dapat melihat cahaya mentari dan pepononan lebat yang terlihat jelas. Matanya memandang jauh, di kejauhan sana semakin gelap tidak terlihat apa pun. Namun, mungkin saja jika ia mendekat, ia akan tahu bagaimana di luar sana?
Dengan cepat ia bangkit, meraih jeruji besi kokoh meski sudah berkarat. Serpihan serbuk besi angus mengotori tangannya yang halus, tetapi ia tidak peduli. Rasa keingintahuannya kali ini semakin besar. Sudah lama ia memendam banyak tanda tanya dalam pikirannya, berusaha menjalani kehidupan seperti biasa. Hanya saja hidup yang ia jalani selama hampir dua dekade ini bukanlah sebuah kehidupan.
Bagaimana hanya berdiam diri terkurung di sebuah bangunan tua di tengah-tengah banyaknya pepohonan menjulang adalah sebuah kehidupan?
Maka dari itu Fiona mulai berpikir keras, melangkah bolak-balik melipat kedua tangan di dada, sementara tangan kanannya menopang dagu memikirkan cara untuk membawanya keluar dari sini. “Ayo berpikir Fiona ....”
Sebuah ide terpikirkan dengan cepat tetapi mungkin hal itu tidak akan langsung dapat membawanya keluar dari penjara. Jeruji besi yang masih terlihat kokoh meski terkikis karat, jika terus mengalami karatan parah—mungkin dapat menekannya hingga patah. Fiona kemudian mengambil air minum sisa yang telah ia sisihkan, dengan menggunakan pakaiannya ia usapkan terus menerus pada besi dan memercikan perlahan di ujung-ujung karakatan yang sudah semakin parah. Ketika ditekan, besi bergoyang sedikit meski masih tertanjap pada tembok.
Jika ia terus menerus melakukannya, pasti jeruji besi itu dapat ia lepaskan. Senyuman kecil terlukis indah di wajahnya. Mendambakan kebebasan, untuk mengetahui seperti apa dunia luar itu? Ini adalah keputusan pertamanya setelah hidup hampir dua dekade. Keputusan untuk menjalani hidup yang bukan hanya sekedar diam merangkai bunga dan menunggu makanan tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ethereal
عاطفيةKecantikan adalah sebuah anugerah yang diidamkan banyak wanita di dunia ini. Namun, kecantikan adalah sebuah kutukan bagi Fiona selama masa hidupnya. *** Terkurung dalam penjara hampir dua dekade, Fiona tidak pernah mengetahui seperti apa dunia lua...