EIGHTH

2.6K 275 27
                                    

"Pasien meminta perubahan prosedur operasi semalam, yang seharusnya operasi pengangkatan tumor di kepalanya menjadi operasi transplantasi jantung untuk pasien kamar 602" Jelas tuan Jung, seseorang yang paling terakhir keluar dari ruang operasi, juga sosok yang bertanggung jawab penuh dalam memimpin jalannya operasi Winwin. Dengan raut wajah bersalah dan penuh penyesalan, pria separuh baya itu mencoba memberi pengertian kepada Renjun.

"Bukankah seharusnya kalian meminta persetujuan wali untuk operasi besar itu!! Harusnya kalian memberitahuku dan jangan hanya diam!!" Ucap Renjun dengan tangis kecewanya. Merasa telah di bohongi oleh banyak pihak yang terlibat dalam operasi besar tersebut.

"Sebenarnya pasien sudah lama mendaftarkan diri untuk menjadi pendonor untuk pasien kamar 602, dan saat itu pasien ditemani oleh wali atas nama orang lain jadi operasi donor itu masih tetap bisa dilakukan"

"SEHARUSNYA KALIAN MELARANGNYA!!" Teriaknya tak mempedulikan kepada siapa ia bicara kini. Rasa marahnya sudah menutup rapat jalan pikirannya.

"Kami sudah berusaha membujuknya untuk tak melakukannya, namun pasien tetap bersikukuh dengan keputusannya. Kami mohon maaf" Sesal tuan Jung.

Menerima segala macam amarah dari Renjun, karena memang ini sudah menjadi resikonya sejak awal karirnya menjadi seorang dokter. Mendapat berbagai macam makian serta cacian dari keluarga pasien, disaat dirinya tak bisa menyelamatkan satu nyawa.

"Lalu sekarang bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku?!" Tangis pilu terdengar begitu menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya, memenuhi setiap sudut lorong sepi itu.

Jaehyun hanya mampu mendekap erat tubuh lemah Renjun. Mencoba untuk menenangkan yang lebih muda.

"Kembalikan gegeku!! Kalian tidak berhak mengambil nyawanya tanpa seizinku!!" Teriaknya histeris disamping brankar tempat tubuh tanpa nyawa Winwin terbujur kaku disana.

Beberapa perawat juga dokter Jung yang masih berada disana hanya mampu menatap iba ke arah pemuda cantik itu. Rasa menyesal tentu saja mereka rasakan, namun mereka bukan Tuhan yang mampu menyelamatkan setiap nyawa sesuai keinginan keluarga.

"Tenang Renjun. Tenanglah" Jaehyun mengusap pelan punggung bergetar Renjun. Berusaha memberikan afeksi agar Renjun merasa lebih tenang.

"Kalian pembunuh!! Kalian sudah membunuh gegeku!!"

***

Penjelasan dari tuan Jung mengenai apa yang sebenarnya terjadi terus saja berputar di kepala pemuda cantik itu. Ucapan Winwin mengenai dirinya yang sudah menyerah akan penyakitnya ternyata terbukti dengan si sulung yang merelakan organ terpenting dalam tubuhnya diserahkan kepada seseorang yang bahkan tak Renjun kenal.

Kini Renjun duduk dengan tatapan kosong ke arah depan. Menangis tanpa henti sejak semalam membuat tenaganya habis tak bersisa. Kantung mata yang terlihat menghitam karena terus terjaga semalaman juga membuat kondisinya jauh dari kata baik.

Peti yang berisi jasad sang kakak sudah dikuburkan satu jam yang lalu. Dan meninggalkan Renjun seorang diri di dunia ini. Pikiran si Huang berkelana, memikirkan bagaimana ia akan melanjutkan hidupnya kini tanpa si sulung.

Kemana lagi arah tujuan hidupnya sekarang? Kemana lagi tempat yang bisa ia sebut rumah untuk mengistirahatkan tubuhnya setelah seharian lelah bekerja? Dan untuk apa dirinya hidup jika tak ada seorang pun yang bisa menjadi alasannya berada di dunia ini? Rasanya jiwa pemuda Maret itu juga sudah ikut terkubur bersama jasad sang kakak.

"Istirahatlah dikamar. Kau terlihat sangat kacau" Bariton itu terdengar bersamaan dengan datangnya sosok tegap itu ke ruang keluarga tempat dimana Renjun duduk melamun.

LOSER [JAEREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang