Bau anyir itu masih melekat di hidungku meskipun mataku ini sudah kubuka dan aku yakin sudah terbangun dari mimpiku. Ya, mimpi yang sangat jelas dan menyeramkan. Bahkan sampai detail bercak darah yang menempel di tubuh wanita itu masih teringat. Liur yang bercampur darah dan nanah menetes dari mulutnya, dengan kepala yang miring ke kiri. Amis, anyir dan menjijikan tentunya. Kulihat jam di dinding, menunjukan angka 4 di jarum pendeknya. Hanya suara jangkrik yang masih terdengar jelas, lainnya hanya sepi malam. Sebentar lagi subuh, aku hanya perlu bertahan beberapa menit saja. Ku dudukan tubuhku dan bersandar di dinding, sesaat sebelum kuambil air wudhu untuk bersiap salat subuh. Sayup-sayup terdengar suara adzan dari kejauhan menandakan waktu berjuangku malam ini telah selesai.Jarum pendek jam dinding menunjukan angka 7. Motor butut keluaran tahun 2007 ku keluarkan dari garasi kontrakanku yang kecil ini. Akinya yang sudah soak memaksaku harus mengengkol pedal stater dengan kaki kananku. Sekilas kucoba juga lampu sein dan juga membetulkan spion kanan dan kiri. Hanya sekedar bukti dan persiapan bahwa wanita tidak selamanya menyalakan sein kiri tetapi belok ke kanan dan menggunakan spion hanya untuk melihat riasan make up-nya selama perjalanan.
Namaku Nouva, tetapi teman-teman banyak memanggilku dengan Mbak Unyil karena tubuhku yang kecil. Tak masalah bagiku, aku anggap agar semakin akrab dengan teman-teman sekantorku yang baru. Sebulan pindah ke kota Yogyakarta ini, aku merasa banyak diterima dengan baik di lingkungan kantorku. Jarak kontrakan dengan kantorku di Jl. Veteran Yogyakarta cukup dekat, sekitar 6 km dan biasa ku tempuh dengan waktu 15 menit saja.
Memang baru saja sebulan lalu aku pindah dari Semarang, kota yang telah lama kutinggali selama 12 tahun. Pindah ke Yogyakarta bukan keinginanku, tetapi karena ketugasan baru sebagai supervisor, maka aku ditempatkan di kantor regional Yogyakarta yang baru berjalan 2 tahun. Mau tidak mau aku harus mencari tempat tinggal baru. Kontrakan ini kudapatkan dengan mudah dan murah dari iklan jual beli sewa di Facebook. Kurasa murah karena di area Banguntapan beberapa iklan mencantumkan harga diatas 10 juta untuk rumah tinggal, tetapi ini hanya 5 juta per tahun. Rumahnya pun besar, dengan dua kamar tidur dan ruang tamu yang luas. Memang posisinya agak jauh dari tetangga, sekitar 50 meter dari rumah mbak Sri, tetangga terdekatku dalam satu gang. Dikelilingi pepohonan yang agak besar menjadikan suasanan semakin sepi karena kontrakan ini berada di ujung jalan buntu.
Sempat kuceritakan pada rekan kerjaku Vera, asisten supervisor di tempat kerjaku. Dia memberikan ide untuk pindah dari kontrakan itu, tapi kujawab sudah kubayar setahun penuh. Aku juga belum menerima gaji karena beberapa hari lagi barulah tanggal 1 di awal bulan. Kuanggap bertahan beberapa hari lagi sembari mencari kontrakan atau kos yang lainnya. Sesekali juga ku bertemu mbak Sri tetangga rumah dan menanyakan apakah ada yang aneh dari rumah tersebut sebelumnya. Mbak Sri hanya menjawab tidak ada, walaupun dari gestur dan sorot matanya dia berbohong.
Malam ini tepat malam Jumat Kliwon, malam yang katanya sakral bagi sebagian orang. Setelah salat maghrib, kuambil Al Quran dan kulantunkan ayat suci menggema di rumah ini. Antara yakin dan tidak, ku ingin mengirimkan bacaan ayat malam ini ke siapapun atau apapun yang menghantui mimpiku dalam setiap malam. Al Fatihah kubaca dengan nyaring, lalu ku lanjutkan ke surah Yasiin. Baru satu ayat dari surah Yasiin tersebut kubaca, hembusan angin tipis menyeruak masuk ke kamar. Aku yakin, karena mukenaku melambai-lambai dan hawa dingin menyeruak ikut masuk ke dalam. Dengan mencoba tenang kucoba untuk tetap melanjutkan bacaanku yang tidak begitu lancar. Sekarang mulai terasa, ada sesuatu yang berdiri di belakangku.
"tidur, tidurlah".
Bisikan itu terasa jelas di kedua telingaku. Aku tetap bertahan melanjutkan lantunan ayat suci yang sudah setengah kubaca. Bisikan itu terus menggema dan sampailah aku di ayat yang terakhir. Kututup Al Quran dan bersamaan dengan itu pula mataku tiba-tiba terpejam, seakan aku tidur dengan posisi duduk.Wanita itu datang kembali, masih dengan mulut berlumur darah dan nanah. Anehnya, kali ini aku seperti sudah terbiasa dan tidak takut. Tanpa disadari aku bertanya "siapa kamu?".
Dia tersenyum sinis sembari membuka mulut, terucap kata "jenengku Wulan (namaku Wulan)".
"kenangapa kowe teka terus ning ngimpiku (kenapa kau selalu ada di mimpiku)" tanyaku selanjutnya.
"takonana Sri (tanyalah Sri)" jawabnya masih dengan senyum yang penuh tanda tanya.Mata ini tiba-tiba terbuka, aku kembali sadar dari alam mimpiku. Kusadari tubuhku tergeletak dengan masih memegang Al Quran. Jam dinding menunjukan angka 8 di malam hari. Segera kuraih HP yang berada di rak kamarku. Kucari nomor Mas Budi, orang yang mengiklankan rumah ini. Ku ketik di layar, bertanya siapa Wulan dan apa kaitannya dengan rumah ini. Dari jawabannya dia tidak tahu apa yang ku maksud. Dia hanya makelar yang dititipi rumah ini untuk dikontrakan dari pemiliknya yang ada di Bandung. Sementara buntu informasi yang kudapatkan malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Gantung (Tamat)
HorrorRumah kontrakan ini tak seperti rumah biasanya. Pesan arwah melalui mimpi-mimpi buruk yang datang setiap malam menghantuiku. Dia ingin menuntut balas yang belum terlaksana saat masih hidup. Nyawanya yang diambil paksa, meminta tolong padaku. Apa yan...