✎ᝰ┆𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟷𝟾.

407 28 1
                                    

Note :
✎┊"Berbicara"
✎┊"Membatin"

Warning :
• OOC!
• Alur Berantakan!
• Bahasa Tidak Baku!
• Typo!

Happy Reading ~☆
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Rina POV
Rumah Shirokane

"...En-chan."

Mata violetku masih terpaku pada seseorang yang kini berhadapan denganku. Tubuh seakan membeku, tak tahu harus bertindak bagaimana. Ini terlalu tiba-tiba. Aku masih belum siap...

"Aku sudah mendengar singkatnya dari ibumu. Maaf tidak bisa memahamimu di saat dirimu sedang terpuruk. Pasti berat untukmu." Suara En-chan membelah keheningan. Dia membungkuk, menunjukkan perasaan menyesal yang dalam.

Aku mengepal keras tanganku. Suasana terasa begitu sesak. Aku tidak suka ini. Mati-matian aku menjaga kestabilan napasku agar aku tetap tenang berhadapan dengannya.

Sesaat aku membungkuk untuk mengambil tasku yang tak sengaja aku jatuhkan tadi. Kembali menatap En-chan, aku tersenyum kecut. "Sepertinya... banyak hal yang perlu kita bicarakan, ya?"

Mama yang sepertinya menyadari suasana di antara kami berdua memilih untuk pergi ke kamar, memberikan kami waktu dan privasi untuk berbincang. Aku pun duduk di samping En-chan. Pada menit awal aku masih belum berbicara. En-chan setia menungguku dalam diam. Ku menarik napas dalam dan menghembuskannya sebelum membuka suara.

Aku menceritakannya. Mulai dari kematian Chie-chan yang membuat mentalku mulai terguncang. Keadaanku yang semakin hari semakin parah walaupun sudah menjalani pengobatan sehingga Mama dan Papa segera membawaku pergi ke California agar aku bisa setidaknya melupakannya untuk sementara waktu. Kondisiku yang tidak stabil, membuat Papa sebagai perwakilanku membatalkan semua penampilan yang harusnya kujalani serta menyatakan aku pindah sekolah karena alasan pribadi.

Semua dilakukan dalam waktu yang singkat. Aku yang seharusnya maju menjadi perwakilan sekolah di ajang SS saat itu dibatalkan, menyebabkan sekolah kehilangan kesempatan emas untuk bersaing di ajang bergengsi.

Di California aku melakukan berbagai terapi dan home schooling, karena bahkan untuk berkomunikasi dengan Mama Papa saja begitu sulit bagiku. Aku memilih untuk lepas kontak dari semua orang, karena merasa malu atas banyaknya kekacauan yang kubuat. Saat kondisiku lebih baik walaupun belum sembuh, aku mendapat tawaran untuk menjadi produser di Akademi Yumenosaki. Menganggap ini menjadi langkah baik untukku bisa sembuh dan kembali bersosialisasi, aku pun menerimanya dan kembali ke Jepang.

"Jadi seperti itulah keadaanku saat ini. Aku memilih menghindar karena aku merasa tak punya muka untuk menemui kalian, setelah menghilang tanpa kabar. Aku mengacaukan semuanya, bukan? Hontou ni gomenasai, En-chan."

Aku hendak membungkukkan badan sebagai tanda permintaan maaf, tetapi En-chan langsung menahan kedua bahuku untuk tetap tegak. Jari-jari En-chan sedikit meremas bahuku. Aku hanya terdiam melihat kepalanya yang menunduk membuatnya tak menatap diriku.

"Kenapa malah kau yang minta maaf? Seharusnya kami! Apanya yang sahabat. Bahkan tak satu pun dari kami yang mengulurkan tangan padamu. Kami terlalu egois." Suaranya terdengar tak bertenaga. Padahal En-chan adalah sosok yang akan mengutarakan segala sesuatu dengan tegas.

Tanganku meraih tangan lentik En-chan yang masih setia bertengger di bahuku, "Tolong jangan berkata begitu. Ini semua terjadi bukan salah kalian. Bahkan aku sendiri pun tidak tahu akan jadi seperti ini."

Bahu yang biasanya terlihat kokoh itu tampak sedikit bergetar. Suara isakan yang tertahan terdengar dari sang surai hitam di depanku. Setitik air terasa terjatuh di atas pahaku.

Ms. Idol, Don't Give Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang