Suryo merenggangkan otot-ototnya seraya menarik napas dalam. Tumpukan pekerjaan sudah ia selesaikan. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, ia terlalu larut dalam pekerjaan sehingga lupa kalau mentari sudah kembali ke peraduan.
Ia segera merapikan berkas-berkas yang bertaburan di meja kerjanya, Bersiap pulang ke rumah orang tua nya. Ibunya akan kembali mengomel jika dirinya tak menampakkan batang hidung hari ini.
Sudah tiga tahun ini Suryo memutuskan untuk tinggal sendirian di apartemennya. Ia tak ingin ibunya tau seberapa liar kehidupan yang ia jalani saat ini. Meski usianya sudah hampir tiga puluh tahun, dan ibunya sudah tau betapa liar kehidupan nya, namun Suryo masih tidak ingin ibunya melihat secara langsung kelakuan anak yang selalu dibanggakan olehnya.
Suryo beranjak bangkit, meninggalkan kursi kebesarannya. Hari ini sangat melelahkan baginya. Ia bahkan tak sempat berganti pakaian, Noda kopi tergambar jelas di kemeja putihnya. sudah mengering, namun masih meninggalkan kekesalan luar biasa di hatinya.
Jalanan hari ini sangat padat. kemacetan ibu kota di sore hari seperti ini sudah biasa terjadi. Semua orang berlomba ingin saling mendahului tiba di rumah dan bertemu orang tersayang. Suryo meraih sebungkus rokok- menyelipkan sebatang rokok di bibirnya dan menyulut ujung nya dengan pemantik api.
Asap mengepul dari bibirnya. tiga tahun belakangan ini Suryo aktif merokok, sebelumnya hanya sesekali ia menghisap batangan nikotin itu. Setiap kali ia menghembuskan asap rokok dari celah bibirnya, setiap saat itu juga rasanya ia sedikit melupakan rasa sesak di hatinya.
Suryo memicingkan matanya, saat pandangannya tak sengaja melihat sesosok wanita di halte tak jauh dari mobilnya yang terjebak macet. Wanita itu yang siang tadi menabraknya, menumpahkan minuman yang menyisakan noda di pakaiannya.
Ia tak mungkin salah lihat, wanita itu adalah wanita yang sama dengan wanita kurang ajar siang tadi. Suryo memperhatikan wanita itu, memindai penampilannya. Kemeja longgar dan celana selutut di padukan dengan sepatu putih, dan tas di pundak wanita itu. Tak ada yang dapat menarik perhatiannya.
Tak ada kelebihan dari wanita itu menurut Suryo- kecuali bagian di mana wanita itu tak jatuh dalam pesona nya. Ia penasaran, apa yang istimewa dari wanita itu. Bayu, adiknya seperti menggilai wanita di sebrang sana. Terlihat dari bagaimana Bayu memandangi wanita itu, cara bicaranya dan bagaimana dia salah tingkah saat berhadapan dengan wanita itu.
"Apa hebatnya wanita dengan penampilan seperti itu, bahkan tak ada yang menarik dari dia!" Gumam Suryo pada dirinya sendiri.
Ia penasaran, apakah wanita itu hebat di ranjang, sehingga mampu membuat Bayu terpesona seperti itu. Bayu bukan pria yang sulit mendapatkan wanita, Adiknya itu tampan dan pintar. Bahkan, Bayu adalah salah satu CEO di sebuah perusahaan otomotif miliknya sendiri. Hanya tinggal menunjuk wanita mana yang diinginkan, maka Bayu akan mendapatkan nya dengan mudah.
Namun, lihatlah selera anak itu, malah jatuh pada wanita minim ekspresi dan terkesan tomboi. Selain hebat di ranjang, apalagi kelebihan dari wanita itu menurut Suryo. Jika di bandingkan dengan jajaran wanita yang pernah menghabiskan malam bersamanya, jelas Suryo akan menolak tidur dengan wanita datar seperti itu.
Bisa jadi, setelah bercinta wanita itu hanya akan mengucapkan "sudah selesai. Terimakasih" seperti itu. Suryo terkekeh sendiri dengan pikirannya. Ia tak habis pikir bagaimana ia bisa memikirkan urusan percintaan di atas ranjang wanita itu. Tapi, sungguh ia penasaran. Mungkin, saat bertemu Bayu nanti ia akan menanyai bagaimana kehidupan ranjang antara Bayu dan wanita itu.
Suryo kembali melajukan mobilnya, saat kendaraan lain di depannya juga mulai melaju lambat. Ia menolehkan kepalanya pada halte di mana tempat wanita itu duduk. tidak ada seorang pun lagi di sana. Wanita itu telah pergi. Suryo mempercepat laju kendaraannya saat kemacetan terlihat sudah terurai, hari sudah semakin malam, dan ia harus segera sampai di kediaman orang tuanya sebelum jam makan malam tiba.