"Jennie, apa kau benar-benar yakin dengan keputusanmu, kau sebenarnya tidak perlu melakukan ini sayang, kau bisa tetap tinggal di rumah bersama Eomma dan Appa."
Aku menatap ibu kandungku sambil menyenderkan lengan kananku pada pegangan koper besar yang aku bawa sekarang, kami sudah berada di ambang pintu karena mulai malam ini, aku akan pindah dari rumah orang tuaku.
"Keputusanku sudah bulat, Eomma, aku akan tinggal sendiri di unit apartemen, jangan berlebihan, aku tetap tinggal di Seoul, bahkan tempat tinggalku akan lebih dekat ke kantor jadi aku tidak perlu terburu-buru setiap harinya." Balasku, dan ibu kandungku menghela nafasnya.
"Tapi tetap saja, kau akan tinggal sendiri, Nini, Eomma tidak rela putri Eomma menjadi dewasa seperti ini." Aku terkekeh mendengarnya, benar apa yang dikatakan oleh orang-orang, sedewasa apapun kita, tapi di mata orang tua khusunya ibu, kita akan tetap menjadi bocah kecil yang selalu membutuhkannya.
"Ini juga keinginan Appa, aku akan hidup mandiri." Balasku lagi, ya, alasan terbesar kenapa aku akhirnya memilih untuk tinggal sendiri adalah karena ayahku yang selalu ingin aku hidup mandiri.
"Jangan dengarkan Appa.." aku menggelengkan kepalaku, meski aku bisa saja tetap tinggal di rumah orang tuaku atau bahkan kembali ke kamarku sekarang untuk beristirahat, keputusanku sudah bulat.
"Aku sudah membeli unit nya Eomma, sudahlah, tidak masalah, aku juga tetap pulang setiap akhir pekan, jangan berlebihan." Ibuku yang memiliki hati selembut kapas langsung maju selangkah, dia kemudian menangkup kedua pipiku dengan tangannya.
"Hubungi Eomma saat kau sudah sampai." Ucapnya, aku menghela nafas dan mengangguk, dia bersikap seolah aku akan pergi jauh ke luar Korea padahal jarak dari rumah ke unit apartemenku nanti hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit.
"Baiklah." Ucapku sambil melepas kedua tangannya dari pipiku, meski orang tuaku menyayangiku, terutama Eomma yang berhati lembut, tapi keluarga kami bukan tipe keluarga yang manis satu sama lain.
Kami bukan tipe keluarga yang sering memberikan pelukan atau ciuman satu sama lain, aku juga adalah anak tunggal yang terkadang tidak cocok dengan gaya hidup orang tua, mungkin setelah aku remaja, aku tidak pernah lagi mengatakan dengan terang-terangan jika aku menyayangi kedua orang tuaku, itu sedikit cringe untuk di lakukan bukan?
Ayahku baik, pekerja keras dan bertanggung jawab tapi dia juga sama, Eomma mengatakan sikapku ini turun dari sikap ayahku yang selalu bersikap cuek di depan tapi sebenarnya di dalam hati, kami tidak seperti itu.
Aku dan ayahku banyak bertentangan khususnya saat aku mulai beranjak remaja, aku adalah tipe orang yang tidak ingin terlalu di atur dan ayahku adalah tipe yang pengekang, bagaimanapun juga, tidak akan ada titik temu antara kami bedua jika tidak ada Eomma yang selalu menengahi.
Bagiku dulu, Appa adalah orang yang paling menyebalkan, hidupku memang tercukupi dari segala aspek, kebutuhanku, keinginanku, apa yang tidak aku dapatkan dari kedua orang tuaku yang memiliki banyak uang? Untuk kasih sayang juga aku mendapatkannya, lebih dari cukup.
Tapi sikap Appa yang tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya pada kami adalah masalah terbesar di keluarga ini, dia adalah pria yang tidak banyak berbicara, terkadang aku juga tidak mengerti kenapa kedua orang tuaku bisa jatuh cinta dan menikah, namun dari cerita Eomma, tentu saja ayahku yang mengejarnya dengan cara yang berbeda dari pria-pria biasanya.
Sejak aku remaja dan bersitegang dengan Appa yang selalu mengatur hidupku, aku jadi jarang sekali berbincang dengannya jika tidak ada hal yang penting, bahkan dalam seharian penuh, aku bisa tidak berbicara dengannya meski kami berpas-pasan di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIGHT IN THE DARK - JENLISA [G×G]
FanfictionMenjadi pemimpin mungkin adalah impian semua orang, tapi hal itu membuat hidup Jennie menjadi monoton, dengan terus melakukan hal yang sama setiap harinya, CEO muda itu merasa bosan dan kesepian meski dia memiliki harta yang tak ternilai jumlahnya. ...