"Gue besok kalau nikah sama Gia pakai adat apa ya?"
Suara melalui sambungan telepon terdengar memenuhi kamar kosan yang cukup diletakan lemari, kasur, meja belajar beserta kursi, kamar mandi dan ruang kosong cukup lenggang untuk lima orang tidur berjajar.
"Yaelah lulus aja belum lu, udeh ngomongin nikah pake adat apaan."
Mereka baru saja dapat berita bahwa salah satu adik kelas mereka dulu semasa sekolah menengah sudah menikah— baru menikah lebih tepatnya.
"Gia orang mana emang Jo?"
"Jakarta."
Embusan napas langsung terdengar keras. "Asal orang tuanya bodoh. Kita juga tau Gia tinggal di Jakarta."
"Lah? Emang Jakarta!"
"Orang tuanya?"
"Iya anjing."
Bima mengulum senyum. Lelaki itu membuka laptop, tangan kekar yang terbentuk dari hasil naik turun gunung— mengeluarkan kartu memori dari kamera, menancapkan ke bagian laptop. Jari telunjuk Bima bergerak lihai di atas touch pad memilih foto-foto dari perjalanannya dua hari lalu.
"Eh main dong kita berempat! Jarang banget kita ngumpul bareng."
"Pantat lo jarang ngumpul bareng!" sembur Jordan atas permintaan Aldo. Barangkali di antara mereka bertiga memang Jordanlah yang paling meladeni rengekan Aldo untuk bertemu, entah itu di Surabaya atau Bali sebab mereka melanjutkan pendidikan di kota yang berbeda— kecuali Revan dan Jordan yang sama-sama mengambil kuliah di Surabaya. Sedangkan Bima sendiri melanjutkan pendidikannya di Malang. "Lo amnesia apa gimana sih, Do? Elah!"
Kekehan Revan terdengar. "Bukannya minggu kemarin Jordan ke Bali sama Gia? Gak ketemu lo emang?"
"Ya ketemuuu. Tapi mereka pacaran Vaaaan, gue dikacangin! Mending di kacangin doang, ini gue sampe diusir-usir!"
"Yaiyalah. Gue ke sana mah, tujuannya pacaran!"
Revan tertawa.
"Sampe satpam ikutan ngusir!"
"Lebay lo ah."
"Makanya lo cari pacar dong, Do. Biar gak kesepian amat."
"Udah-udah, gue udah cari." Nada Aldo di seberang terdengar frustrasi.
Bima langsung menaruh perhatian pada ponselnya. Di antara mereka berempat memang hanya Aldo yang jarang memiliki hubungan tetap atau paling tidak sebuah hubungan dengan perempuan yang ingin dijadikan pacar. "Terus?"
"Ya gak ada."
"Gak ada?"
"Gak ada yang mau sama lo?" tebak Jordan langsung tergelak sendiri.
"Sialan lo! Gak tau. Gak ada yang cocok aja."
"Lo belum move on dari Tasya kali."
"Tasya siape anjing? Tasya Kamila?"
Bima terkekeh tanpa suara berkat celetukan Jordan. "Tasya yang mana Van?"
"Itu loh, tetangganya dulu. Yang pindah ke Swiss."
"Swiss-Swiss, pala lu!"
"Ya ke mana dong?"
"Bebassss."
"YEEEE!"
"Monyet lu!"
"Si amang!"
Aldo langsung tertawa mendengar kekompakan Revan dan Jordan. "Eh tapi bener, nama lengkapnya—"
"Tasya Kamila?" sela Bima.
"Bukan, tapi Tasya Kalila."
Kali ini Bima ikut tergelak bersama Revan dan Jordan. Tawa mereka saling sahut menyahut hingga satu notifikasi pesan masuk muncul di pop up layar ponsel Bima.
Ekspresi Bima berubah menjadi kaku.
"Eh, by the way... lo habis dari Rinjani ya Bim?"
"Hm?" Bima mengerjap lalu menarik napas dalam. "Iya, baru balik kemarin."
"Gila. Gue terakhir kali ketemu Bima badannya jadi, men!"
"Sejadi apa Do?" pancing Revan.
"Ya... kek Rambo gitulah."
Suara tawa langsung memenuhi kamar kosan Bima lagi, tapi kali ini Bima tidak terketuk untuk tertawa. "Gue jadi bayangin dia pake singlet item anjir."
"Terus pake iket rambut."
"Iket rambut?"
"Eh?"
"Iket kepala bego!"
"OH YA! HAHAHA!"
Mereka bertiga terus bertukar cerita sesekali menertawakan kebodohan diri sendiri. Revan juga sempat cerita soal Laras yang semakin susah untuk ditemui sampai pernah ia hanya satu kali dalam seminggu bertukar pesan dengan pacarnya yang sudah lima tahun bersama Revan.
"Wah... selingkuh itu mah Van."
"Mulut lo Do-Do, pinter benerrr!"
Ada jeda untuk beberapa detik sebelum Revan menyahut lagi. "Gue sih udah curiga ya..."
Tidak ada jawaban untuk ucapan Revan. Hingga suara pintu terbuka juga umpatan kecil Revan karena terkejut kemudian suara Jordan yang menjadi gaung. "Serius lo?"
"Anjir kaget gue!"
"Serius Laras selingkuh?"
"Ya... gak tau dah. Feeling gue aja."
"Nah, lo kan cuma feeling. Coba deh tanya sama yang udah selingkuh?"
"Siapa Do?"
"Bima?"
Merasa namanya disebut-sebut, alis Bima bertaut. "Kenapa jadi gue anjing?"
"Lah?"
"Lah?"
"Lah emang bener. HAHAHA."
***
Ditulis ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat
Teen FictionIfa ingin memperjelas hubungannya. Bima terus memperumit keadaan.