Yunho menatapi Yuri—yang sedang memasak—dengan mata bulat penuh minat.
Ia sudah menjulurkan tangan gempalnya untuk meraih bun-geo ppang yang baru saja diangkat ibunya itu dari wajan, lalu punggung tangan itu ditepuk pelan sang ibu, membuat Yunho spontan menarik kembali tangannya.
“Ini untuk Mingi.” Yuri sibuk memasukkan makanan itu ke dalam sebuah rantang kayu persegi. Ada tiga lapis. Bagian bawah berisi gyeranppang (roti telur mata sapi), bagian tengah berisi hotteok, dan bagian atas berisi bungeoppang (kue waffle berbentuk ikan).
Itu adalah rantang milik Mingi, atau setidaknya, yang digunakan Mingi. Yuri yakin itu sebenarnya adalah perabotan milik Sooyoung. Yang sebelumnya digunakan untuk mi goreng di bagian bawah dan tengah, dan sawi hijau rebus di bagian atas.
Soal Mingi yang memasak sendiri mi goreng instan kemarin, tidak hanya itu. Bahkan sawinya pun Mingi yang merebusnya sendiri.
Ia tidak memiliki jam weker untuk memasang alarm, dan memperhatikan jarum di permukaan jam dinding selama bermenit-menit tidak terdengar seperti sesuatu yang menyenangkan. Itu akan sangat membosankan, terutama bagi bocah sekecil Mingi yang tidak bisa diam.
Jadi pada akhirnya ia berhitung dari satu sampai dua puluh sebanyak lima kali. Ia bisa mengetahui dirinya menghitung sampai lima kali putaran karena ia menandainya dengan menggunakan jemarinya. Ibunya yang pernah mengatakan itu.
Ibunya juga mengatakan bahwa suatu hari nanti jika Mingi sudah bisa berhitung sampai seratus, ia tidak perlu lagi menggunakan kelima jarinya untuk mengukur putaran. Karena cukup satu kali saja. Atau bahkan lebih bagus lagi jika nanti mereka akan membeli jam weker.
Ibu Mingi mungkin tidak membutuhkannya karena ia bisa mengetahui tingkat kematangan masakan dengan menggunakan perasaan. Sedangkan Mingi belum saatnya untuk merasakan itu semua. Sehingga Mingi pasti akan membutuhkannya.
Kasihan jika bocah itu terus-terusan berhitung sampai lelah hanya untuk menunggui masakan hingga matang.
Kembali ke masalah rantang milik Mingi, Yuri harus mengembalikan benda itu, tapi tidak enak jika kembali dalam keadaan kosong. Terutama mi goreng yang Mingi bawakan kemarin membuat Yunho sangat gembira. Yuri harus membalasnya dengan mengisi ulang rantang itu dengan makanan enak lainnya.
Yuri memang pengrajin kue-kue tradisional dan mendistribusikannya ke beberapa warung untuk dijual. Tidak heran jika Yunho yang selalu berada di rumah itu memiliki sepasang pipi tembam yang menggemaskan. Ya kau sudah tahu lah ia mendapatkannya dari mana.
Tidak, Yuri sebenarnya tidak pernah memberi atau bahkan hanya sekadar menawarkan sekalipun, hanya saja Yunho yang suka mencicipi setiap kali ibunya itu memasak, dan ibunya tidak pernah melarang.
Yunho terkadang ikut membantu menguleni adonan. Tapi yang ia lakukan sebenarnya hanya memukul-mukul adonan yang sudah jadi itu menggunakan telapak tangan hingga tak berbentuk, lalu memberikannya pada ibunya. Katanya adonannya sudah siap, ditambah dengan senyuman lebar penuh percaya diri, sekaligus merasa bangga.
Yuri hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat hasil karya putranya. Berterima kasih, tapi pada akhirnya tetap memperbaiki bentuk adonannya hingga sempurna. Kemudian setelahnya Yunho akan lebih sering bermain keluar bersama teman-temannya. Tidak apa-apa lah, Yuri pikir. Lumayan, untuk mengasah kreativitas anaknya. Dan juga melatihnya untuk senang membantu orang tua.
Rantang ditutup, Yuri menyerahkannya pada Yunho, “Ini, tolong kembalikan pada Mingi ya sayang, jangan lupa katakan terima kasih atas mi goreng dan sawinya. Kau sangat menyukainya kan?”
Yunho mengangguk cepat, karena itu hanyalah fakta. Lalu menerima rantang itu menggunakan kedua tangannya, memeluknya erat karena ukurannya besar, hampir sama dengan badan atasnya. Ia membayangkan Mingi juga membawanya seperti ini kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Daisy 🌼 YunGi [⏸]
FanfictionA yungi soft story dedicated to my beloved @SummerRainboww 🌼🌼🌼 Fall Daisy; bunga daisy di musim gugur ©2022, ichinisan1-3