Entah mengapa duduk sepanjang hari di samping Lily membuat Prilly merasa tegang. Auranya terasa sangat dingin dan mencekam. Ia bahkan tak bisa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru di depan.
Menghitung detik demi detik bel istirahat rasanya sangat membosankan. Prilly akhirnya meminta izin untuk ke kamar mandi. Dia berjalan sepanjang koridor, namun saat tiba di ujung koridor dia justru berbelok menjauhi kamar mandi.
"Disini lebih menenangkan!" Prilly menghirup udara dalam-dalam.
Semilir angin membelai rambut hitam sebahunya. Matanya menatap para siswa yang sedang berolahraga di bawah. Ia tidak menyangka pintu atap akan terbuka. Padahal di sekolahnya dulu tidak ada seorang murid pun yang bisa mengakses pintu atap karena dikhawatirkan akan bunuh diri. Yah, ini kan Indonesia bukan Jepang.
Tiba-tiba seorang siswa berdiri tak jauh dari tempatnya. Prilly menoleh dan memperhatikan. Ia yakin cowok itu pun menyadarinya, tapi ia berlagak cuek.
"Halo!" Prilly melemparkan senyum terbaiknya.
Cowok itu hanya menoleh sekilas. Ia mengabaikan Prilly dan mengambil sebatang rokok dari sakunya. Ia bersiap untuk menyalakan rokok itu.
"Ngapain lo?" tanyanya kesal saat melihat Prilly tiba-tiba sudah berada di sampingnya dan berusaha keras meniup api itu.
Api di koreknya padam seketika. Ia memelototi Prilly.
"Ini kan masih di sekolah. Gue takut lo bakal kepergok guru atau penjaga sekolah," jawab Prilly.
"Gak ada guru yang kemari saat jam pelajaran!" bantahnya.
"Tetap saja, merokok itu tidak baik untuk kesehatan!" Prilly mulai mengomel. "Orang sakit aja berobat supaya sehat, lah elo kenapa malah nyari penyakit, dasar nggak bersyukur! Oh ya, siapa nama lo?"
Prilly membaca name tag di atas saku cowok itu. "Huahaha!" Ia tertawa memegangi perutnya.
"Nama lo Gabriel Fahrenheit? Kalau begitu lo pasti kenal Anders Celcius, dan René Antoine Ferchault de Réaumur? Jangan-jangan lo datang dari abad 17? Apa jangan-jangan lo kemari dengan mesin waktu?" Prilly menghapus air mata dengan ujung jarinya, terlalu banyak tertawa membuatnya sampai menangis.
"Lo percaya nggak? Waktu gue lahir. Nyokap gue sempet kepikiran namain gue Marie Curie biar suatu saat gue bisa dapat nobel," celoteh Prilly masih belum berhenti.
Hilang sudah keinginan Fahren untuk merokok. Cowok itu kembali memasukkan rokoknya ke dalam saku. Melihat betapa cerewetnya cewek ini sudah pasti ia akan berkoar-koar ke semua orang kalau Fahren merokok. Dia sebenarnya tidak peduli akan digosipkan seperti apa, tapi ayahnya yang menjadi donatur terbesar di sekolah ini jelas akan marah karena perbuatan Fahren mencoreng namanya.
"Jadi ngapain lo di tempat ini?" tanya Fahren penasaran. Tidak mungkin sepertinya jika cewek di depannya ini kemari juga untuk merokok.
"Gue nyari udara segar aja."
"Lo kelas berapa?" tanya Fahren lagi.
"Kelas 11," jawab Prilly singkat. "Udah ya, gue mau balik ke kelas dulu, bye!"
Fahren hanya menatap punggung Prilly yang menjauh pergi. Cewek itu berjalan dengan lompatan-lompatan kecil dan menghilang dari balik pintu.
Koridor sekolah masih tampak sepi selama pelajaran berlangsung. Ada aura dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri. Tepat di ujung koridor, seorang siswi perempuan berambut panjang dan berkulit pucat berdiri menatapnya. Siswi itu memakai seragam Pentagon sama seperti dirinya.
Tiba-tiba seseorang membekapnya dari belakang. Dia diseret menuju kamar mandi. Meskipun berontak, sepertinya tak ada artinya. Jelas sekali dari lengannya yang kekar ini tangan seorang laki-laki.
![](https://img.wattpad.com/cover/331053028-288-k810466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HELL CLASS
HorrorAda sebuah kelas misterius di Pentagon High School. Namun, tidak ada yang tahu dimana kelas itu. Konon, apapun permintaan siswa Pentagon akan dikabulkan jika menulis di papan tulisnya. Catharina Lily, kekasih Fahren belum lama meninggal dengan menya...