Prilly menghampiri Haru yang saat ini duduk di depan IGD. Cowok itu menautkan kedua tangannya yang masih terdapat bercak darah. Dia kelihatan masih shock.
"Mau gue belikan cokelat panas?" tawar Prilly.
Haru menggeleng, dia bernapas seperti orang pilek. Mungkin dia malu mengeluarkan tangisnya. Tapi jika Haru akan menangis saat ini, Prilly tidak akan menertawakannya atau menganggapnya lemah.
"Ayo ikut gue!" Prilly menarik tangan Haru.
Mereka berdua berada di taman rumah sakit. Tidak banyak orang yang berada di sini mengingat ini masih tengah malam dan udara begitu dingin. Perlahan Prilly mendekatkan tubuhnya dan memeluk Haru tanpa banyak kata. Meski sedikit terkejut, sepertinya Haru paham mengapa Prilly melakukan hal itu.
"Nangis aja kalau mau nangis, gue nggak akan lihat lo nangis, jadi lo nggak perlu malu!" ucap Prilly.
"Terima kasih." Haru membenamkan wajahnya di ceruk leher Prilly.
Angin berhembus pelan, tanpa mereka sadari seorang gadis berambut panjang dan berkulit pucat memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.
***
Saat mereka berdua kembali ke IGD ternyata Fahren sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Mereka akan masuk tapi pintu kamar itu dijaga oleh dua orang pria bertubuh besar dengan jas formal.
Meski mereka bersikeras untuk masuk dan mengaku sahabat dekat Fahren, namun kedua pria itu tidak mengizinkannya. Prilly sudah kehabisan kesabaran tapi Haru mengajaknya menjauh dari tempat itu.
"Memangnya Fahren itu siapa sampai harus dijagain seperti itu?" tanya Prilly tak habis pikir.
"Dia anak pemilik Sunmoon Group," jawab Haru.
"Dia seorang pewaris?" Prilly agak shock. "Wah, seperti di dalam drama."
"Dia bukan pewaris karena dia tidak terlahir dari hubungan sah. Lagipula dia memiliki kakak laki-laki yang lahir dari istri sah ayahnya." Haru menjelaskan.
"Hah? Plotnya bahkan lebih rumit dari drama," komentar Prilly.
"Sebaiknya kita pulang. Orang seperti ayahnya Fahren tidak perlu kita untuk diwawancara, dia akan menemukan pelaku dengan caranya sendiri." Haru berjalan di lorong rumah sakit diikuti Prilly.
Mereka berdua tak banyak bicara. Haru memelankan langkahnya karena kaki pendek Prilly tak bisa mengimbangi langkah lebarnya.
"Kenapa lo dari tadi nunduk kayak gitu? Lo sakit?" tanya Haru.
Prilly menggeleng.
"Lo ngantuk?"
Prilly menggeleng lagi.
"Terus kenapa?"
"Itu...ramai sekali," bisik Prilly, suaranya lirih hampir tidak terdengar. "Pengap sekali."
Haru celingukan. Lorong ini sangat sepi, bahkan hanya ada mereka berdua. Mungkinkah yang Prilly lihat adalah ... Bulu kuduk Haru meremang seketika. Dia melepas jaketnya dan menutupkannya di kepala Prilly.
"Nggak usah lihat yang nggak perlu." Tangan kanan Haru merangkul pundak gadis itu dan menuntunnya keluar dari rumah sakit ini.
Sesampainya di parkiran, Prilly mengembalikan jaketnya. raut gadis itu masih pucat tapi dia cepat menguasai diri. Haru tahu Prilly bukan cewek penakut, dia sudah terbiasa melihat mereka dari dunia lain sejak kecil. Namun malam ini dia terlihat sangat ketakutan.
"Kenapa lo bisa setakut itu?" Haru memberikan sebotol air mineral.
"Mereka seperti sengaja dikirim untuk gue." Prilly menerima botol air minum itu dan meneguknya.
"Dikirim? Seseorang ngirim hantu ke elo?" tanya Haru masih belum paham. "Ya masih untung cuma hantu, kalau santet begimana coba?"
"Heishhh! Sepertinya lo juga nggak akan peduli kalau nyawa gue dalam bahaya."
"Maksud gue bukan gitu." Haru jadi bingung karena candaannya ditanggapi serius.
"Udahlah, gue mau pulang!" Prilly langsung nangkring di kursi belakang motornya bahkan sebelum Haru naik.
***
Kejadian semalam seolah tidak berpengaruh terhadap kehidupan di sekolah pagi ini. Guru hanya mengatakan kalau sementara Fahren cuti sekolah karena pengobatan ke luar negeri. Padahal Haru mengharapkan sesuatu yang heboh jadi dia bisa melihat reaksi Lily.
"Beneran si Fahren berobat ke luar negeri?" tanya Niels pagi itu pada Haru.
Haru celingukan memastikan tak ada seorangpun yang menguping pembicaraan mereka. Dia menjelaskan semuanya pada Niels dan sudah menebak reaksi Niels. Dia sangat marah dan hendak mencari Lily di kelasnya.
"Ssst, lo mau kemana? Kita nggak punya bukti!" cegah Haru.
"Terus kita mau nunggu sampai ada korban selanjutnya? Lo harusnya menghentikan Fahren malam itu!"
"Kok lo jadi nyalahin gue?" Haru tidak terima. "Lo sendiri malah kebelet di saat-saat penting seperti itu!"
Niels mengambil napas panjang. Tidak ada gunanya mereka bertengkar saat ini. Mereka harus bersatu untuk mengungkapkan kebenarannya. Tapi mereka berdua saja tidak akan bisa untuk membuktikan kebenarannya. Apakah guru dan semua orang akan percaya kalau Fahren menemukan Hell Class dan membuat perjanjian supaya Lily bisa hidup kembali?
"Kalian berdua ngapain di sini? Terlihat mencurigakan!" komentar Prilly, tangannya membawa segenggam selebaran.
Haru segera menjauh dari Niels. "Apaan tuh?" tanyanya mengalihkan perhatian.
"Ooh ini, gue mau masuk ekskul pecinta alam, syaratnya harus bisa ngajak tiga orang buat camping. Bagaimana kalau kalian ikut gue camping?" tawar Prilly.
"Lo gila ya, kita berdua lagi berduka!" kesal Haru.
"Gue tahu kalian berdua lagi berduka, gue juga berduka meski nggak terlalu mengenal teman lo itu." Prilly memberi Haru dan Niels masing-masing satu selebaran. "Kalau kalian berubah pikiran untuk ikut jangan ragu hubungin gue, mungkin kita akan menemukan jalan keluar yang tidak terduga."
Cewek itu pergi untuk membagikan selebaran-selebaran yang tersisa. Haru dan Niels segera masuk ke kelasnya.
"My Hubby!" teriakan Hani memekakkan telinga Niels. Cewek itu merangkul pundak Niels. "Kelas kamu sudah ulangan Fisika belum? Hari ini aku mau ulangan tapi belum belajar."
Niels mengeluarkan sobekan kertas dari tasnya. "Nih!"
"Waah, thank you so much My Hubby."
"Tapi kamu harus bantuin aku yaa!" tuntut Niels.
"Bantuin apa?" tanya Hani penasaran.
"Kita harus membuktikan kalau Lily yang hidup kembali itu bukan Lily yang kita kenal selama ini!" bisik Niels.
Hani memasang wajah bingung. "Lily yang hidup kembali? Maksud kamu apa? Memangnya Lily pernah mati?" tanyanya.
Haru yang sedari tadi sibuk membaca selebaran dari Prilly langsung menoleh begitu mendengar reaksi Hani. Dia menatap mata Niels, keduanya saling berpandangan penuh arti.
Niels menoleh ke belakang dan mendapati teman sekelasnya, Brilian, sedang bermain game. "Bril, lo ikut melayat ke rumah Lily waktu itu kan? Lo bahkan juga ikut ke pemakamannya, ya kan?" tanya Niels tanpa babibu.
Brilian yang merasa terusik karena permainannya terganggu menatap Niels kesal. "Apaan sih, pemakamannya siapa? Lily kelas sebelah masih hidup keless, jangan ngawur!"
"Sya, lo saat itu ikut ke pemakamannya Lily, lo masih inget kan?"tanya Haru pada Tasya, teman sekelasnya.
"Lily?" Tasnya malah balik bertanya. "Lily yang mana yang meninggal?"
"Catharina Lily, lo datang ke pemakamannya, kan?"
"Hah, memangnya dia sudah meninggal? Kapan?" tanya Tasya shock.
Tidak ada seorangpun yang ingat bahwa Lily telah meninggal. Mungkinkah Lily telah menghapus semua kenangan semua orang tentang pemakaman dirinya waktu itu? Kalau begini Haru dan Niels tak akan bisa membuktikan kalau sebenarnya Lily telah meninggal karena tak ada seorangpun yang ingat.
*Bersambung*
![](https://img.wattpad.com/cover/331053028-288-k810466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HELL CLASS
HorrorAda sebuah kelas misterius di Pentagon High School. Namun, tidak ada yang tahu dimana kelas itu. Konon, apapun permintaan siswa Pentagon akan dikabulkan jika menulis di papan tulisnya. Catharina Lily, kekasih Fahren belum lama meninggal dengan menya...