Cici
Cici : denott
Cici : adenaa
Cici : kenapa nih sama mas jefri? berantem?Adena : ga
Cici : anaknya tiba tiba dateng ke kamar gue
Cici : minta gue chat lo buat mastiin lo beneran ga aktif atau dia lo blokir
Cici : ternyata lo blokirAdena : iya, diblokir
Cici : kenapa? mas jefri nanyain
Adena : gapapa, pengen aja
Cici : busett denn
Cici : agak syok sih ya gue
Cici : seriusss katanya
Cici : atau gue telepon lah, biar lo berdua bisa ngobrol
Cici : mas jefri cerewet kalau ada maunya, gue ga kuatAdena : ga mau, gue mau off.
"Lah, nggak aktif," tutur Chelsea begitu mencoba untuk menghubungi Adena. Jefri yang masih belum beranjak dari kamar adiknya itu hanya menghela nafas. "Lagian kenapa sih? Lo apain dia sampe marah kayak gini?"
"Nggak diapa-apain," jawab Jefri. "Cuma ngobrol."
Mendengar jawaban Jefri yang sangat seadanya, Chelsea dibuat kesal bukan kepalang. "Iya, maksudnya lo bilang apa ke dia? Sadar nggak sih omongan lo tuh tajem banget? Kalau nggak suka ya nggak suka aja, jangan sekalian lo ancurin hatinya juga. Ini lama-lama mentalnya juga kena nih gara-gara lo!"
"Apa sih? Tau masalahnya juga nggak, nyolot," balas Jefri, merasa sama jengkelnya. "Nggak usah ngomong macem-macem. Lagian masalahnya juga sepele, besok juga Adena buka blokirannya."
Chelsea berdecak sebal. "Pede lo!"
Jefri hanya memberikan tatapan sinis dan kemudian pergi begitu saja.
* * *
Rupanya, dugaan Jefri salah. Sampai saat ini, Adena belum juga membuka blokirannya. Ia masih belum bisa menghubungi Adena. Sudah tiga hari berlalu dan Jefri masih mengupayakan cara bertemu dengan Adena untuk berbicara secara langsung. Namun, belakangan ini Jefri selalu melihatkamar Adena yang gelap setiap malamnya. Berhubung balkon kamarnya menghadap ke kamar Adena, Jefri jadi bisa memperhatikan kamar perempuan itu dari jauh. Rasanya ingin bertanya pada Chelsea terkait Adena, tetapi terakhir kali mereka bicara keadaanya tidak baik-baik saja. Dan Jefri bukan tipe seseorang yang datang untuk berbaikan atau minta maaf apabila dirinya merasa tidak salah.
Hingga pada suatu malam, Jefri yang belakangan ini terbiasa duduk di balkon untuk memantau situasi melihat seseorang yang selama ini ia cari keberadaannya. Sebuah mobil berhenti di halaman rumah perempuan itu dan Adena turun ditemani dengan seorang laki-laki yang membantunya menurunkan koper dari bagasi. Masalahnya, Jefri sepertinya tak asing dengan laki-laki itu. Ia pernah melihatnya satu kali sebelum hari ini. Adena terlihat tengah mengobrol dengan seseorang yang duduk di bangku penumpang, lalu melakukan high-five dengan laki-laki yang membawakan kopernya itu. Terlihat akrab sekali. Setelah berbincang sebentar, mobil itu pergi dan menyisakan Adena seorang diri. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Jefri segera memanggil nama perempuan itu. "Adena!" Sang pemilik nama menoleh, lalu tersenyum sembari melambaikan tangannya. "Jangan masuk dulu, saya mau bicara."
"Oke!"
Tak lama, Jefri keluar dari rumah. Dibawah temaram saja, wajahnya benar-benar tampan. Bagaimana bisa Adena teguh pendirian jika keadaannya seperti ini? Kedua ujung bibir Adena tertarik melawan arah gravitasi. Seperti biasa, perempuan itu harus memperlihatkan sisi ramahnya, sekalipun tubuhnya lelah bukan main. "Kenapa Mas Jefri?" tanyanya. Jefri merogoh saku celananya, mengambil ponsel miliknya, dan menyodorkan layar ponsel yang memperlihatkan dinding chat antara dirinya dan Adena. Cukup banyak Jefri mengirimkan pesan pada Adena dan hal ini bisa dikategorikan sebagai sebuah spam. "Kenapa saya diblokir?" tanya laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Role | J.Jh
Fanfiction"Mas Jefri mau dijodohin sama Ayah!" Saat itu, Adena benar-benar kehilangan harapan. Sudah kalah telak, kalah tidak terhormat pula. Namun setelah itu Adena malah mendapati sesuatu yang tak disangka-sangka. Perempuan itu mendapat sebuah kesempatan un...