07 : End of the Day

163 8 4
                                    

Cici

Cici : lo dimana?
Cici : mas jefri nyariin
Cici : tadi pas dia pulang tanya ke sela lo belum balik
Cici : udah jam berapa ini?

Adena : ga pulang
Adena : udah izin tante, sela ga tau

Cici : tidur dimana?
Cici : berantem lagi sama mas jefri?

Adena : rumah temen
Adena : iya
Adena : capek banget gue makan ati terus
Adena : gue blokir lagi

Cici : haduhh, ga ngerti lagi deh gue
Cici : kalian pacarannya pura pura tapi berantemnya kayak orang pacaran beneran

Adena : gue juga ga ngerti
Adena : apa gue berhenti aja ya?

* * *

Matahari bersinar dengan cerah, berbanding terbalik dengan Adena yang terlihat sendu dan terduduk sendiri di halaman rumah. Semalam, tanpa pikir panjang Adena langsung pergi ke rumah Nadine untuk mengungsi. Ia tak mungkin pulang ke rumahnya. Tak mungkin juga bertemu dengan Jefri dekat-dekat ini. Ia butuh waktu. Waktu untuk menerima kenyataan. Waktu untuk memulihkan hati dan pikirannya. "Nasi goreng mau nggak, Bang?" Tanya Nadine tiba-tiba, menghampiri Adena di halaman.

"Apa aja lah," jawab Adena seadanya.

"Oke, nanti dibeliin Julian," lanjut Nadine. Sadar bahwa suasana hati Adena terlihat sedang tidak baik-baik saja, Nadine merasa heran. "Kenapa sih pagi-pagi? Udah jelek aja muka lo."

"Panjang kalau diceritain."

"Gue tau sih, pasti gara-gara Mas-Mas tetangga lo itu, kan?"

Adena mengangguk.

"Kenapa lagi? Kemarin lo bilang diajak keluar."

"Itu dia. Ditampar pake kenyataan lagi. Sakit hati banget gue, Dine," balas Adena. "Aneh aja. Dulu juga sama, malah kayaknya lebih parah. Tapi gue oke-oke aja tuh. Dimaki-maki juga gue chill aja. Tapi sekarang beda. Tiap dia nyinggung gue, dia nolak gue, dia bicara hal yang nggak pengen gue denger, gue selalu sakit hati."

"Itu tanda-tanda kali," balas Nadine.

Adena menoleh bingung. "Tanda-tanda apa?"

"Tanda-tanda lo capek. Hati lo udah nggak kuat. Udah lah, hobi kok nyiksa diri?"

Adena merenung cukup lama. "Masa gue harus berhenti?"

"Lo pasti bosen denger gue bilang gini. Tapi serius deh, Den, cowok diluaran sana masih banyak. Kalau alesan lo masih sama kayak waktu itu, bilang susah lah, nggak cocok selain sama Mas tetangga lah, ya lo adaptasi dulu. Lo cuma ngomong, tapi nggak ngelakuin. Gimana lo bisa tau?"

"Satu lagi," sambung Nadine. "Lo cuma fokus ke satu orang di depan sana, jadi lo nggak tau dan nggak sadar kalau di belakang lo ada satu orang yang selalu jagain lo, Den. Coba kapan-kapan nengok deh ke belakang, kasian anaknya."

Adena kebingungan, tetapi kemudian ia memahami maksud ucapan Nadine barusan. "Siapa?"

"Siapa lagi? Si Pejul," jawab Nadine. "Coba lo pikir aja deh, dia mau-maunya jadi babu lo. Bela-belain dateng ke kampus bawain lo masker waktu lo bilang di grup nggak bisa masuk ke dalem karena nggak pake masker. Nganterin lo kemana-mana, tiap hari, bahkan tengah malem sekalipun. Terus tadi, waktu gue bilang ada lo di sini, inisiatif banget mau beliin sarapan buat kita. Apa lagi namanya kalau dia nggak cinta sama lo?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pretend Role | J.JhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang